Santri-Ustadz Pesantren Al Hamid Cilangkap-Jakarta Timur peroleh Pelatihan Digital Marketplace dari “Nusa Mart”

Ust Nasrullah/kiri, (Kepala MA Al Hamid), A.Khoerussalim Ikhs./tengah (Founder Nusa Mart dan Ketua LPNU Jakarta Timur) dan KH. Lukman Hakim Al Hamid/kanan, (Pengasuh Ponpes Al Hamid dan Wakil Katib PWNU Jakarta) saat pelatihan digital marketplace, Sabtu (5/11/2022). (*/nusamart)
Bagikan yuk..!

Jakarta (Radar96.com) – Nusa Mart terus melakukan sosialisasi ke kalangan siswa dan santri, agar para santri melek teknologi digital di era kekinian. Jangan sampai begitu lulus dari pesantren justru gagap dengan teknologi digital yang sudah sangat berkembang pesat di luar.

“Apalagi di
kalangan pesantren banyak yang tidak membolehkan para santri menggunakan HP, sehingga jika
tidak diberi solusi dengan edukasi yang benar dan tepat akan bisa gaptek (gagap teknologi), begitu berbaur dengan masyarakat setelah lulus dari pesantren,” kata A.Khoerussalim Ikhs, Komisaris Utama Nusa Mart yang juga Ketua LPNU Jakarta Timur, dalam presentasi pada pelatihan sehari di aula Pondok Pesantren Al Hamid Cilangkap Jakarta Timur, Sabtu (5/11/2022).

Pelatihan itu diikuti sekitar 80 peserta yang terdiri dari para santri kelas 12 Madrasah Aliyah (MA) Al Hamid serta para ustad dan ustadzah.

Pelatihan dibuka oleh pengasuh Pondok Pesantren Al Hamid, KH. Lukman Hakim yang kini juga masih
menjadi Wakil Katib PWNU DKI Jakarta.

Dalam sambutannya,
Kiyai Lukman Hakim menyampaikan agar santri tidak hanya belajar ilmu
agama seperti kitab-kitab klasik, namun santri juga harus belajar ilmu-ilmu umum, termasuk ilmu
bisnis di zaman now, yaitu marketing digital dan lain sebagainya, agar tidak gagap.

“Ilmu ini pasti
sangat berguna ketika kalian kelak lulus dari pesantren dan terjun ke masyarakat. Santri harus mampu bersaing di masyarakat untuk memperebutkan pasar tenaga kerja di negeri ini.
Kalau perlu kalian semua harus jadi pengusaha – pengusaha muslim yang kelak akan mewarnai negeri ini
dengan amal dan karya di masa depan,” kata Kiyai Lukman Hakim memotivasi sekaligus mendoakan
para santrinya agar jadi pengusaha sukses kelak.

Oleh karena itu, kehadiran tim dari LPNU Jakarta Timur
dan manajemen Nusa Mart di Ponpes Al Hamid yang ingin mengajarkan tentang bisnis berbasis teknologi digital market place Nusa Mart harus betul-betul diikuti dengan seksama.

“Jangan ada yang mengantuk ya,” kata Kiyai Lukman dalam
pelatihan yang dilaksanakan dengan dua sesi itu.

Sesi pagi, materinya tentang motivasi dan wawasan
mengapa pentingnya santri dan orang-orang nahdliyin harus bisa menguasai ekonomi di negeri ini.

“Jamaah nahdliyin di Indonesia mencapai lebih dari 100 juta jiwa, itu artinya lebih dari 50% orang
muslim di negeri ini adalah jamaah NU. Secara pasar ini adalah market yang sangat seksi dan sangat
besar potensi ekonominya,” kata
A. Khoerussalim Ikhs., Ketua LPNU Jakarta Timur, Founder dan inisiator Nusa Mart.

