Bandarlampung (Radar96.com) – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Muhammad Nuh menyebut bahwa saat ini warga NU sedang mengalami kondisi yang ia sebut sebagai Mobilitas Vertikal yakni tren meningkatnya pergerakan dan penyebaran warga NU.
Ia memberi contoh, kader-kader NU saat ini sudah memiliki beragam profesi dan memiliki potensi tinggi dalam berbagai sektor kehidupan. “Pada tahun 70-an mencari dokter di NU sangat susah. Saat ini sudah banyak kader NU yang jadi dokter spesialis,” katanya saat hadir pada acara peluncuran Duta Kartanu Nasional dan Bimtek Admin Kartanu di Universitas Malahayati Bandarlampung, Sabtu (13/11/2021).
Contoh lain, saat ini kader-kader NU juga sudah bisa menjadi ilmuwan berpengaruh dunia di antaranya Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Achmad Syafiuddin yang masuk dalam daftar ilmuwan top dunia versi Elsevier. Ia menjadi ilmuwan berpengaruh peringkat ke-18 versi lembaga penerbit terkemuka dunia yang mengelola Scopus atau database sitasi dan literasi jurnal ilmiah ini.
Kondisi mobilitas vertikal ini harus dipertahankan dan ditingkatkan karena menurut Prof. Nuh, akan ada situasi naik turunnya kehidupan seperti kurva ‘S’. “Dalam kehidupan termasuk organisasi ada kurva ‘S’ yakni kondisi naik turun. Ada tiga hal dalam kurva S yakni investasi, pertumbuhan, dan stagnan. Jika terjadi stagnan maka harus di-planning kembali agar muncul kurva S kembali di periode keduanya,” ungkapnya.
Karenanya, menjelang 100 tahun NU ini menjadi momentum tepat bagi ormas keagamaan terbesar di Indonesia ini untuk melakukan transformasi semangat resolusi jihad kepada program-program real khususnya bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.
“Jangan terjebak stigma jika NU hanya ngurusi pesantren. Harus terus bergerak seperti titik yang ditarik menjadi garis. Ditarik lagi membentuk bidang dan ditarik lagi menjadi ruang,” Prof Nuh mencontohkan pergerakan NU yang ideal. Pada kesempatan tersebut, ia pun mengingatkan bahwa di era modern saat ini, metode dakwah juga harus terus diadaptasikan dengan perubahan zaman.
Terkait hal ini, Nahdlatul Ulama harus terus melakukan terobosan-terobosan cara dakwah karena menurutnya tentu berbeda cara dakwah bagi kaum milenial dengan dakwah bagi kaum ‘kolonial’.
Jelang satu abad usianya, mau tidak mau NU harus terus menguatkan dakwah digital yang saat ini sudah memasuki zamannya. Ia mengungkapkan bahwa banyak paham keagamaan saat ini yang mampu mengambil hati para generasi milenial melalui model pendekatan yang mudah diterima, sesuai dengan zaman, dan gaya hidup kekinian.
“NU juga harus meluaskan rumah untuk para generasi muda. Kalau tidak luas maka mereka akan kost di rumah sebelah,” katanya.
Sementara Sekretaris Jendral PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini yang juga hadir pada kesempatan tersebut mengajak warga NU untuk mensyukuri nikmat keberadaan dan kebesaran NU yang sampai saat ini masih terus terjaga. Warga NU harus bisa mewujudkan harapan para pendiri NU dalam mendirikan jamiyyah NU.
Ada tiga hal yang harus dipastikan oleh NU tetap terjaga dengan baik dalam beragama dan berbangsa. Tiga hal tersebut adalah memastikan Islam Ahlussunnah wal Jamaah tetap kuat di Nusantara, mengawal jalannya negara dengan ideologi Pancasila dalam wadah Negera Kesatuan Republik Indonesia, dan peningkatan kualitas kehidupan khususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
PCINU Amerika dan Islam Nusantara
Sebagai organisasi keagamaan tersebesar di Indonesia, sudah selayaknya Nahdlatul Ulama (NU) membulatkan tekad menebar Islam yang moderat di kancah Internasional. Dalam upaya tersebut tentunya perlu melihat tantangan dan peluang.
“Misalnya di Amerika yang terdiri dari 50 negara bagian, dan Islam masih minoritas di sana. Tentunya sangat berbeda dengan Indonesia,” kata Muhammad Izzul Haq, Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Amerika dan Kanada.
Hal itu disampaikan oleh Gus izzul, sapaannya, pada webinar yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Jumat (12/11).
Sebaran Islam di Amerika dan Kanada dari tahun-ke tahun menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan. Hal itu menjadi tugas besar NU untuk memberi warna atau menjadi bagian dari solusi persoalan Islam di negara tersebut.
“Menurut survei pada tahun 2030 umat Islam di Kanada akan mencapai 6,6 persen dari total penduduk di Kanada. Hal tersebut tentu meningkat dari sebelumnya yang hanya 3,2 persen. Ini tantangan untuk NU ke depan”, ucap alumni Universitas Gadjah Mada tersebut.
Seperti halnya Islam Nusantara milik NU atau istilah Islam ke-Indonesiaan (Islam Berkemajuan) milik Muhammadiyah, akulturasi agama tentunya perlu diupayakan di negara yang mayoritas non muslim. Hal tersebut bertujuan sebagai upaya menepis radikalisme dan ekstrimisme yang banyak terjadi di negara barat termasuk di Amerika dan Kanada.
“Saat ini di Kanada dan Amerika sudah mulai tumbuh Islam yang menyatu dengan kultur negara setempat, signal positif bagi kita untuk terus mengembangkan Islam selayaknya Islam Nusantara,” pungkasnya.
Pada webinar serial pertama Lakpesdam PWNU Jawa Timur tersebut dihadiri juga oleh Muhammad Rodlin Billah, Ketua PCINU Jerman sebagai pembicara lainnya. Intinya, PCINU Jerman membahas implementasi saintek menjelang muktamar. (*/NUO)
Sumber:
*) Sumber: https://nu.or.id/nasional/prof-m-nuh-warga-nu-sedang-mengalami-mobilitas-vertikal-MMBQr
*) https://jatim.nu.or.id/read/ketua-pcinu-amerika-sarankan-ini-soal-islam-nusantara