Jakarta, Radar96.com – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah ‘di-kavling’ sehingga tidak akan netral.
“Masalah utama di KPU dan Bawaslu adalah mereka sudah dikapling oleh Parpol, bahkan presiden, sehingga Bawaslu hanya melihat presiden dukung siapa, maka di situlah netralitas Bawaslu pun tumpul,” kata Petrus hari ini (24/11/23). Sehingga siapapun yang dilaporkan, termasuk Wamendes Paiman Raharjo, tidak akan ditindak dengan alasan bukti-bukti tidak cukup.
Meski Bawaslu sudah ‘di-kavling’, bukan berarti mereka lepas bekerja sendiri. “Bawaslu harus bersikap tegas, media juga harus terus menyuarakan, DPR harus awasi pelaksanaan UU Pemilu dan presiden sebagai penanggung jawab Pemilu Jurdil harus menjadi bagian terdepan memberi contoh dan perintahkan aparaturnya bersikap netral dan bertindak tegas bila ada pelanggaran,” ungkap Petrus.
Salah satu potensi pelanggaran yang tengah diusut Bawaslu adalah saat Deklarasi Apdesi di Jakarta beberapa waktu lalu. Namun sayang, belum selesai hal itu, lagi-lagi dalam Rakerda Apdesi di Jawa Barat, mereka mengundang Capres Prabowo Subianto.
Dalam sambutannya, Prabowo berkata, “Saya berharap dan berdoa bahwa saudara tidak lupa dengan saya,” katanya. Menanggapi hal itu, Petrus mengatakan sebagai pelanggaran mencuri start dan menggunakan Apdesi.
“Saya kira pola-pola curi start dan menggunakan instrumen negara untuk kepentingan pemenangan Pilpres, hanya bisa dilakukan oleh Paslon yang didukung Jokowi, yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming,“ kata Petrus. Oleh karena itu Rakerda Apdesi di Jabar itu pasti masih dalam semangat yang sama yaitu memenangkan Prabowo-Gibran; dan itu menyalahi aturan dan prinsip netralitas para aparatur negara.
Tingkah Paslon ini bukan tanpa alasan. Kata Petrus, ada peran Presiden Jokowi, karena anaknya berada dalam kontestasi. “Rezim Jokowi di ujung pemerintahannya mulai menerapkan pola-pola Orde Baru yaitu menggunakan instrumen kekuasaan yang dimiliki lalu memperalat dan mendayagunakan aparatur negara untuk mencapai kemenangan dalam Pileg dan Pilpres,” beber Petrus.
Amankan Posisi
Sementara itu, aktivis hukum Feri Amsari menilai penghentian pengusutan itu sebagai indikasi kekhawatiran Bawaslu atas diri mereka sendiri. “Bawaslu sepertinya mengkhawatirkan posisi mereka sendiri karena yang diselidiki adalah Wamendes yang menjadi tim sukses dari anak presiden,” terangnya.
Pasalnya, menurut Feri, bukti ketidaknetralan itu sudah sangat jelas. “Saya pikir sangat jelas ada bukti video yang memperlihatkan keterlibatan Wamendes. Dan sejauh ini, Bawaslu tidak melakukan tindak lanjut untuk memeriksa dan menelaah perkara itu,” tambahnya.
Feri juga menyebut hal itu mengindikasikan adanya kecurangan Pemilu yang tidak hanya dilakukan penyelenggara negara, tetapi juga penyelenggara Pemilu. “Ini kan mengindikasikan bahwa kecurangan Pemilu tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara yang menyalahgunakan program-program negara untuk kepentingan calon-calon tertentu. Dan penyelenggara seperti Bawaslu berdiam diri membiarkan kecurangan itu terjadi di depan mata,” tandas peneliti PoshDem Universitas Andalas itu.
Ia pun mendorong agar Bawaslu melakukan langkah konkret untuk menjamin netralitas. Kendati demikian, pihaknya juga tengah menyiapkan langkah hukum lain.
“Langkah-langkah konkret harusnya di Bawaslu, tapi kami sedang memikirkan untuk melakukan langkah hukum lain berupa pengaduan di Pengadilan TUN, ini sedang kami telah, melihat potensi dan kemungkinannya, terutama cara-cara Bawaslu menyikapi masalah ini,” pungkasnya.(*)