Jakarta (Radar96.com) – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj secara tegas menolak keras rencana pemerintah Indonesia untuk mengimpor satu juta ton beras dari Thailand. Kesepakatan antara kedua negara itu akan dilangsungkan pada akhir Maret 2021.
“Saya menolak keras kesepakatan impor beras ini. Tolong nasib petani harus didahulukan, nasib para petani sebagai tulang punggung ekonomi bangsa ini harus diprioritaskan. Alih-alih untuk mendukung malah akan menghancurkan nasib mereka,” kata Kiai Said dalam wawancara TV NU, Jumat (19/3/2020).
Kiai Said mengaku telah dihubungi para petani dari Karawang dan Indramayu bahwa stok beras masih sangat mencukupi. Para petani yang menghubungi Kiai Said itu menyatakan, jika pemerintah ingin dibuktikan stok beras dalam negeri sebanyak satu juta ton, para petani itu siap untuk membuktikan hari ini juga.
“Kata para petani, kalau pemerintah mau dibuktikan satu juta ton beras sekarang juga siap kami buktikan. Tidak usah besok atau lusa. Sekarang juga siap untuk membuktikan bahwa kami sudah punya ada beras satu juta ton,” ucap Kiai Said, menyampaikan informasi dari petani yang sebagian besar memang Nahdliyyin itu.
“(Impor beras) ini jelas sangat merugikan petani yang kebanyakan, terus terang, warga Nahdliyin. Begitu ada berita bahwa pemerintah Indonesia akan MoU dengan pemerintah Thailand, langsung harga beras turun sampai 300-350 rupiah. Para petani nangis akibat berita, belum terjadi impor, itu sudah merasakan dampaknya negatif,” jelas Kiai Said.
Karena berita itu pula, para tengkulak ragu untuk mengambil beras dari petani di desa. Mereka lebih memilih untuk menunggu hal apa yang akan terjadi setelah ini. Kemudian, Kiai Said menghubungi Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi yang juga Bendahara PBNU.
“Beliau (Harvick) pun setuju dengan sikap saya menolak MoU ini. Karena data Kementan, stok beras pada akhir tahun 2020 sebesar 7,38 juta ton. Sementara perkiraan produksi dalam negeri pada 2021 sebesar 17,51 juta ton,” jelas Kiai Said.
Dengan demikian, jumlah stok beras akhir tahun jika dijumlah dengan perkiraan stok beras pada 2021 menjadi 24,9 juta ton. Sedangkan perkiraan kebutuhan pangan, yaitu sebesar 12,33 juta ton, sehingga muncul angka surplus 12,56 juta ton pada 2021.
“Ini artinya surplus, ngapain impor? Ini kebijakannya siapa? Saya bertanda tanya besar untuk apa, kepentingan siapa, dan kenapa impor beras dilakukan? Untuk kepentingan kelompok tertentu pasti ini tujuannya, saya tahu lah,” tegas Kiai Said.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan, menurut Kiai Said, soal kesesuaian data antarlembaga pemerintah. Perbedaan data di antara lembaga pemerintah itu harus segera disinkronkan. Terutama Badan Pusat Statistik (BPS) yang harus berperan aktif menyajikan data. “Sehingga antara Bulog, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian memiliki data yang sama dalam menyimpan atau sebagai khazanah data pertanian dan data ketahanan pangan,” jelas Kiai Said.
“Bulog harus ditingkatkan peranan dan fungsinya dalam regulasi untuk ketahanan pangan. Karena lembaga ini, satu-satunya yang mempunyai perangkat infrastruktur dari pusat sampai ke tingkat desa,” katanya.
Namun hingga kini, Bulog dinilai masih belum berfungsi secara maksimal, karena Kiai Said pun tidak mengetahui, kebijakan impor beras ini untuk kepentingan siapa. Ditegaskan, kebijakan tersebut sangat jelas untuk kepentingan kelompok tertentu.
“Sampai hari ini, Bulog belum berfungsi maksimal. Karena entah untuk kepentingan siapa, sengaja dibonsai kepentingannya atau fungsinya, jelas untuk kepentingan kelompok tertentu. Padahal Bulog mempunyai perangkat dari pusat sampai ke desa,” ujar Kiai Said.
“Sekali lagi, saya Ketua Umum PBNU menolak kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan Thailand untuk impor satu juta ton beras putih karena stok kita surplus,” pungkasnya.
Pemerintah Indonesia dan Thailand berencana menandatangani perjanjian impor beras satu juta ton pada akhir Maret 2021. Penandatangan akan dilakukan pada pekan terakhir bulan ini. Isi perjanjiannya terkait pasokan beras Thailand ke Indonesia. Perjanjian antara kedua negara berlaku untuk pasokan impor satu juta ton beras dan dalam durasi empat tahun.
Tinjau ulang
Sebelumnya, PW Lembaga Pengembangan Pertanian NU (LPPNU) Jawa Timur meminta pemerintah mengkaji ulang rencana impor beras dalam waktu dekat.
“Harga gabah yang turun disaat panen raya bulan Maret 2021 menjadi perhatian kami, karena disaat musim tanam yang lalu justru pupuk sulit,” kata Ketua PW LPPNU Jatim Ghufron Ahmad Yani di Surabaya (12/3/2021).
Saat ini, beberapa daerah di Jawa Timur harga jual gabah kering panen (GKP) dibawah HPP Rp4.200, semisal di Jember dan Kediri harga GKP Rp4.000 – 4.100.
“Kita sangat sakit hati dengan kondisi harga gabah yang terus turun ini, dimana kemarin saat mau tanam kita kesulitan pupuk sekarang musim panen harga turun,” katanya.
Menurut Ahmad Yani, kondisi ini diperburuk juga dengan adanya berita tentang rencana impor beras oleh pemerintah.
“Ini ditambah lagi ada rencana impor beras 1 juta ton, maka akan semakin menyusahkan bagi petani kita, dimana petani kita telah berpeluh keringat disaat pandemi covid 19 terus bekerja dengan segala risiko dan menjadi satu-satunya sektor penolong perekonomian negara tapi tidak happy ending,” katanya.
Pihaknya meminta supaya pemerintah mengkaji ulang rencana impor beras tersebut. “Kita sangat menyayangkan rencana impor beras 1 juta ton ini jika kita lihat data statistik yang dirilis BPS pada 1/3/2021 tentang data padi. Potensi produksi beras Januari-April 2021 sebesar 14,54 juta ton, sedang konsumsi Januari-April 2021 ada 9,72 juta ton, sehingga pada Januari-April 2021 ada potensi surplus 4,81 juta ton, nah ini supaya diserap oleg Bulog saat panen raya ini, bukan malah impor,” katanya.
PW LPPNU Jatim meminta supaya seluruh stakeholder memikirkan nasib petani jika masih mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Jika masih cinta Negara maka perhatikan nasib petani,” cetusnya. (*/pna)
Sumber:
*) https://www.nu.or.id/post/read/127417/pbnu-tolak-keras-rencana-pemerintah-impor-beras
) PW LPPNU Jawa Timur (/pna)