Jakarta (Radar96.com) – Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2021, kader Nahdlatul Ulama melakukan nota kesepahaman pembelian lima pesawat N219 yang diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia. Menariknya, salah seorang perancang pesawat N219 yaitu Prof Atik Bintoro adalah instruktur Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKPNU) yang menjadi ahli peneliti utama di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
“Alhamdulillah, bisa ikut berkontribusi dalam merancang pesawat N219, setelah tujuh tahun penantian,” kata Prof Atik yang juga Rais Syuriyah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Rumpin, Bogor, Jawa Barat.
Instruktur Nasional PKPNU, Kiai Adnan Anwar mengatakan pembelian pesawat N219 akan memperkuat sinergi antarkader NU dan memperluas jejaring NU dalam rangka konsolidasi nasional menuju satu abad Nahdhatul Ulama 2026 dan sekaligus menginspirasi kebangkitan Indonesia 2045.
Manajer Program pesawat N219, Palmana Banandhi mengungkapkan bahwa pesawat ini merupakan hasil karya anak bangsa yang dipasarkan untuk pasar nasional dan global dengan harga per unit USD 6,8 juta atau setara Rp80 miliar.
“Keunggulan pesawat ini dapat difungsikan untuk mengangkut penumpang sipil, angkutan militer, angkutan barang atau kargo, evakuasi medis, hingga penyaluran bantuan saat bencana alam,” katanya.
Pesawat N219 mendapatkan type certificate untuk kelaikan udara setelah melakukan penerbangan selama 340 jam. Pesawat N219 bisa terbang dengan kecepatan maksimum 210 knot dan kecepatan terendah hingga 59 knot. Dengan kemampuan itu, pesawat N219 dapat bergerak dengan fleksibel saat melalui wilayah tebing dan pegunungan karena dapat terbang dengan kecepatan cukup rendah tapi terkendali.
Sementara itu, Koordinator Nasional PKPNU, H Munim DZ sangat mengapresiasi hadirnya pesawat N219. Menurutnya, pesawat tersebut dikerjakan seratus persen oleh anak bangsa sendiri dengan komponen yang diproduksi di dalam negeri. “Pembelian pesawat N219 oleh kader PKPNU akan menandai kebangkitan industri pesawat terbang nasional,” ujarnya.
Transformasi Digital di Muktamar
Saat mengisi webinar ‘Pesantren dan Tantangan Global’ Rabu (10/11/2021), Ketua Umum Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) KH Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin) menilai bahwa transformasi digital di kalangan Nahdliyin, terkhusus di lingkungan pesantren, masih menjadi tantangan.
Pasalnya, dalam kompetisi digital, saat ini masyarakat Nahdliyin masih banyak yang hanya menjadi pengguna daripada produser. Berangkat dari persoalan di atas, Gus Rozin sangat berharap di Muktamar ke-34 mendatang, NU memiliki perhatian lebih terhadap transformasi digital.
“Saya masih menggarisbawahi bahwa transformasi digital ini masih menjadi tantangan. Bagaimana kita menjadi pemain, bukan hanya menjadi pengguna. Bahkan beberapa pesantren masih gagap teknologi,” ungkap Gus Rozin dalam seminar web Road to Muktamar NU Ke-34 Seri 1, Rabu (10/11/2021) malam.
Dalam webinar yang diselenggarakan oleh NU Online bekerja sama dengan Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) tersebut, ia menilai bahwa pesantren saat ini sudah didominasi oleh para santri generasi Z, sementara tenaga pengajar muda-mudanya adalah generasi milenial. Generasi Z ini memiliki cara pandang tersendiri dan pola pikir yang berbeda dengan generasi-generasi yang lebih mendahuluinya.
Saat RMI bekerja sama dengan Amazon Web Service (AWS) untuk mewujudkan transformasi digital di dunia pesantren beberapa waktu lalu, Gus Rozin sendiri sangat menyayangkan karena masih banyak pesantren yang jauh tertinggal. Butuh proses lama lagi untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
“Ketika kami bekerjasama dengan Amazon Web Service (AWS) dengan mengajak pesantren-pesantren untuk mengenal coding dan cluod computing, itu masih banyak sekali yang masih awam dan membutuhkan proses panjang,” kata Gus Rozin dalam webinar bertema Pesantren dan Tantangan Global.
Dengan jumlah generasi Z yang melimpah di pesantren, sebenarnya menjadi peluang besar bagi NU untuk lebih mapan dalam menghadapi bonus demografi. Terlebih dengan jumlah anggota NU yang mencapai 110 juta jiwa. Ini akan sangat menguntungkan bagi kalangan Nahdliyin sendiri nantinya.
Untuk melakukan transformasi digital di lingkungan pesantren, Gus Rozin memberi catatan agar dilakukan oleh para santri sendiri, bukan oleh orang lain. Hal ini sebagai antisipasi agar kultur pesantren tetap terjaga dengan adanya transformasi digital di lingkungan pesantren.
“Saya kira pesantren harus bertrasformasi. Ketika ber transformasi, kultur pesatren harus tetap bertahan. Oleh karena itu, trasformasi digital juga harus dilakukan oleh orang-orang pesantrennya sendiri,” ujar Gus Rozin.
Dalam paparannya, Gus Rozin menjelaskan bahwa pentingnya warga Nahdliyin mampu berkompetisi melakukan transformasi digital adalah untuk merebut otoritas keagamaan dan keulamaan di dunia maya. Ia mengkhawatirkan, jika otoritas ini tidak segera dipegang oleh kalangan Nahdliyin, justru akan jatuh ke tangan yang salah.
“Banyak orang yang mencari solusi keagamaan di dunia maya, baik itu ubudiyah, mu’amalah, yaumiyah, dan wathaniyah. Kalau kita tidak memegang otoritas keagamaan ini, maka akan diambil alih oleh orang lain,” ujar Gus Rozin. Ia memandang bahwa dengan didominasi santri generasi Z, potensi pesantren untuk memegang otoritas tersebut sangat besar.
Mengingat perhatian generasi Z di Indonesia memiliki ketertarikan pada masalah keagamaan yang lebih besar dibanding negara-negara lain. Ditambah dengan kecenderungan generasi ini yang sangat tertarik dengan dunia digital. “Memang ada beberapa santri yang sudah mengisi konten-konten di YouTube, tetapi masih sedikit dan perlu mengejar ketertinggalan,” pungkas Gus Rozin. (*/NUO)
Sumber:
*) https://nu.or.id/nasional/semangat-hari-pahlawan-kader-nu-beli-5-pesawat-n219-lu5Ub
*) https://nu.or.id/nasional/ketua-rmi-pbnu-berharap-muktamar-nu-perhatikan-transformasi-digital-Uq61W