Oleh Ahmad Inung *)
Bagi Anda penyuka musik jazz atau pop klasik, pasti Anda mengenal Nat King Cole. Nama aslinya adalah Nathaniel Adams Coles (1919-1965).
Dia adalah seorang pianis musik jazz, penyanyi, sekaligus seorang aktor berkulit hitam. Selama hampir tiga dekade, dia berada di puncak karirnya. Lebih dari seratus lagu telah direkamnya, di mana lagu-lagunya merajai top chart di Amerika Serikat saat itu.
Salah satu lagunya yang masih akrab di telinga kita hingga saat ini berjudul L.O.V.E., di mana salah satu penggalan liriknya adalah “Love is all that I can give to you. Love is more than just a game for two. Two in love can make it. Take my heart and please don’t break it. Love was made for me and you.” (Hanya cinta yang dapat kuberikan padamu. Cinta bukanlah sebuah permainan bagi dua orang. Dua orang yang sedang jatuh cinta dapat mengatasi segalanya. Terimalah hatiku dan jangan membuatnya patah. Cinta diciptakan untukku dan untukmu).
Nat King Cole adalah penyanyi pria yang sangat populer di tahun 50-an. Di tahun 1956, dia menghasilkan pendapatan US $ 4.500 per minggu dari pertunjukannya di panggung hiburan Las Vegas. Itu berarti pendapatan Nat King Cole dalam satu tahun adalah US$ 234.000.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh U.S. Department of Commerce dan Bureau of the Census, rata-rata income per kapita laki-laki Amerika di tahun yang sama adalah sebesar US$ 3.600 per tahun (“Income of All-Time High in 1956,” Juni 1957, Series P-60, No. 25).
Jika kita menggunakan kurs dollar Amerika saat ini yang berada di kisaran Rp16.000, dalam satu tahun Nat King Cole mendapatkan pemasukan sebesar Rp3.744.000.000. Bandingkan dengan pendapatan per kapita rakyat Indonesia di tahun 2023 yang hanya sebesar US$ 4.919,7 atau Rp75 juta per tahun. (Lihat: https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2024/02/05).
Jika Anda mengira bahwa Amerika sangat menghargai Nat King Cole semasa hidupnya, Anda salah total. Di tahun-tahun puncak karirnya, dia adalah penyanyi utama di Hotel Thunderbird. Ini adalah hotel khusus orang kulit putih. Di hotel di mana dia menghibur para manusia kulit putih ini, dia hanya diizinkan untuk berada di ruang pertunjukan dan tempat istirahat juru masak di belakang dapur. Manajernya mendapatkan satu akomodasi kamar hotel karena ia berkulit putih. Sedang Cole sendiri sering tinggal di sebuah kos-kosan.
Frank Sinatra (1915-1998), salah seorang penyanyi Amerika kulit putih yang sezaman sekaligus fans berat Cole, memberi kesaksian tentang diskriminasi yang dialami Cole ini.
Pada saat Sinatra manggung di Sands Hotel and Casino, Sinatra melihat Cole hampir selalu makan malam sendirian di ruang gantinya. Mengetahui hal itu, Sinatra bertanya kepada George, pelayannya yang kebetulan berkulit hitam, perihal tersebut. George menjelaskan bahwa orang berkulit hitam tidak diizinkan untuk berada di ruang makan hotel. Mendengar itu Sinatra sangat marah. Dia katakan kepada petugas yang menangani tamu dan pramusaji bahwa jika hal itu terjadi lagi, maka dia memastikan bahwa semua orang akan dipecat.
Malam berikutnya, Sinatra mengundang Cole makan malam bersamanya. Makan malam dua penyanyi ini menjadi peristiwa bersejarah karena itu menjadikan Nat King Cole sebagai orang kulit hitam pertama yang duduk dan makan malam di Garden Room, Sands Hotel and Casino, Las Vegas. Sands Hotel and Casino adalah hotel dan kasino yang sangat bersejarah di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat. Hotel ini beroperasi dari tahun 1952 hingga 1996. Selama masa kejayaannya, hotel ini menjadi panggung bagi banyak penghibur besar saat itu.
Anak-anak sekolahan ketika belajar sejarah hak asasi manusia pasti diajari bahwa standar penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia yang ada saat ini berasal dari berbagai praktik baik yang dilakukan manusia Eropa dan Amerika Serikat.
Karena itu, maka anak-anak sekolah akan diajak mempelajari hak asasi manusia dengan melacak empat dokumen penting sebelum mempelajari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yaitu Magna Charta (1215), Bill of Rights (1689), Deklarasi Kemerdekaan AS (1776), dan Konstitusi AS (1787).
Itulah mengapa kita saat ini setiap kali berbicara HAM hampir selalu menjadikan Amerika dan Eropa sebagai teladan par excellence. Kisah Nat King Cole di atas menunjukkan bahwa Amerika Serikat sendiri hingga tahun 60-an masih dipenuhi dengan berbagai praktik diskriminasi terhadap orang-orang berkulit hitam. Penyakit ini masih mengeram hingga saat ini. Bahkan sentimen negatif terhadap manusia non-kulit putih berhasil dikapitalisasi dalam kampanye politik hingga mengantar Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat ke-45.
Jika Magna Charta dan Bill of Rights yang berisi janji Raja dan para ningrat Inggris untuk tidak berlaku sewenang-wenang kepada rakyatnya dicatat sebagai dokumen penting HAM, orang harus tahu bahwa jaminan ini tidak berlaku bagi para budak.
Bandingkan dengan apa yang disampaikan Rasulullah pada saat Haji Wada’ di tahun 632 M, hampir enam ratus tahun sebelum Raja Inggris dipaksa menandatangani Magna Charta, atau lebih dari seribu tahun sebelum Thomas Jefferson menandatangani Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat.
Pada saat Haji Wada’ ini, Rasulullah menyampaikan khutbahnya yang dengan jelas berisi prinsip kesetaraan umat manusia. Di dalam hadits yang diriwayakan Imam Ahmad, dinyatakan: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، كُلُّكُمْ لِآدَمَ، وَآدَمُ مِنْ تُرَابٍ Artinya: “Wahai manusia, ketahuilah sesungguhnya Tuhanmu Esa. Nenek moyangmu satu. Kalian semua berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah.” (HR. Ahmad).
Di hadits lain lain, kesetaraan umat manusia dinyatakan lebih jelas dan terperinci. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى Artinya: “Wahai manusia, ketahuilah sesungguhnya Tuhanmu Esa. Nenek moyangmu satu. Ketahuilah, tidak ada kelebihan bangsa Arab atas bangsa non-Arab; tidak ada kelebihan bangsa non-Arab atas bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang berkulit putih atas orang berkulit hitam; tidak ada kelebihan orang berkulit hitam atas orang berkulit putih, kecuali dengan takwanya”. (HR. Ahmad).
Dengan dokumen yang terang benderang seperti ini, mengapa begitu sulit mengakui bahwa Khutbah Wada’ adalah salah satu dokumen HAM yang penting, bahkan jauh lebih penting dari Magna Charta dan kawan-kawannya.
Bahkan, pejuang HAM pun harus jujur dengan sejarah kan? Dengan prinsip kemanusiaan inilah, komunitas Muslim dibangun oleh Rasulullah. Tidak mengherankan jika seorang budak berkulit hitam, Bilal bin Rabah, menjadi tukang azan dan salah satu sahabat yang sangat disayangi Rasulullah.
Ah, andaikan Nat King Cole hidup sezaman dengan Rasulullah! (*/arina.id)
Tasawuf Urban
Ada yang Harus Disembelih dari Hati Kita
Oleh Ahmad Inung *)
Ada yang harus disembelih dari hati kita. Yaitu, nafsu kebinatangan yang mengeram dan memburamkan mata hati.
Jika manusia dilihat dari kelengkapan dan kemampuan fisiknya, kita hanyalah salah satu dari jenis binatang yang berjalan tegak dengan dua kaki.
Bahkan, dalam beberapa hal, kita memiliki derajat yang lebih rendah. Kekuatan fisik kita kalah dengan gajah. Kemampuan lari kita kalah dengan citah. Kemampuan penglihatan kita kalah dengan elang. Kemampuan pendengaran kita kalah dengan anjing.
Seandainya seluruh kemampuan fisik istimewa dari makhluk binatang dikumpulkan pada satu orang manusia, apakah manusia tersebut akan menjadi mulia? Tentu tidak, sekalipun jika itu terjadi akan menjadi sebuah fenomena yang mengagumkan.
