By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
radar96.com | Berkarakter dan Edukatifradar96.com | Berkarakter dan Edukatifradar96.com | Berkarakter dan Edukatif
  • Home
  • Nahdliyyin
  • Sospol
  • Milenial
  • Gus File
  • Warta DigitalNew
Search
MORE MENUS
  • Kultural
  • Kolom
  • Kontrahoax
  • Ekraf
  • Tasawuf Urban
  • Berita Foto
  • Gus File
  • Inforial
  • Jatim Update
  • Opini
  • Siaran Pers
  • Tentang Kami
  • Pasang Iklan di Radar96
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Susunan Redaksi
© 2024 radar96.com. All Rights Reserved.
Reading: Merawat Tradisi dalam Sistem Penjaminan Mutu Pesantren
Share
Sign In
Font ResizerAa
radar96.com | Berkarakter dan Edukatifradar96.com | Berkarakter dan Edukatif
Font ResizerAa
  • Home
  • Warta DigitalNew
  • Nahdliyyin
  • Milenial
  • Kontrahoax
  • Ekraf
  • Sospol
  • Inforial
  • Kolom
  • Kultural
  • Gus File
  • Tasawuf Urban
Search
  • Home
  • Warta DigitalNew
  • Nahdliyyin
  • Milenial
  • Kontrahoax
  • Ekraf
  • Sospol
  • Inforial
  • Kolom
  • Kultural
  • Gus File
  • Tasawuf Urban
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Tentang Kami
  • Pasang Iklan di Radar96
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Susunan Redaksi
© 2024 radar96.com. All Rights Reserved.
radar96.com | Berkarakter dan Edukatif > Blog > Kolom > Merawat Tradisi dalam Sistem Penjaminan Mutu Pesantren
Kolom

Merawat Tradisi dalam Sistem Penjaminan Mutu Pesantren

06/01/2021
Pembelajaran di Pesantren Syubbanul Wathan Magelang, Jawa Tengah. (Foto: nu.or.id)
SHARE

Oleh Abdul Malik Karim Amrullah

Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 30 dan 31 Tahun 2020 sudah diluncurkan oleh Menteri Agama Fachrul Rozi, sebelum beliau diganti oleh Gus Yaqut Cholil Qoumas. PMA ini merupakan simbol perhatian pemerintah terhadap eksistensi Pesantren yang selama ini sudah memberikan kontribusi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ada satu bab khusus yang menarik penulis yaitu tentang Sistem Penjaminan Mutu Pesantren di Bab VII pasal 68. Dalam bab ini dibahas terkait sistem yang digunakan untuk melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan pesantren, untuk mewujudkan pendidikan bermutu, dan memajukan penyelenggaraan pendidikan pesantren.

Iklan.

Sistem penjaminan mutu tersebut diarahkan pada aspek peningkatan kualitas dan daya saing sumberdaya pesantren, penguatan pengelolaan pesantren, peningkatan dukungan sarana dan prasarana (Sarpras) pesantren.

Dari pernyataan pasal tersebut sebenarnya cukup mengakomodasi kepentingan pesantren kedepan. Akan tetapi mungkin perlu kita kaji bersama beberapa pasal tersebut dengan segala situasi perubahan kebutuhan masyarakat, terutama di zaman sekarang.

Iklan.

Pertama yang perlu dibahas yaitu seperti apakah mutu pesantren. Jika pertanyaan ini belum bisa dijawab, maka penjaminan mutu tidak akan bisa dicapai. Pasal 67 sebenarnya sudah menjawab tentang mutu pesantren yaitu kurikulum, lembaga, pendidik dan tenaga kependidikan serta lulusan.

Namun penjelasan ini masih sangat luas untuk bisa diukur ketercapaiannya dan sangat tergantung pada kapasitas masing-masing lembaga untuk bisa memastikan dan menjamin kepada masyarakat bahwa pesantren ini memang layak menjadi pilihan masyarakat.

Untuk mendefinisikan keempat standar mutu tersebut tentunya diperlukan peran Majelis Masyayikh untuk penjaminan mutu eksternal dan Dewan Masyayikh untuk penjaminan mutu internal. Perlu diketahui bahwa penjaminan mutu itu harus dimulai pergerakannya dari dalam lembaga tersebut. Apalagi pesantren yang memang dikenal dengan kemandiriannya, sehingga pesantren memang betul-betul memiliki kekhasannya sesuai gaya kepemimpinan kiai.

Dewan Masyayikh sangat menentukan dalam hal ini dan idealnya harus dipimpin oleh kiai itu sendiri untuk merencanakan, melaksanakan sekaligus mengembangkan penjaminan mutu di dalam pesantren.

