INDEF : Pemulihan Ekonomi, Perhatikan Sektor yang Belum Pulih

Para pekerja di pabrik sepatu
Bagikan yuk..!

Jakarta, Radar96.com – Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, pemerintah bisa memberikan insentif bagi industri yang terdampak karena pandemi dan pelemahan ekonomi dunia.

“Kalau ditanya terkait dengan bagaimana kita bisa menjaga sektor manufaktur maka perlu dilihat kembali sektor mana yang cukup terdampak akibat Covid kemarin dan sampai dengan sekarang belum terlihat pemulihannya dan ini perlu dipetakan juga oleh Kemenperin,” ujar Andry saat berbincang hari ini.

Sejak pandemi sampai dengan masa pemulihan sekarang ini, masih ada industri yang belum pulih. “Kalau kita lihat justru pemetaan dari sub sektor yang masih terdampak dan masih belum cukup pulih tersebut itu stimulus yang diberikan masih belum ada menurut saya gitu ya, masih belum ada kebaruan, nah ini yang menurut saya perlu kembali diingatkan gitu ya kepada pemerintah,” jelas Andry.

Misalnya saja industri tekstil dan alas kaki. Mereka sangat terdampak dan belum pulih sampai dengan sekarang. Mereka digempur produk impor dan juga menurunnya permintaan dari luar negeri.

“Juga tingginya inflasi ini masih belum bisa memulihkan kinerja subsektor industri dalam negeri yang sudah berbasis ekspor ya, mungkin kalau saya bisa bilang mayoritas ekspor seperti yang tadi saya sebutkan tekstil pakaian jadi dan juga alas kaki gitu,” kata Andry.

Maka, ketika pemerintah mengetahui industri mana yang bisa diselamatkan, maka extra effort diberikan ke sana. Dia menilai sejauh ini banyak kebijakan yang tidak tepat sasaran.

“Salah satunya mungkin kalau bisa kita sebutkan seperti mobil listrik ya fasilitasi subsidi dari mobil dan motor listrik itu kan semata-mata bukan menguntungkan industri gitu kan justru menguntungkan dari dealer-dealer dan juga pedagang mobil dan motor gitu ya,” ungkap Andry.

Pemerintah pun diminta untuk memberi perhatian khusus pada industri yang terdampak, selain tentunya menggali potensi ekspor dan hilirisasi. ”Kembali lagi yang dikejar itu sebetulnya apa gitu ya, apa yang diprioritaskan juga di tahun ini gitu,” tandas Andry.

Sebelumnya, menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Pemerintah tetap optimis, waspada, dan antisipatif. Pemerintah juga menyiapkan berbagai strategi dan kebijakan agar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% (yoy) di tahun 2023 dapat tercapa

“Kalau kita bicara global, memang global masih ada awan hitam, bahkan Managing Director IMF mengatakan Indonesia itu adalah the bright sight in the dark. Nah tentu Indonesia berharap, karena kita punya resiliensi selama penanganan pandemi covid, ini juga berharap punya resiliensi untuk di tahun 2023 ini,” ujar Menko Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini.

Untuk menjaga kinerja sektor manufaktur, Menko Airlangga mengatakan bahwa Pemerintah perlu optimis, tetap menjaga demand, serta melakukan tindak lanjut hilirisasi dan pengembangan ekosistem di sektor manufaktur. Sedangkan dari sektor riil, Pemerintah akan meningkatkan kinerja industri berorientasi ekspor yang semakin berdaya saing.

Pemerintah, lanjut Airlangga, juga telah menetapkan kebijakan larangan ekspor bauksit yang akan berlaku mulai Juni 2023. Ia mengungkapkan sebagian besar kebutuhan alumina masih impor, sehingga pembangunan smelter di dalam negeri menjadi prospek yang menjanjikan.

Menanggapi hal itu, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan kebijakan tersebut tidak serta-merta akan berimbas pada dinamika pertumbuhan ekonomi tahun 2023, meski tetap akan berpengaruh terhadap neraca dagang Indonesia.

“Memang pelarangan ekspor tentu akan mempengaruhi kinerja neraca dagang tapi juga kita perlu melihat bagaimana kinerja dari komoditas lain di luar bauksit,” terangnya.

Menurut Yusuf, pelarangan bauksit itu harus dilihat dengan perspektif jangka panjang. “Yang perlu dilihat dari kebijakan ini adalah dampak jangka panjang yang diharapkan karena kita tahu bahwa proses dari hilirisasi adalah menambah nilai tambah suatu produk untuk jadi lebih besar dibandingkan posisi sebelumnya,” terusnya.

Berkaca pada kebijakan pelarangan ekspor nikel. Kebijakan itu tidak serta-merta mempengaruhi kinerja ekspor nikel pada satu tahun, tetapi baru berdampak pada 3-4 tahun setelahnya.

“Diharapkan dengan semakin banyak smelter proses dari pelarangan, biji bauksit ini bisa diolah di dalam negeri sehingga nanti diolah menjadi produk dengan nilai tambah yang lebih besar,” pungkasnya.(***)

BeritaTerkait

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *