Surga-Neraka…..semua ada di Dunia ini !

Penulis, Dr Rubaidi MAg (*/dokpri)
Bagikan yuk..!

Oleh DR Rubaidi MAg *)

Ngaji kali ini memaknai ulang tentang hakekat surga dan neraka. Apa yang menarik sih ngaji tentang surga-neraka itu? Belum apa-apa batin ini sudah menggerutu saat sang mursyid seperti biasanya tiba-tiba ngaji di Majelis Shalawat babakan surga-neraka.

Apa yang menarik sih ngaji tentang surga-neraka itu. Bukankah surga-neraka ya peristiwa nanti setelah hari akhir atau kiamat. Bukankah konsep atau ajaran tentang keduanya sifatnya abstrak, alias ghoib. Kita diwajibkan untuk percaya dan mengimani. Surga itu digambarkan sebagai “ma la ainun raat wa la udunun samiat.”

Doktrin yang beredar selama ini, surga digambarkan sebagai tempat dimana segala kenikmatan kita dapatkan kapan saja. Di sana juga didiskripsikan, bahwa setiap laki-laki dikelilingi oleh puluhan bidadari. Tapi, skali lagi, konsep tersebut adalah abstrak dan ghoib. Peristiwa ini baru akan terjadi nanti. Nanti di akhirat. Bukan di dunia.

“Ini ngaji untuk tingkatan iman lho ya,” ujar Sang Guru mengawali ngaji bab surga-neraka ini. “Saya ingat dawuhnya guru saya, apa saja yang ada dalam al-Qur’an peristiwanya sudah ada di dunia ini. Kita bicara tentang surga sudah ada di dunia. Kita bicara tentang neraka juga sudah ada di dunia,” katanya mulai menerangkan. “Lho…lho… opo maneh ngajinya mursyid ini,” kata saya, tetap hanya bisa dalam batin ini.

Iklan

Sampai di sini, saya mulai tertarik. Bahkan, tanpa saya sadari, untuk beberapa menit saya tidak mendengarkan lagi penjelasan beliau. Di tengah beliaunya ngaji, pikiran ini malah berjibaku mengingat beberapa konsep dasar tauhid. Benarkah surga-neraka justru ada di dunia ini, bukan di akhirat nanti?. Bukankah selain Allah adalah khawadis, alias baru. Yang baru berarti makhluk. Bukankah surga-neraka itu juga seharusnya khawadis, yang juga makhluk. Kalau surga adalah makhluk bagaimana katanya orang di surga kekal abadi. Kalau sama-sama makhluk seharusnya (juga) ia tidak kekal.

Di tengan berjibaku dan berkecamuknya pikiran ini, saya disadarkan saat sang mursyid mengatakan. “Coba carilah ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang surga dan neraka. Adakah yang menerangkan secara eksplisit, bahwa surga itu nanti setelah mati,” tegasnya.

Iklan

“Yang ada di situ menerangkan tentang kata KELAK,” imbuhnya. Kata “kelak” ini ya terjadi saat di dunia ini. Pengertian kelak itu nanti, suatu waktu, yang akan datang, dan masih terikat dengan dimensi ruang dan waktu di dunia ini. Bukan di alam lain yang khalayak menyebutnya akhirat.

“Hakekat surga itu apa sih, bukankah surga itu hakikinya kenikmatan? Dan neraka itu hakikinya siksaan? Kalau begitu, keduanya sudah kita rasakan di dunia tidak?,” tanyanya. “Buktinya apa Allah membuat surga. Buktinya apa Allah membuat neraka. Kalau kelak nanti buktinya. Ini tidak masuk akal. Ini ngaji orang beriman lho ya,” tambahnya, meyakinkan.

Beberapa kali sang guru menyebut ‘ini ngajinya orang beriman,’ merujuk kepada tingkatan di atas Islam atau syariat dalam maqamat. Pembedaan maqamat ini memang lazim dalam tradisi ahlussunnah wa al-Jamaah. Dimaksud sang mursyid dengan membedakan ini ngajinya orang iman, agar jangan dibenturkan kembali dengan pemahaman syariat atau fiqih, yang dipastikan berbeda tentang makna surga-neraka.

Sebelumnya, sang sursyid menukil dawuh dari gurunya yang sering menjelaskan di berbagai majelis shalawat beliau. Semua ajaran Islam itu masuk akal. Islam itu tidak mengajarkan tentang ke-ghoib-an. Waktu itu saya juga kaget. Sebab dalam banyak ayat menerangkan dimensi yang metafisis atau ghoib ini. “Ghoib bagi siapa? Ghoib bagi orang Islam. Tapi, bukan ghoib bagi orang iman,” jelasnya. “Saya waktu mi’roj diantar sendiri Malaikat Jibril,” kata gurunya ahli hikmah yang juga mursyid Shalawat Muhammad.

“Kalau surga-neraka semua ada di dunia ini, lalu bagaimana ruh manusia setelah mati? Dan apa yang dimaksud dengan akhirat?,” tanya saya memberanikan diri karena penasaran. Satu persatu sang guru menjelaskan. Ruh setelah mati, kata beliau akan kembali (menyatu) kepada hak-NYA. “Namanya saja innalillahi wa inna ilaihi rajiun, ya kembali kepada Allah,” ujarnya.

Sedangkan, makna akhirat itu tidak lain adalah akhir dari kehidupan. Kehidupan apa atau siapa? “Ya kehidupan masing-masing individu manusia,” tegasnya lagi. “Akhirat itu ya (saat seseorang) mati itu lho. Huwa al-Awalu wa al-Akhiru,” imbuhnya. Wallaaahhh begitu ya…. guman saya tanpa saya sadari sambil manggut-manggut sendiri. Saat sebelah saya melihat tingkah laku ini, saya jadi tersipu malu.

Belum jelas sampai di sini, sang ahli hikmah tanpa diminta mulai menjelaskan rasionalisasi makna surga-neraka yang semuanya terjadi di dunia ini. Sebelum menjelaskan hakekat keduanya, saya diminta membaca 2 (dua) ayat: al-Hadid: 21 dan al-Imron: 21 juga. Inti dari 2 surat tersebut menerang bahwa surga Allah meliputi langit dan bumi. “Ya langit dan bumi inilah surga sesungguhnya. Mau cari surga yang bagaimana lagi,” ungkapnya.

“Apakah surga itu ghaib. Allah itu membuat berpasang-pasangan dan semua terjadi di dunia. Ada surga-neraka. Siang-malam. Laki-laki-perempuan. Bahagia-sedih. Baik-buruk. Dan seterusnya….dan seterusnya. Semua terjadi di dunia atau nanti di akhirat,” tanyanya kepada yang hadir. Neraka itu diasosiasikan dengan api atau panas. “Saat kamu marah atau sedih, bukankah hakekatnya itu neraka. Karena marah dan sedih itu unsurnya dari api (amarah),” terangnya. “Iya ya…betul,” Jawab saya dalam batin seraya membetulkan.

Dulu, saat masih mengikuti ngajinya guru sang mursyid, yang kami berguru kepadanya, yakni Gus Kahar, mursyid Shalawat Muhammas, beliau sering mencontohkan. “Saya ini sering keluar-masuk neraka. Lha itu, Gus Mik juga keluar-masuk neraka untuk mengentaskan mereka menjadi ahli surga. Jadi kyai itu harus berani masuk neraka,” jelasnya merujuk dunia malam maupun tempat prostitusi atau sejenisnya.

Sedangkan surga dalam makna yang lebih jelas tidak lain adalah setiap kenikmatan yang datang setiap saat dan dirasakan oleh siapa saja. Semua kenikmatan di alam semesta yang diperuntukkan untuk manusia di dunia ini adalah surga itu sendiri. “Mau cari kenikmatan yang bagaimana lagi. Semua begitu nyata adanya di dunia ini,” sambung sang guru lagi.

“Sampean pernah mimpi punya mobil mercy tidak?,” tanya beliau kepada saya. “Tidak pernah Gus,” jawab saya. “Sekarang kamu punya mercy. Itulah yang dimaksud dengan arti KELAK seperti yang tertera dalam ayat al-Qur’an tadi. Kelak itu bukan di akhirat. Makna kelak itu bisa besok, satu bulan lagi, tahun depan, atau mungkin 10 tahun yang akan datang,” sambungnya.

Gambaran tentang surga yang berisi buah-buahan segar, anggur, bidadari, alir yang mengalir, semuanya ada di dunia secara fakta. “Sesuatu tidak masuk akal kok kamu yakini,” kata beliau. “Fabiayi alai Rabbikuma tukatdiban, nikmat mana lagi yang harus kamu dustai,” pungkasnya dalam merangkan tentang hakekat sesungguhnya tentang surga.

Selesai ngaji, teman yang baru beberapa kali ikut ngaji duduk sebelah kanan berbisik di telinga saya. “Dalam sekali ya cak, ngajinya Gus,” katanya. “Kalau begitu, bagaimana dengan pemahaman saya selama ini cak,” tanya dia kepada saya. “Ada apa dengan pemahaman sampean?,” tanya saya balik.

“Sejak saya di madrasah ibtida’iyah sampai setua umur saya ini surga-neraka ya besok di akhirat cak. Bahkan guru-guru saya mengajarkan, bahwa tujuan kita beribadah untuk mendapatkan surga dan dijauhkan dari neraka,” terang dia lagi. “Yo emboh loh,” jawab saya sekenanya. “Eaallaahh….. Tibak’e njekhetek, surga dan neraka itu semua terjadi ya di dunia ini,” pungkas dia. (*)

*) Penulis adalah penulis buku dan dosen Fakultas Tarbiyah dan Kependidikan (FTK) UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, yang konsens di bidang pemikiran Islam dan urban sufisme

Iklan

BeritaTerkait

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *