Oleh Ustadz Ma’ruf Khozin *)
Ada sebagian warga kita yang tidak percaya wabah, namun melihat realitas di kampung-kampung banyak orang yang wafat. Agar tidak banyak orang yang wafat, maka mereka keliling kampung membaca Shalawat Burdah, sambil membawa obor dan kentongan.
Saya percaya keampuhan doa kepada Allah dengan memperbanyak Shalawat. Alhamdulillah, saya menerima beberapa ijazah dari guru-guru saya. Saya setuju dengan doa keselamatan di masa-masa sekarang. Masalahnya adalah mereka berkerumun, tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak.
Kita cukup belajar dari perjalanan Thaun / wabah yang dialami oleh Umat Islam di abad pertengahan.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengisahkan 2 peristiwa di negeri Syam dan Mesir dalam kitabnya Badzl Ma’un fi Fadli Thaun, 328-329.
فصاروا يدعون ويصرخون صراخًا عاليًا فذكر أن الناس خرجوا إلى الصحراء ومعظم أكابر البلد فدعوا واستغاثوا، فعظُم الطاعونُ بعد ذلك، وكَثُرَ، وكان قبل دعائهم أخفُّ
“Pada tahun 749 H, Penduduk Damaskus berdoa dan menjerit dengan keras. Disebutkan bahwa mereka keluar menuju lapangan bersama para pembesar negeri itu, mereka berdoa dan istighosah (minta pertolongan), lalu Thaun –wabah– semakin meluas dan makin banyak, padahal sebelumnya masih sedikit.”
Kemudian Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan kejadian yang sama di negeri beliau, Mesir:
ووقع هذا فى زماننا، حين وقع أوَّلُ الطاعونِ بالقاهرة فى السابع والعشرين من شهر ربيع الآخَر سنة ثلاث وثلاثين وثمانمائة، فكان عددُ من يموتُ بها دون الأربعين، فخرجوا إلى الصحراء فى الرابع من جمادى الأولى، بعد أن نُودى فيهم بصيام ثلاثة أيام، كما فى الاستسقاء، واجتمعوا، ودعوا، وأقاموا ساعةً، ثم رجعوا، فما انسلخ الشهر حتى صار عددُ من يموت فى كل يومٍ بالقاهرة فوق الألف، ثم تزايد
“Di zaman kami, ketika awal terjadi Thaun di Kairo, bulan Rabiul Awal 833 H, korban meninggal kurang dari 40 orang. Kemudian penduduk Kairo keluar menuju lapangan di bulan Jumadal Ula setelah diserukan puasa 3 hari seperti dalam Salat Istisqa’ (meminta hujan), mereka berkumpul, berdoa beberapa jam lalu kembali ke rumah. Setelah akhir bulan jumlah orang yang wafat di Kairo setiap harinya di atas 1.000 orang, kemudian terus bertambah”.
Jadi, bila mengadakan doa bersama di kampung harus tetap disiplin memakai masker dan menjaga jarak, setelah itu mencuci tangan dengan sabun/ hand sanitizer.
Upaya Selamat dari Wabah
Informasi dari beberapa berita yang mengabarkan kota-kota yang selamat dari wabah virus ini adalah 6 kabupaten di Provinsi Papua (20 Desember 2020), sebab di kawasan tersebut kebanyakan adalah pegunungan. Disinilah relevansinya perkataan Sahabat Amr bin Ash dalam menghentikan penularan wabah Thaun di Negeri Syam:
ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻣَﺎﺕَ اﺳْﺘُﺨْﻠِﻒَ ﻋَﻠَﻰ اﻟﻨَّﺎﺱِ ﻋَﻤْﺮُﻭ ﺑْﻦُ اﻟْﻌَﺎﺹِ، ﻓَﻘَﺎﻡَ ﻓِﻴﻨَﺎ ﺧَﻄِﻴﺒًﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ” ﺃَﻳُّﻬَﺎ اﻟﻨَّﺎﺱُ ﺇِﻥَّ ﻫَﺬَا اﻟْﻮَﺟَﻊَ ﺇِﺫَا ﻭَﻗَﻊَ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻳَﺸْﺘَﻌِﻞُ اﺷﺘﻌﺎﻝ اﻟﻨَّﺎﺭِ، ﻓَﺘَﺠَﺒَّﻠُﻮا ﻣِﻨْﻪُ ﻓِﻲ اﻟْﺠِﺒَﺎﻝِ “.
Setelah Mu’adz wafat maka diganti oleh Amr bin Ash (sebagai Gubernur Syam). Ia kemudian berkhutbah: “Wahai manusia. Penyakit ini jika terjadi sama seperti berkobar-kobarnya api. Maka menjauhlah kalian ke gunung-gunung.” (Musnad Ahmad).
Sudah hampir 1 tahun wabah ini belum menghilang juga. Dan sebenarnya kita tidak perlu mengasingkan diri ke pelosok-pelosok gunung. Tapi cukup dengan disiplin memakai masker, menjaga jarak dan selalu cuci tangan (lihat gambar di bawah ini).
Selain itu pegangan kita adalah doa. Seperti sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam:
ﻭاﻟﺪﻋﺎء ﻳﻨﻔﻊ ﻣﻤﺎ ﻧﺰﻝ ﻭﻣﻤﺎ ﻟﻢ ﻳﻨﺰﻝ ﻭﺇﻥ اﻟﺒﻼء ﻟﻴﻨﺰﻝ ﻓﻴﺘﻠﻘﺎﻩ اﻟﺪﻋﺎء ﻓﻳﻌﺘﻠﺠﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﻳﻮﻡ اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ (ﻛ) ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ.
Doa dapat berguna untuk musibah yang sudah terjadi atau belum terjadi. Sungguh musibah akan turun lalu disusul oleh doa, keduanya saling tarik menarik sampai kiamat (HR Al-Hakim dari Aisyah).
Doa “Li Khomsatun”
Mewabahnya virus Corona menyadarkan banyak masyarakat. Kini, masyarakat serba hati-hati dalam segala hal. Mulai dari menjaga kebersihan sampai jaga jarak dan bersentuhan.
Tidak hanya itu, doa panjang juga dipanjatkan. Mulai doa sendiri-sendiri sampai doa bersama dengan cara online. Doa-doa dulu yang diajarkan oleh para kiai, juga kembali mereka lantunkan.
Contohnya, sebagaimana pembahasan dalam tulisan ini: doa Li Khamsatun. Doa ini merupakan doa yang biasanya dibaca oleh kaum Muslim yang berpaham Aswaja, utamanya masyarakat Nahdhiyin. Isi doa ini adalah permohonan agar kita dijauhkan dari wabah atau penyakit yang mematikan.
Teks Doa Li Khamsatun:
لِيْ خَمْسَةٌ اُطْفِيْ بِهَا # حَرَّ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَةْ
اَلْمُصْطَفٰى وَالْمُرتَضٰى # وَابْنَاهُمَا وَفَاطِمَةْ
Saya mempunyai lima orang yang bisa menolak bala’, yaitu yang pertama, al-Musthafa (Nabi Muhammad SAW), yang kedua al-Murtadha (Ali bin Abi Tholib), dan kedua anaknya (Imam Hasan dan Imam Husain), serta yang kelima bernama Fathimah (putri Nabi Muhammad).”
Namun demikian, doa ini bernasib sama dengan doa lain. Doa ini dituduh doa syirik. Syair shalawat Burdah syirik. Barzanji syirik. Nariyah syirik. Sekarang Li Khamsatun juga syirik. Kok semua serba syirik menurut Salafi? Sebab pemahaman Tawassul dengan orang-orang yang sudah wafat menurut mereka adalah syirik.
Bagi kita tidak syirik. Mana dalilnya? Mau minta berapa?
- Nabi mengajarkan doa Tawassul kepada Sahabat yang tidak bisa melihat (HR Tirmidzi, Ahmad dan Hakim)
- Tawassul tersebut diajarkan oleh Sahabat Utsman bin Hunaif kepada orang yang hendak menemui Sayidina Utsman, bertawassul dengan Nabi Muhammad padahal Nabi sudah wafat (Riwayat Thabrani).