Jika semua keluarga nahdliyin masing-masing keluarga berbelanja sembako setiap bulannya
minimum Rp 300.000,- saja maka sesungguhnya potensi ekonomi dan perputaran uang di kalangan nahdliyin
sangatlah besar sekali. Padahal orang-orang NU faktanya membelanjakan uangnya dalam
sebulan lebih dari itu untuk berbagai keperluan keluarganya, baik untuk beli sembako dan keperluan-keperluan konsumtif lainnya.

Setiap bulannya ada lebih dari 30 trilyun perputaran uang di kalangan
nahdliyin untuk satu rumpun produk sembako saja yang setiap harinya dikonsumsi. Bahkan bisa jadi
lebih dari 50 trilyun jika dihitung belanja orang-orang NU untuk kebutuhan seperti pendidikan,
kesehatan, liburan dan lainnya.

“Pertanyaannya, dari angka sebesar itu uang berputar di kalangan nahdliyin, NU secara organisasi
selama ini memperoleh apa dari uang-uangnya jamaah tersebut? NU secara organisasi belum
memperoleh apapun dari uangnya orang-orang nahdliyin sendiri. NU masih membiarkan pasar besar potensial itu terus dan terus digarap orang lain.

“NU masih tidur pules menikmati posisinya
sebagai pasar dan konsumen yang baik. NU belum menggerakkan potensi sumber daya jamaahnya
yang selama ini menjadi modal sosial yang dimiliki NU untuk berubah menjadi financial capital,” katanya.

NU masih membiarkan social capitalnya dimanfaatkan sebagai pasar bagi produk-produk orang lain. NU belum menggunakan jamaah yang begitu besar sebagai potensi ekonomi yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan organisasi dan jamaahnya.

Sesi kedua, materi pelatihan terfokus pada praktek di kelas laboratorium komputer. Seluruh peserta belajar langsung mengoperasikan aplikasi market place Nusa Mart dengan dibimbing oleh para
leader tim penggerak dan manajemen Nusa Mart. Mereka praktek dan secara jelas dipaparkan
tentang segala potensi ekonomi dari aplikasi Nusa Mart ini.

Aplikasi market place Nusa Mart ini bisa menjadi mall bersama warga nahdliyin di seluruh nusantara.
Aplikasi ini bisa menjadi pasar bersama seluruh produk-produk masyarakat Indonesia dimanapun
berada sejauh terjangkau dengan internet.

“Silahkan anda yang memiliki produk-produk, para pelaku bisnis UMKM, pemilik toko sembako, restoran, fashion, elektronik, makanan olehan, minuman dan aneka produk-produk UMKM lainnya yang sehari-hari dibutuhkan masyarakat, anda bisa menjualnya
di pasar e-comerce yang diinisiasi oleh LPNU Jakarta Timur ini. Aplikasi ini akan menyatukan pasar nasional kita sesama warga nahdliyin di seluruh Indonesia dan bahkan dunia,” katanya.

Di sinilah pentingnya membangun network sebagai jaringan pasar bersama yang
akan saling terhubung dalam satu aplikasi yang bisa dilihat dan dibuka toko-tokonya dimana pun.

“Semuanya sudah serba digital, termasuk seluruh proses transaksinya.
Proses transformasi digital ini harus terus digalakkan di kalangan nahdliyin supaya kita tidak
tertinggal,” katanya.

Untuk itu, santri-santri pondok pesantren harus diedukasi dengan model-model bisnis gaya baru kekinian. Masyarakat nahdliyin harus melek dengan industry digital ini. Karena sebaik apapun
produk-produk anda kini sudah pasti akan menuju pasar global yang sarat dengan teknologi digital,
sedang cara-cara berjualan dengan konvensional dan kolonial pasti akan ditinggalkan oleh para
konsumennya.

“Sekali lagi, santri harus melek teknologi digital, termasuk harus tahu perkembangan
indutri marketing digital yang kini diluar sana terberkembang super pesat. Jangan sampai kita hanya
akan terus menjadi penonton di negeri sendiri,” katanya. (*/nusamart/my)

BeritaTerkait

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *