Surabaya (Radar96.com) – Aktivis yang juga Bendahara Umum PW IKA PMII Jatim, Firman Syah Ali, menilai pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Madura jauh lebih urgent/mendesak daripada pembangunan Jalan Tol Trans Madura yang menjadi usulan dari sekelompok orang tapi ditolak para tokoh Madura sendiri.
“Ya, saya juga dengar kabar (penolakan Jalan Tol Trans Madura) tersebut, ada Gus Hamid, Gus Islah dan lain-lain. Memang yang paling urgen di Madura adalah pembangunan manusia,” kata penulis cuitan viral Mati Corona Ala Madura itu di Surabaya, Jumat (3/9/2021).
Menurut Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pergerakan IKA PMII yang juga Pengurus Harian LP Ma’arif NU Jatim itu, kualitas SDM di Madura saat ini sangat mudah percaya hoax dan provokasi dalam segala hal, yang namanya ujaran kebencian juga signifikan.
“Karena itu, soal SDM itu jauh lebih urgen untuk ditangani atau setidaknya sama urgennya dengan pembebasan jalur utama transportasi Madura dari kemacetan. Jadi, solusi untuk mengurai kemacetan di Madura itu tidak harus tol, bahkan soal SDM di Madura jauh lebih penting diperhatikan,” katanya.
Hal itu senada dengan pernyataan tokoh Madura, KH Arifin A Hamid. “Para tokoh Madura telah berkomunikasi satu sama lain, rata-rata mereka tidak setuju dengan pembangunan jalan tol Trans Madura, diantaranya tokoh yang sudah berkomunikasi satu sama lain adalah Gus Islah Bahrawi, Gus Mahrus Ali Syafii, Kyai Abdul Jalil Talha dan lain-lain,” katanya.
Menurut KH Arifin A Hamid, para tokoh Madura menolak pembangunan Jembatan Tol Trans Madura, karena khawatir terjadi enam hal. Pertama, terjadinya akuisisi lahan-lahan produktif pertanian dan perkebunan, baik itu lahan milik perorangan masyarakat atau milik korporasi (perusahaan).
“Jika yang terkena adalah lahan produktif pertanian (sawah) tentu akan berdampak pada produksi tanaman setempat,” katanya.
Kedua, berpotensi memunculkan spekulan dan mafia tanah. Ketiga, pembangunan Jalan Tol Trans Madura selain tidak berdampak apa pun kepada masyarakat luas juga akan menambah persoalan baru di Madura yang sudah aman tentram.
Keempat, akan memunculkan sentra-sentra usaha dan bisnis baru yang mana pemilik dan pelakunya bukan berasal dari Madura, sehingga program ini akan jauh panggang dari api ketika dikaitkan dengan penguatan ekonomi keummatan.
Kelima, akan terjadi mati surinya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di wilayah jalur utama secara perlahan, tentu akan membuat para pelaku UMKM dan pengusaha logistik menjerit.
“Ini belajar dari kejadian pasca beroperasinya Jembatan Suramadu yang telah membuat jalur Kamal-Bangkalan menjadi jalur mati, tentunya kita tidak akan mengulang kisah sedih ini,” katanya.
Keenam atau terakhir, Jalan Tol Trans Madura hanya akan dinikmati oleh kalangan mampu, dan tidak akan berdampak kepada para pengusaha logistik (angkutan barang) dan masyarakat umum, tentu mereka akan kembali menggunakan jalan nasional/jalur utama.
“Untuk itu, para tokoh Madura mengusulkan empat solusi perbaikan jalur transportasi Madura yakni pelebaran jalan, perbaikan kualitas jalan, pembangunan jembatan layang di lokasi macet, dan penataan lokasi beberapa pasar tradisional yang selama ini jadi penyebab kemacetan,” katanya. (*/pna)