Jakarta. Radar96.com.
KUNJUNGAN Presiden Joko Widodo ke Jepang yang didahului oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membuahkan komitmen investasi yang besar. Komitmen investasi dari Jepang selalu diikuti dengan realisasi yang baik, yakni sekitar 70% dari komitmen.
Pakar Ekonomi dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengungkapkan, realisasi dari komitmen tersebut bergantung pada kesigapan pemerintah dalam kinerja birokrasi.
Menurutnya, Jepang adalah negara dengan rekam jejak cukup baik dalam hal investasi di Indonesia. Selama ini hubungan investasi antara Indonesia dan Jepang tidak mengalami permasalahan, bahkan 70% dari komitmen investasi berhasil diwujudkan.
“Jepang itu secara rerata kalau kita bicara komitmen investasi dari 10 komitmen investasi, dia itu realisasi 70 persennya. Jadi 7 dari 10. Artinya, selama ini hubungan kita dan Jepang dalam konteks investasi tidak mengalami permasalahan realisasi yang mandek,” terangnya.
Menurutnya, justru masalah realisasi terjadi pada investasi dari China. Faisal mengungkapkan, realisasi investasi China hanya sekitar 30%. Indonesia perlu berupaya lebih untuk mewujudkan komitmen investasi dari China.
“Yang jadi masalah justru dengan China. China itu kalau kita ambil flashback beberapa tahun ke belakang, itu dari 10 mungkin cuma 3 yang terealisasi. PR-nya buka dengan Jepang, tapi dengan China, bagaimana kemudian bisa menaikkan prosentase realisasi investasinya,” sambungnya.
Menurut Fithra, hal yang patut dilakukan Indonesia saat ini adalah memperbesar prosentase realisasi investasi Jepang. “Jepang sebagai partner yang tradisional tentunya juga perlu untuk digaet komitmennya agar realisasinya lebih tinggi lagi,” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa investasi terbesar yakni dari Mitsubishi Motors Corporation.
“Sampai saat ini, MMC telah menginvestasikan Rp 11,3 triliun hingga akhir 2021 untuk seluruh pabrik MMC di Indonesia. Targetnya, MMC akan menginvestasikan sekitar Rp 10 triliun mulai 2022 hingga 2025,” ujar Airlangga.
Selain itu, ada pula komitmen dari Toyota Motor Corporation (TMC) dalam lima tahun ke depan (2022-2026) untuk menambah investasi sebesar Rp 27,1 triliun.
Pekerjaan rumah
Sementara itu, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, dirinya memang masih sering mendengar keluhan dari investor tentang kesulitan untuk berinvestasi di Indonesia.
“Mereka ada keluhan, regulasi masih berbelit, pemerintah memberikan insentif pajak, masih tidak tahu caranya, prosedurnya mengklaim, itu belum clear, tidak jelas,“ kata Esther.
Beberapa indikator dari Ease Doing Business yang masih dianggap merah di Indonesia, misalnya, prosedur untuk memulai bisnis masih dianggap lama dan berbelit, jadi lebih 100 hari, Trading Cross Bbelum ada kemajuan.
Regulasi yang berbelit dan insentif yang tidak jelas, tentunya membuat investor enggan masuk ke Indonesia. Terlebih di situasi krisis dan ada ancaman resesi. “Kalau mau jadi investor, saya tidak mau melayang sia-sia. Saya cari bisnis yang prospeknya bagus dan ada kepastian hukum,” kata Esther.
Padahal Indonesia punya potensi besar untuk bisnis dan investasi. “Indonesia ada potensi besar, kita lihat kasat mata, pasar besar, SDA melimpah, tenaga kerja murah, itu tidak dipunyai oleh Singapura, China punya tetapi tidak semua SDA dia punya,” jelas Esther.
Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi di Indonesia hingga semester I-2022 sebesar Rp 584,6 T, dari target Presiden Jokowi sebesar Rp 1200 T. Investasi asing atau Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 53,1% dari total realisasi investasi sepanjang semester I-2022. Nilainya adalah Rp 310,4 triliun. Sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMA) berperan 46,9% dari total realisasi investasi. Nominalnya ada di Rp 274,2 triliun.
Dalam lawatan Presiden Jokowi dan rombongan ke China, Jepang dan Korea Selatan, daftar “oleh-oleh” atau komitmen investasi yang dibawa Jokowi dari China, Jepang, dan Korsel totalnya mencapai Rp 175 triliun. (*)