Ibnu Taimiyah mengutip doa Tawassul seperti di atas dan ia mengatakan bahwa ulama salaf membacanya, yaitu:
رَوَى ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِيْ كِتَابِ مُجَابِي الدُّعَاءِ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُوْ هَاشِمٍ سَمِعْتُ كَثِيْرَ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ كَثِيْرِ بْنِ رِفَاعَةَ يَقُوْلُ جَاءَ رَجُلٌ إلَى عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ سَعِيْدِ بْنِ أَبْجَرَ فَجَسَّ بَطْنَهُ فَقَالَ بِكَ دَاءٌ لَا يَبْرَأُ. قَالَ مَا هُوَ؟ قَالَ الدُّبَيْلَةُ. قَالَ فَتَحَوَّلَ الرَّجُلُ فَقَالَ اللهَ اللهَ اللهَ رَبِّيْ لَا أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا اللّٰهُمَّ إنِّيْ أَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ صلى الله عليه وسلم تَسْلِيْمًا يَا مُحَمَّدُ إنِّيْ أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ وَرَبِّيْ يَرْحَمُنِيْ مِمَّا بِيْ. قَالَ فَجَسَّ بَطْنَهُ فَقَالَ قَدْ بَرِئَتْ مَا بِكَ عِلَّةٌ. قُلْتُ فَهَذَا الدُّعَاءُ وَنَحْوُهُ قَدْ رُوِيَ أَنَّهُ دَعَا بِهِ السَّلَفُ وَنُقِلَ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ فِيْ مَنْسَكِ الْمَرْوَذِيِّ التَّوَسُّلُ بِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي الدُّعَاءِ وَنَهَى عَنْهُ آخَرُوْنَ مجموع الفتاوى ۱/۲۶۴ وقاعدة جليلة في التوسل والوسيلة ۲/۱۹۹
“Ibnu Abi al-Dunya meriwayatkan dari Katsir bin Muhammad, Ada seorang laki-laki datang ke Abdul Malik bin Said bin Abjar. Abdul Malik memegang perutnya dan berkata: “Kamu mengidap penyakit yang tidak bisa disembuhkan”. Lelaki itu bertanya: “Penyakit apa?” Ia menjawab: “Penyakit Dubailah (semacam tumor dalam perut)”.
“Kemudian laki-laki tersebut berpaling dan berdoa: “Allah Allah Allah. Tuhanku, (yang) tiada suatu apapun yang menyekutuinya. Ya Allah, saya menghadap kepada-Mu dengan nabi-Mu Muhammad, nabi yang rahmah Saw. Wahai Muhammad, saya menghadap pada Tuhanmu denganmu (agar) Tuhanku menyembuhkan penyakitku”.
Lalu Abdul Malik memegang lagi perutnya dan ia berkata: “Penyakitmu telah sembuh”.
Saya (Ibnu Taimiyah) berkata: “Diriwayatkan bahwa doa semacam ini telah dibaca oleh ulama salaf, dan diriwayatkan dari Ahmad bin Hanbal dalam al-Mansak al-Marwadzi bahwa beliau bertawassul dengan Rasulullah dalam doanya. Namun ulama yang lain melarang tawassul”. (Majmu’ al-Fatawa, I/264, dan al-Tawassul wa al-Wasilah, II/199)
- Sawad bin Qarib bersyair:
ﻭَﺃَﻧَّﻚَ ﺃﺩﻧﻰ اﻟﻤﺮﺳﻠﻴﻦ ﻭﺳﻴﻠﺔ * ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ ﻳﺎ ﺑﻦ اﻷﻛﺮﻣﻴﻦ اﻷﻃﺎﻳﺐ
“Aku bersaksi bahwa sesungguhnya engkau (Muhamad) adalah paling dekatnya perantara kepada Allah, wahai putra orang-orang mulia dan baik.”