Mengapa bisa seperti itu? Karena manusia memiliki standar kemuliaan yang berbeda dengan binatang. Kemuliaan manusia ditentukan oleh ketaqwaannya. Manusia sebagai muttaqin (hamba yang bertakwa) adalah dia yang bernilai mulia di sisi Allah.
Siapakah muttaqin ini? Di dalam surah al-Baqarah dinyatakan bahwa muttaqin adalah mereka yang percaya pada yang ghaib, mendirikan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki dari Allah.
Intinya, bahwa standar kemuliaan manusia adalah bertauhid, menjaga ketauhidannya dengan terus menjaga statusnya sebagai abid (hamba) yang beribadah kepada-Nya.
Tapi ini tidak cukup. Allah juga memerintahkan bahwa hamba yang muttaqin adalah mereka yang juga memiliki perilaku sosial yang baik. Di sinilah manusia dan binatang terbedakan. Binatang akan memakan binatang lain yang lebih lemah. Binatang jantan akan menyingkirkan, bahkan membunuh, pesaingnya sekedar untuk bisa membuahi betina yang diinginkannya. Dia mungkin akan berbagi makanan, tapi hanya untuk gerombolannya.
Standar kemuliaan binatang ditentukan pada kehebatan memangsa binatang lain di mana puncak piramida kemuliaan adalah siapa yang cakar dan taringnya paling mematikan. Kebinatangan inilah yang harus kita bersihkan dari dalam diri kita.
Sekali diri manusia dipenuhi dengan sifat-sifat kebinatangan, hidupnya akan diabdikan untuk memburu dan membunuh siapa saja.
Dalam sejarah panjang agama, di mana ekspresi terbenderangnya adalah berbagai praktik peribadatan, tidak jarang justru terjebak dalam perangkap nafsu dan perilaku kebinatangan. Karena Tuhan digambarkan sebagai Zat yang Maha Perkasa, yang bisa melakukan apa saja kepada manusia, peribadatan manusia kepada Tuhan bisa terperosok ke dalam mengorbankan manusia untuk Tuhan.
Altar-altar persembahan dipenuhi dengan aliran darah dan persembahan daging untuk Tuhan. Yang hilang dari gambaran Tuhan ini adalah sifat rahman dan rahim-Nya.
Dalam Islam, Allah sejak awal memproklamasikan dirinya sebagai Dzat Maha Pengasih dan Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Kita diminta Allah terus melafalkan dua sifat-Nya melalui bacaan bismi Llahi al-rahman al-rahim di setiap perilaku kita.
Perintah menyembelih binatang kurban adalah manifestasi dari ajaran kasih sayang ini. Cermin hati kita tidak bisa menangkap sifat rahman dan rahim Allah jika masih diburamkan oleh berbagai nafsu kebinatangan.
Hanya hamba yang telah menyembelih nafsu kebinatangan yang mengeram di hatinyalah yang akan bisa memenuhi hatinya dengan sifat-sifat ilahiah.
Hamba yang hatinya dipenuhi sifat-sifat ilahiah akan terwujud ke dalam perilaku yang baik kepada sesama. Rasulullah berpesan, Takhallaqu bi akhlaqi-Llah (Berakhlaqlah dengan akhlaq Allah). Pesan ini senada dengan firman Allah dalam surah al-Qashah:77, Wa ahsin kama ahsa Allah ilaik (Berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu).
Perintah untuk berkurban memang hanya sekali dalam setahun. Tapi di sekitar kita ada orang- orang yang tidak tahu harus makan apa hari ini. Di sekitar kita ada anak-anak yang hanya menatap kawan-kawannya membeli jajanan karena kemiskinan ibunya tak sanggup memberinya uang jajan sekolah. Ada juga nenek-nenek yang tinggal di gubung reyot, di mana setiap hari harus berjalan kaki puluhan kilometer untuk berjualan agar sekedar bisa makan.
Jika kita binatang, kita akan menyingkirkannya, membunuhnya, karena kemuliaan binatang ditentukan seberapa banyak membunuh yang lain. Tapi kita manusia kan? Itulah mengapa kita harus berkurban. Tidak hanya setahun sekali, tapi setiap hari. Mengapa? Agar kemanusiaan kita tak jatuh ke dalam nafsu kebinatangan. (*/arina.id)
*) Inung atau Ahmad Zainul Hamdi adalah Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama.
*) Sumber: https://arina.id/perspektif/ar-41pz2/andai-nat-king-cole-bertemu-rasulullah