Surabaya. Radar96.com.
Jajaran Polrestabes Surabaya terus melakukan langkah-langkah antisipatif agar tidak lagi terjadi tindak pidana terorisme di wilayah kerjanya. Tidak menjadi korban, apalagi menjadi pelakunya. Di antara langkah itu adalah dengan membekali para anggotanya serta menggandeng para tokoh masyarakat dengan diberikan materi Islam Wasathiyah dan menghadirkan psikolog untuk mereka.
Kasat Binmas Polestabes Surabaya AKBP Herlina, SIK, MH menuturkan, kegiatan pembekalan yang menjadi salah satu fungsi teknis Binmas itu dilakukan pada hari Senin (06/06/22) siang di ruang Pesat Gatra Polrestabes dalam rangka Latkatpuan (Latihan Keterampilan dan Kemampuan).
Hadir dalam kesempatan itu Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Akhmad Yusep Gunawan SH, SIK, MH, MHan; narasumber utama Dr KH M Syukron Djazilan Badri, MAg; psikolog Asteria R Saroinsong, SPsi; para Da’i Kamtibmas Polrestabes Surabaya; serta para Bhabin Kamtibmas Polsek se-Polrestabes Surabaya.
Kapolrestabes Kombes Yusef yang memimpin acara tersebut menyampaikan kepada seluruh anggota yang hadir bahwa pasca pandemi Covid-19 Surabaya dalam kondisi aman dan kondusif, perekonomian sudah mulai pulih. Namun anggota harus tetap waspada dan tidak boleh lengah. “Jangan sampai kita menjadi korban tindak pidana terorisme, apalagi menjadi pelakunya,” pesan Kapolrestabes.
Untuk itu pihaknya meminta kepada seluruh jajaran dan warga masyarakat untuk selalu melakukan deteksi dini dan pengamatan di tengah masyarakat. “Kalau ada indikasi-indikasi gerakan radikal, segera dilaporkan pada kami,” pesan perwira menengah dengan tiga melati di pundak itu.
Senada dengan Kapolrestabes, Kiai Syukron mengajak kepada masyarakat untuk melakukan deradikalisme paham radikal yang menyimpang dan sering kali merugikan masyarakat luas. “Deradikalisme itu bukan paham atau ajaran baru, tapi meluruskan pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadis yang diartikan melenceng kekanan-kananan menjadi radikal dan yang kekiri-kirian menjadi liberal,” tutur Kiai Syukron. “Jadi deradikalisme itu mengajak orang untuk mengikuti Islam yang benar, Islam yang di tengah, tidak kekanan-kananan dan tidak pula kekiri-kirian, makanya namanya wasathiyah (di tengah),” imbuh kiai yang juga Ketua MUI Kota Surabaya itu.
Caranya, menurut kiai yang selalu tampil ramah itu, dengan mengajak kerja sama masyarakat untuk kembali pada para ulama yang saleh, yang ramah, penyayang, dan tidak radikal. Kiai asal Kertosono itu juga mengingatkan, ajaran Islam itu ujungnya akan kembali pada nilai-nilai kemanusiaan. Jangan sampai ada orang, karena fokus mengejar akhirat lalu meninggalkan dunia. Anak-anak, istri, dan keluarganya dipasrahkan kepada Allah. Itu bukan sikap yang benar. “Atau dipasrahkan ke tetangganya, itu juga tidak benar, ha ha ha,” tutur Kiai Syukron yang disambut tawa para hadirin.
Kembali kiai yang juga Ketua LDNU Kota Surabaya itu mengingatkan kepada para ustadz untuk selalu melakukan aktualisasi diri dengan menambah khazanah keilmuan, dan harus punya guru. Poin terakhir ini tidak boleh ditinggalkan. Harus ada guru pendamping. Tidak bisa hanya mengandalkan Mbah Google.
“Kalau tidak punya guru pembimbing, jadinya akan lupa diri. Kalau sudah lupa diri akhirnya melupakan akhlak. Kalau sudah melupakan akhlak, sudah tidak layak sebagai ustad lagi,” jelas kiai yang juga Ketua IPHI Kota Surabaya itu.