Jakarta, Radar96.com – Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri mengajak masyarakat untuk bijaksana menggunakan hak pilihnya. Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menambahkan, jika salah pilih, maka reformasi terancam hilang.
“Mengingatkan bagi semua warga yang berhak memilih, jangan lupa akan rekam jejak buruk calon pemimpin di masa lampau yang belum jelas pertanggungjawaban hukum dan moralnya. Jika warga masyarakat salah memilih, maka kita akan kembali harus memperjuangkan reformasi yang sekarang terancam hilang oleh ambisi kekuasaan tanpa moralitas,” kata Petrus hari ini (30/11/23).
Dalam pidato Megawati di Jakarta beberapa waktu lalu, Presiden RI ke-5 ini mengingatkan bahwa pada dasarnya reformasi adalah untuk membatasi kekuasaan. Sebagai sebuah amandemen, aturan tersebut mestinya cukup diikuti, dan tidak boleh dilanggar.
“Sebagai seorang mantan Presiden RI dan sebagai ketua umum partai nasionalis terbesar di Indonesia, pernyataan keras Bu Mega dalam Rakernas soal pentingnya praktik bernegara tetap berada dalam frame konstitusi demi mewujudkan demokrasi yang bermartabat,” kata Petrus.
Masih menurut Petrus, harus ada orang-orang yang mengingatkan maksud dan tujuan kita bernegara, menjalankan demokrasi dan melaksanakan Pemilu yang Jurdil. “Menjaga demokrasi yang tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, terutama lewat Pemilu yang jujur, adil dan bebas tanpa ada pemaksaan kehendak, tanpa ada kecurangan dan lainnya,” imbuh Petrus.
Gelaran kampanye Pemilu sudah dimulai. Semua pihak menjunjung prinsip-prinsip Pemilu tanpa tapi. “Prinsip-prinsip Pemilu harus ditegakkan, karena Indonesia adalah negara hukum menuntut adanya Pemilu yang jujur dan damai, peradilan yang bebas tanpa intervensi, perlindungan terhadap HAM dengan tetap menghargai pembatasan yang dilakukan oleh UU untuk menjamin HAM orang lain,” tandas Petrus.
Kesadaran Masyarakat
Dalam kesempatan terpisah, pakar politik Prof Ikrar Nusa Bakti menilai, berbagai upaya intervensi di bidang hukum dan politik yang terjadi akhir-akhir ini untuk melanggengkan sebuah kekuasaan telah membahayakan demokrasi Indonesia.
“Kami yang selama ini selalu bersuara keras itu bukan kita ingin menginjak konstitusi, tapi kita ingin presiden menghormati konstitusi dan mengembalikan demokrasi pada rel yang benar. Ini bukan lagi haus kekuasaan, tapi benar-benar kalau orang Jawa bilang gragas, artinya rakus,” ucapnya di Jakarta.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Tunisia ini menegaskan, “berpolitik itu harus ada etika!” Baginya, etika itu sangat penting dan erat kaitannya dengan daya tahan politik.
Dia menambahkan bahwa kita harus berhenti berpikir bahwa semua orang Indonesia “memiliki niat baik”. Dia mengkritisi tajam sikap-sikap politik Joko Widodo yang berlaku seperti seorang raja.
Untuk itulah, dia berharap agar masyarakat bisa melihat dan sadar akan adanya upaya-upaya mencederai demokrasi bangsa. Hal itu berbahaya bagi masa depan Indonesia, sehingga diperlukan kekuatan bersama.(*)