Tips Aman dari dari Hoaks, Dewan Pers: Tingkatkan Nalar

Bagikan yuk..!

Surabaya. Radar96.com. Dewan Pers tidak menampik masih banyaknya berita hoaks di tengah masyarakat. Terlebih yang beredar melalui media sosial. Menurut Atmaji Sapto Anggoro, Ketua Komisi Kemitraan dan Infrastruktur Organisasi Dewan Pers, berita-berita hoaks itu terjadi ada kalanya karena misinformasi (kesalahan yang tidak disengaja) ada pula karena disinformasi (kesalahan yang memang disengaja). “Bahkan kesalahan itu bisa disengaja sejak dalam pikiran pelakunya,” kata Sapto, sapaan akrabnya.

Sapto menyampaikan hal itu di sela kegiatan pelatihan literasi berita untuk publik melawan mis/ disinformasi yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Pusat di Hotel Kampin Surabaya pada Rabu (28/09/22) siang tadi.

Peserta kegiatan ini adalah para pimpinan media siber, humas instansi-instansi pemerintah dan perusahaan swasta, dosen ilmu komunikasi, dan mahasiswa jurusan ilmu komunikasi.

Iklan.

Macam-macam cara penyebaran berita hoaks agar mendapatkan perhatian publik. Bahkan kadang ditempelkan pada kebesaran nama tokoh tertentu. Sapto mencontohkan humor-humor yang menggunakan nama Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), atau nasehat-nasehat bijak yang menggunakan nama KH Mustofa Bisri (Gus Mus). Padahal sejatinya tidak berasal dari keduanya. Tahunya setelah pihak keluarga membantah.

Menurut tokoh asal Jombang itu, agar bisa aman dari berita-berita hoaks, tidak cukup hanya dengan mengembangkan prasangka baik atau prasangka buruk terhadap orang lain. “Kalau mau selamat, tingkatkan nalar. Tingkatkan literasi yang berkaitan dengan baca, tulis, dan referensi-referensi lain,” kata Sapto.

Iklan.

Selalu berbaik sangka, menurut Sapto, ada bahayanya. Contohnya ketika ditawari umroh murah, hanya Rp 13 juta. Padahal secara nalar biaya itu tidak mencukupi, minimal dibutuhkan Rp 16 juta. Tanpa ada perasaan kritis, yang penting Bismillah, lalu tawaran itu diterima dan langsung dibayar. Ternyata setelah ditunggu satu-dua tahun tidak berangkat-berangkat. Belakangan malah penyelenggaranya jadi tersangka dan masuk penjara.

“Kalau mau kritis, gunakan akal dan logika. Kalau ada sesuatu yang dirasa janggal, ditanyakan, maka akan jelas semua,” jelas Sapto.
Tak lupa Sapto mengajak masyarakat untuk lebih melek dan berat-hati dalam bermedsos. Sebab dampak yang ditimbulkan bisa besar dan merugikan orang lain. Kalau mendapati berita yang belum jelas kebenarannya sebaiknya tidak dibagikan dulu. “Kalau dulu pepatah itu berbunyi mulutmu harimaumu, sekarang jempolmu harimaumu,” tandas mantan pimpinan Detik.com itu.

Iklan.

BeritaTerkait

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *