Surabaya, radar96.com/MAS – Khotib Sholat Idul Adha 1445 H di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS) Drs. H. Mufi Imron Rosyadi, M.E.I (Plt. Kakanwil Kemenag Jatim) menyatakan Sholat Idul Adha, Haji, dan Kurban adalah tiga ibadah dalam rangkaian Idul Adha yang sama-sama mengajarkan kepasrahan kepada Allah SWT.
Dalam khutbah bertema “Tiga Ibadah Satu Kepasrahan” itu, ia menjelaskan setiap hadir hari raya Idul Adha, umat Islam selalu dipertemukan dan sekaligus diingatkan oleh tiga jenis ibadah, yakni sholat idul adha, ibadah haji dan ibadah qurban.
“Sholat Idul Adha meskipun bukan wajib tetapi semangat beribadah untuk berjamaah mengikuti sholat Idul Adha serasa wajib, kita serasa tidak puas kalau tidak bisa ikut sholat Idul Adha di masjid atau di tanah lapang seperti sekarang ini,” katanya dalam khutbahnya di Masjid Al Akbar Surabaya, Senin.
Dalam kegiatan yang didahului Sholat Idul Adha dengan imam KH Abdul Hamid Abdullah SH, M.Si (Imam Besar MAS) itu, khotib mengatakan sholat hari raya itu sholat sunat serasa wajib, karena sesungguhnya sholat itu bentuk kepasrahan kepada Allah Maha Kuasa.
“Yang kedua, setiap hari raya Idul Adha, kita juga selalu diingatkan dengan ibadah haji. Saat ini, jamaah haji Indonesia sekitar 241.000 diantara sekitar 3 jutaan Muslim yang beribadah haji, yang antrean haji di Jatim sampai 34 tahun untuk menunggu.
“Ibadah haji memberikan pelajaran penting tentang kepasrahan hidup. Haji adalah pembelajaran penting menuju kematian dan kehidupan akhirat. Pertama, jamaah haji ketika hendak berangkat haji dikumandangkan suara adzan dan dibacakan iqomah seperti orang meninggal saat berada di dalam lubang liang lahat, sebelum ditimbun dengan tanah liat,” katanya.
Kedua, pakaian yang digunakan saat haji pun berwarna putih seperti kain kafan untuk orang meninggal. Ketiga, orang yang pergi haji meninggalkan semua yang ada di rumah, seperti orang yang mau menuju kematian seakan meninggalkan semuanya. Keempat, dalam ibadah haji ada wukuf di padang arofah, mengingatkan padang mahsyar.
“Yang ketiga, selain sholat hari raya dan haji, Idul Adha juga mengingatkan dengan ibadah qurban, yang merupakan ujian keimanan Nabi Ibrahim, dengan kerelaan berkorban.
Pengorbanan sesuatu yang paling dicintai semata-mata memenuhi perintah Allah adalah contoh puncak kepasrahan yang luar biasa,” katanya.
Pelajarannya, bisakah kita mengorbankan atau melepaskan yang kita punyai karena kecintaan kita kepada Allah, sanggupkah kita kehilangan harta yang kita cintai karena semata-mata memenuhi perintah Allah, sanggupkah kita kehilangan atau mengurbankan jabatan, kedudukan karena kecintaan kita kepada Allah.
“Keimanan manusia kadang naik dan kadang turun. Berqurban di zaman Ibrahim, berbeda dengan zaman sekarang, perintah menyembelih Ismail diganti dengan perintah menyembelih hewan, yang dimaknakan menyembelih nafsu kebinatangan, nafsu menumpuk dan memiliki harta sebanyak-banyaknya, nafsu mencintai jabatan dan kedudukan, nafsu mencintai selain Allah. Berkurban itu berat, karena kita terlalu cinta selain Allah,” katanya.
Dalam kitab Nasaihul Ibad disebutkan bahwa Rasulullah khawatir keadaan umatnya, karena terlalu cinta lima hal menyebabkan dia melupakan lima hal yang lain.
Lima hal adalah terlalu cinta dunia, menyebabkan lupa akhirat, terlalu cinta hidup menyebabkan lupa mati, terlalu cinta harta menyebabkan lupa perhitungannya,
terlalu cinta gedung mewah menyebabkan lupa kuburannya, terlalu cinta makhluk menyebabkan lupa Penciptanya.
“Islam membolehkan kita senang kehidupan dunia tapi Islam melarang terlalu senangnya terhadap dunia hingga menyebabkan kita melupakan akhirat,” katanya.
Oleh karena itu, sisa umur yang ada hendaknya tidak dipakai untuk menyingkirkan orang dengan segala cara dan menyakiti orang lain di sekeliling, karena yang kita miliki adalah sementara dan semuanya akan diambil oleh yang punya (Allah).
“Pegawai, pejabat akan meletakkan jabatan, pensiun dan berlangsung menua dan akhirnya juga meninggal, pengusaha juga akan menua dan akan meninggal, tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun,” katanya. (*/mas)