Surabaya (Radar96.com) – Wakil Ketua PWNU Jatim Dr H. Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) dan Ketua PW GP Ansor Jawa Timur Gus Syafiq Syauqi mengimbau kader-kader NU untuk mewaspadai intervensi dan polarisasi menjelang Muktamar ke-34 NU.
Solusi yang ditawarkan keduanya adalah mengembalikan dinamika muktamar kepada:
- AD/ART dan AHWA
- musyawarah Rais Aam dan Ketua Umum PBNU, bukan pihak lain
- mengembalikan muktamar sebagai forum ulama, bukan forum publik, terlebih di era media sosial.
“Sejak lama warga jam’yah NU terkenal sangat dewasa dan mampu mengelola perbedaan, mereka memiliki tradisi mengakhiri gegeran (pertikaian) menjadi ger-geran (senda gurau),” kata Gus Fahrur yang juga pengasuh Pesantren An-Nur 1, Bululawang, Malang itu.
Menurut dia, dinamika pra muktamar NU ke 34 di Lampung saat ini tidak seramai kemelut di tiga muktamar sebelumnya, yakni Solo 2004, Makassar 2010 dan Jombang 2015. “Saya sudah ikut hadir di ketiga muktamar tersebut , sehingga dapat membandingkan suasana ketika itu dan fakta hari ini agar pikiran lebih adem dan tidak menjadi kagetan,” katanya.
Dugaan intervensi dari pihak eksternal hampir muncul dalam setiap muktamar sejak menjelang Muktamar Nahdlatul Ulama ke-31 di Boyolali, Jawa Tengah 28 November – 2 Desember 2004. NU dari sisi massa mungkin menarik secara politis.
“Satu bulan sebelum muktamar digelar mulai bermunculan perang wacana antara pendukung KH Hasyim Muzadi dan kelompok yang menolak yang dimotori KH. Abdurrahman Wahid hingga muncul wacana NU Kembar yang mengingatkan NU Tandingan oleh Abu Hasan dalam Muktamar Cipasung, Jabar (1994), namun akhirnya bisa mereda,” katanya.
Kesan intervensi dari pihak eksternal yang mungkin dipicu faktor politis juga muncul pada Muktamar NU Makassar 2010 yang diungkapkan mantan Wakil Sekjen PBNU Masduki Baidlowi.
“Muktamar kali ini tidak ubahnya seperti Muktamar Cipasung. Yaitu sangat kuat intervensi pihak luar untuk mengacak-acak organisasi NU. Ada tim sukses pilkada dari bupati yang titip pesan gubernur untuk mendukung calon tertentu, sehingga kubu Hasyim Muzadi pun kalah,” kata Masduki Baidlawi dikutip Gus Fahrur, sebagaimana dilansir DetikNews (24/3/2010).
Kesan intervensi paling ramai terjadi pada Muktamar NU ke 33 di Jombang yang ditandai masuknya oknum parpol sehingga diwarnai keributan tarik menarik pasal penetapan AHWA, yang membuat KH Mustafa Bisri (Gus Mus) selaku rois Am sampai menangis di sidang pleno untuk menenangkan muktamirin. Tak hanya menangis, bahkan Gus Mus sampai menyatakan siap mencium kaki muktamirin demi untuk menenangkan suasana, sehingga muktamar berlanjut tanpa gaduh lagi, meski PCNU se-Jatim sempat menggagas gugatan keabsahan.
“Melihat dinamika tiga muktamar sebelumnya, pra Muktamar ke-34 NU Lampung saat ini sebenarnya masih jauh lebih kondusif. Mekanisme AHWA sudah lebih dari cukup, jadi kembalikan semuanya kepada AD ART yang sudah mapan, kemudian Rais Am dan Ketum PBNU dapat duduk bersama berunding tanpa perlu mengundang pihak lain,” kata Gus Fahrur.
Ansor Jatim
Sementara itu, Ketua PW GP Ansor Jatim Gus Syafiq Syauqi, juga mengimbau agar semua pihak untuk menjauhi narasi pertikaian di muka publik, agar tidak terjadi polarisasi yang justru
tidak produktif dan mendelegitimasi kesakralan NU.
“Muktamar NU adalah Forum tertinggi Ulama NU, ini forumnya ulama bukan forum publik, terlebih di era media sosial media seperti saat ini adalah menjadi kontraproduktif, bahkan meruntuhkan marwah besar NU jika semua hal terkait perbedaan sikap selalu diamplifikasi di ruang publik,” ujarnya.
Ia meminta kepada siapapun untuk menahan diri dari perilaku dan gerakan narsis yang bertujuan mempengaruhi opini publik. “Muktamar bukan domain publik, jadi jangan lakukan dan jangan samakan cara gerak tim pemenangan dengan kontestasi pemilu. Naif dan sangat disayangkan, seolah menyeret publik dalam skenario untuk melakukan polarisasi di tubuh NU, hati-hati”.
Ia minta untuk tetap satu komando, bahwa forum muktamar adalah forum ulama, bukan forumnya Ansor, apalagi parpol. “Nu harus diatas semuanya, jangan karena kepentingan pemenangan tapi justru NU-nya yang dikorbankan. Itu sudahi cara main yang tidak mendidik dan jauh dari akhlaq santri,” tandasnya.
(*/radar96/ansorjatim)