Jakarta, Radar96.com – Larangan politik dinasti patutnya diatur secara tegas. Mengingat potensi bahaya yang ditimbulkannya. Kendati demikian, tidak mudah untuk mengatur hal tersebut karena pernah diputus Mahkamah Konstitusi (MK).
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Violla Reinanda mengatakan, tidak bisa lagi mengandalkan etik untuk mengunci perilaku elite maupun pejabat negara. Namun perlu memperkuat undang-undang yang sudah ada.
“Kita tidak bisa lagi sekadar mengandalkan etik untuk mengunci perilaku elite politik atau pejabat negara, terbukti di peristiwa ketatanegaraan akhir-akhir ini, tidak ada sama sekali budaya malu setelah terbukti melanggar etik dan hukum,” kata Violla hari ini (24/11/23).
Sebaliknya, aturan hukum yang ada saat ini harus dimaksimalkan menjadi basis pengawasan dan penegakkan hukum. “Misalnya soal-soal pidana Pemilu, UU Tipikor, dan UU Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN untuk memastikan Pemilu berjalan secara fair dan bersih,” imbuh Violla.
Dia juga menyarankan untuk segera merumuskan RUU tentang benturan kepentingan yang sudah menjadi rekomendasi dari Tim Percepatan Reformasi Hukum Kemenko Polhukam, artinya jadi amanat untuk pemerintahan berikutnya.
“Pada RUU tersebut, dapat mengatur secara lebih komprehensif tentang definisi conflict of interest dalam kandidasi Pemilu, apa itu politik dinasti, serta bagaimana membatasinya, apa sanksinya, dan lembaga mana yang berwenang dalam penegakkan hukum,” jelas Violla.
“Benturan kepentingan dalam pemerintahan merupakan ancaman serius terhadap integritas, transparansi, dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pemerintahan. Bahaya utama dari fenomena ini dapat merusak prinsip-prinsip dasar demokrasi,” tegas Violla.
Dengan demikian, undang-undang ini akan menjadi alat penting dalam mencegah praktik-praktik yang tidak etis dan memastikan bahwa pejabat negara bertindak dalam kepentingan terbaik masyarakat dan negara, bukan dalam kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu.
Kesadaran Etik
Sementara itu, peneliti di Perludem Kahfi Adlan Hafiz menilai adanya hambatan untuk membendung politik dinasti melalui jalur hukum semata. “Saya kira memang agak sulit melarang politik dinasti melalui pendekatan hukum semata,” sambungnya.
Oleh sebab itu, ia mengungkapkan pentingnya penumbuhan kesadaran etika dalam berpolitik, terutama pada para pejabat negara. “Tentu yang paling penting hari ini adalah kesadaran etik para pejabat negara untuk menahan keluarganya maju dalam politik,” tandasnya.
Jika kerabat dan keluarga para pejabat aktif maju dalam pertarungan Pemilu, dikhawatirkan ada tindakan favoritisme yang dilakukan demi pemenangan keluarganya. Inilah yang saat ini terjadi saat Gibran Rakabuming Raka maju di gelanggang Pilpres 2024, saat sang ayah Joko Widodo masih menjabat Presiden RI.
“Ini juga potensial terlihat gamblang menjelang masa kampanye ketika putra presiden menjadi Cawapres,” pungkasnya.(*)