Jakarta (Radar96.com) – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menolak rencana pemerintah untuk memungut pajak dari sektor pendidikan dan bahan makanan pokok atau sembako.
Sekretaris Jenderal PBNU, HA Helmy Faishal Zaini menegaskan bahwa rencana Pemerintah yang akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan tidak tepat. Begitu juga PPN yang hendak diterapkan pada sembako yang dinilainya juga tidak berpihak pada kemaslahatan atau kesejahteraan rakyat.
“Dalam pandangan kami, inisiatif pemerintah itu upaya meningkatkan pajak, namun melalui cara peningkatan PPN pendidikan dan sembako adalah tindakan yang tidak tepat, dan sebaiknya usulan ini dapat dicarikan formula lain yang lebih memungkinkan dan bijaksana,” ujar Helmy, Jumat (11/6/2021).
Menurut dia, tidak boleh kebijakan pemerintah nantinya justru akan menjauhkan dari spirit dan cita-cita luhur sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
Berikut lima poin penegasan Sekjen PBNU terkait rencana Pemerintah memungut pajak pendidikan:
- Pada prinsipnya sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, salah satu cita-cita luhur bangsa Indonesia adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Maka negara sebagaimana spirit dalam UUD 1945 harus melakukan ikhtiar-ikhtiar nyata melalui kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
- Sebagai salah satu amanat luhur, Sudah semestinya pendidikan harus diselenggrakan dengan watak insklusif. Siapapun memiliki hak untuk dapat mengakses pendidikan. Maka, harapan bagi terwukudnya Education for all (pendidikan untuk semua) adalah suatu keniscayaan.
- Pemerintah harus lebih hati-hati dalam merumuskan kebijakan. Rencana diberlalukannya Pajak Penambahan Nilai (PPN) termasuk dalam ketegori yang memiliki dampak langsung pada masyarakat luas.
- Sebagai dasar pengambilan keputusan Pemerintah harus berpijak pada filosofi bahwa setiap kebijakannya berbasis pada kemaslahatan rakyat. Dalam kaidah fikih disebutkan “tashorruful Imam alā raiyyah manthun bil maslahah” (kebijakan seorang leader harus didasarkan pada kemaslahatan bagi rakyat).
- Dalam pandangan kami, inisiatif pemerintah dalam hal upaya meningkatkan pajak, namun melalui cara peningkatan PPN pendidikan dan sembako adalah tindakan yang tidak tepat, dan sebaiknya usulan ini dapat dicarikan formula lain yang lebih memungkinkan dan bijaksana. Maka, janganlah kebijakan pemerintah nantinya justru akan menjauhkan dari spirit & cita-cita luhur sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
Rencana Pemerintah akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan itu tertuang dalam draf Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Padahal, sebelumnya, jasa pendidikan alias sekolah masuk kategori jasa bebas PPN.
Pemungutan pajak pada sektor pendidikan akan memberikan dampak serius bagi masa depan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Salah satunya ialah berdampak pada biaya pendidikan yang semakin mahal.
Pemerintah juga berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Dalam aturan sebelumnya, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak atau sembako termasuk objek yang tak dikenakan PPN.
Namun, dalam aturan baru tersebut, sembako tak lagi dimasukkan ke dalam objek yang PPN-nya dikecualikan.
Sikap LPPNU Jatim
Sementara itu, Ketua LPPNU Jatim Gufron Ahmad Yani menilai rencana Revisi UU Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan memasukkan PPN bagi Sembako adalah kekonyolan bagi masyarakat miskin.
Oleh karena itu, PW LPPNU Jatim menolak keras dan akan menjadi garda terdepan perlawanan jika ini dilakukan.
“Sejak zaman merdeka sampai hari ini, Sembako adalah objek yang dikecualikan dalam PPN, tapi zaman Kolonial petani harus bayar yang namanya UPETI,” katanya.
Saat ini, petani masih belum sejahtera dan masyarakat masih berdarah-darah menghadapi situasi pandemi covid19 secara ekonomi, jadi Pemerintah jangan membabi buta dalam mencari uang dengan mengorbankan hajat hidup rakyatnya.
“Kebijakan yang sangat aneh disaat Orang Kaya memperoleh relaksasi pajak tapi masyarakat miskin petani, pedagang sayur dikenakan pajak. Petani dan peternak kita masih sering rugi karena berbagai macam problem dalam produksinya serta masih sering tertindas oleh kebijakan ini malah mau diperas lagi, apa nggak bisa cari pendapatan lain selain harus memeras wong cilik,” katanya. (*/NO)
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/129383/pbnu-tolak-rencana-pemerintah-pungut-pajak-dari-pendidikan-dan-sembako