ﻓَﻔَﺮِﺡَ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﺃَﺻْﺤَﺎﺑُﻪُ ﺑِﻤَﻘَﺎﻟَﺘِﻲ ﻓَﺮَﺣًﺎ ﺷَﺪِﻳﺪًا، ﺣَﺘَّﻰ ﺭُﺋِﻲَ اﻟْﻔَﺮَﺡُ ﻓِﻲ ﻭُﺟُﻮﻫِﻬِﻢْ.
“Kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat sangat senang dengan perkataan saya, hingga kebahagiaan itu terlihat di wajah mereka.” (Al Hafidz Ibnu Katsir, Al Hidayah wa Nihayah 2/408)
- Madzhab Hambali
ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﻓِﻲ ﻣَﻨْﺴَﻜِﻪِ اﻟَّﺬِﻱ ﻛَﺘَﺒَﻪُ ﻟِﻠْﻤَﺮُّﻭﺫِﻱِّ: ﺇﻧَّﻪُ ﻳﺘﻮﺳﻞ ﺑِﺎﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓِﻲ ﺩُﻋَﺎﺋِﻪِ
“Ahmad bin Hanbal menulis surat kepada Marrudzi bahwa boleh bertawassul dengan Nabi shalallahu alaihi wasallam dalam berdoa.” (Ibnu Muflih Al Hanbali, Al-Furu’, 3/229)
Apakah selain Nabi shalallahu alaihi wasallam boleh dijadikan wasilah kepada Allah?
Boleh. Berikut Riwayatnya:
ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﻋَﻠِﻢَ اﻟْﻤَﺤْﻔُﻮﻇُﻮﻥَ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃﻥ ﺑﻦ ﺃُﻡِّ ﻋَﺒْﺪٍ ﻣِﻦْ ﺃَﻗْﺮَﺑِﻬِﻢْ ﺇِﻟَﻰ اﻟﻠَّﻪِ ﻭﺳﻴﻠﺔ
“Orang-orang yang dijaga dari para Sahabat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam tahu bahwa Ibnu Mas’ud adalah perantara yang paling dekat kepada Allah.” (HR. Shahih Ibnu Hibban)
Dalam Syair Li Khomsatun itu yang dijadikan Tawassul meminta kepada Allah adalah Nabi dan keluarganya: Sayidah Fathimah, Sayidina Ali, Sayidina Hasan dan Sayidina Husain.
Mengapa lima tersebut yang dipilih? Sebab merekalah yang disebut Ahlul Bait berdasarkan hadis sahih:
ﻭَﻟَﻤَّﺎ ﻧَﺰَﻟَﺖْ ﻫَﺬِﻩِ اﻵْﻳَﺔُ: {ﻓَﻘُﻞْ ﺗَﻌَﺎﻟَﻮْا ﻧَﺪْﻉُ ﺃَﺑْﻨَﺎءَﻧَﺎ ﻭَﺃَﺑْﻨَﺎءَﻛُﻢْ} ﺩَﻋَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝُ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻋَﻠِﻴًّﺎ ﻭﻓﺎﻃﻤﺔ ﻭَﺣَﺴَﻨًﺎ ﻭَﺣُﺴَﻴْﻨًﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَ: اﻟﻠﻬُﻢَّ ﻫَﺆُﻻَءِ ﺃَﻫْﻠِﻲ
“Ketika turun ayat: “… maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu…” (‘Āli `Imrān: 61) maka Nabi memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husain, kemudian Nabi bersabda: “Ya Allah. Mereka inilah keluargaku.” (HR Muslim).
*) Penulis adalah Direktur Aswaja Center PWNU Jatim dan Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim.
*) Sumber:
**) https://wislah.com/fenomena-warga-kampung-keliling-membaca-shalawat/
**) https://santri.laduni.id/post/read/70381/ustadz-maruf-khozin-upaya-selamat-dari-wabah
**) https://al-ibar.net/akidah/108/wahabi-tuduh-doa-li-khomsatun-syirik-ini-jawabannya-