Keberadaan Dewan Masyayikh sebagai lembaga penjaminan mutu internal di sini memang sangat krusial karena dewan ini bisa membawa pesantren kepada paradigma baru pesantren yang serba transaksional dan materialistis jika tidak hati-hati dalam mengelolanya.

Penetapan mutu pasti akan menetapkan indikator ketercapaian yang harus bisa diukur yang itu sangat jauh dengan tradisi yang selama ini dikembangkan oleh kiai dalam pesantren.

Dalam mendefinisikan mutu, Dewan Masyayikh harus lebih substantif dengan menggunakan prinsip-prinsip secara umum saja dan tidak menggunakan ukuran-ukuran yang selama ini digunakan oleh lembaga penjaminan mutu seperti Badan Akreditasi.
Penetapan standar cukup dengan penetapan prinsip-prinsip pelaksanaannya saja misalnya mutu kurikulum pesantren. Dewan Masyayikh harus menentukan prinsip pelaksanaan mutu kurikulum, misalnya dengan melibatkan asosiasi pesantren atau pesantren induk jika memang merupakan cabang pesantren tertentu.

Secara tata kelola, memang pesantren akan memiliki data statistik yang baik sehingga Majelis Masyayikh sebagai Badan Penjaminan Mutu Eksternal lebih mudah memberikan pengakuan pada pesantren. Tradisi ini memang secara tidak langsung akan mengubah tata kelola pesantren dengan perubahan perilaku organisasi di dalamnya, dan ini harus betul-betul diperhatikan oleh kiai sendiri agar tidak terjebak pada perilaku yang transaksional dan materialistis.

Bagaimanapun sistem penjaminan mutu akan menggerakkan seluruh elemen pesantren ke perilaku tersebut. Apalagi pemerintah akan memberikan bantuan untuk pelaksanaan manajemen mutu pesantren ini. Jangan sampai muncul perilaku merekayasa “Yang tak ada menjadi ada” agar bisa mencairkan bantuan dana tersebut. Jika perilaku ini muncul, maka pesantren sudah bukan lagi menjadi lembaga pendidikan pengembangan karakter yang selama ini sudah diakui dan menjadi contoh lembaga pendidikan nasional bahkan dunia.

Di era Pandemi Covid-19 ini, pesantren menjadi satu-satunya lembaga yang melaksanakan proses pendidikannya secara normal sesuai dengan tradisi lama. Dan, secara umum, yang menjadi kluster baru, pesantren pun tergolong sangat minim. Ini berarti pesantren semakin menunjukkan eksistensinya dalam berbagai situasi dan kondisi dan menurut saya pribadi itu sudah bisa disebut bermutu secara substansi.

Harapan saya semoga penjaminan mutu di pesantren nanti tidak akan sampai merusak sendi-sendi pendidikan karakter yang selama ini berjalan dan tergolong berhasil dilaksanakan. Jargon al-Muhafaddatu ala al-Qadimi al-Salih wal Akhdzu bi al-Jadidi al-Aslah harus menjadi nilai adaptasi pesantren untuk eksis di setiap zaman dengan perubahan kebutuhan sosialnya. Wallahu A’lam bi al-Shawab.

Penulis adalah Ketua Lakpesdam Kabupaten Malang dan Ketua Lembaga Penjaminan Mutu UIN Maulana Malik Ibrahim

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/125557/merawat-tradisi-dalam-sistem-penjaminan-mutu-pesantren
(26 Desember 2020)

Iklan.

You Might Also Like

Kesehatan adalah Angka Pengali: Pentingnya Moralitas dalam Pendidikan
Pelajaran Ekstrakurikuler jadikan Siswa Beradab
Dampak Game Bagi Anak dan Peran Orang Tua
Demokrasi yang Matang, Warisan yang Terjaga
HPN di Tengah Problematika Ekonomi Nasional
TAGGED:kolompesantrentradisi
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Copy Link Print
Previous Article Khofifah: Gus Dur lebih suka disebut sosok humanis
Next Article Presiden dan Agama

Advertisement

Iklan.

Iklan.

Berita Terbaru

Pengusaha/Profesional Nahdliyin Jakarta Kunjungi BRIN
Nahdliyyin
Tim Dokter Unusa Dampingi PkM Penurunan Stunting di Bangkalan
Sospol
Unusa dan DPKKR Kemenkes RI Gelar Kampanye Deteksi Dini Luka Psikologis di Pesantren
Sospol
ISHARI dan Kisah di Balik Berdirinya NU
Kolom

You Might also Like

Kolom

Kemanfaatan seseorang tergantung Taufik dari Allah

21/06/2021
Kolom

Perjalanan 100 Tahun

07/02/2023
Kolom

Kita boleh Terluka, tapi Jangan pernah Patah

08/08/2023
Kolom

Satu Abad NU, Menyerukan Perdamaian untuk Dunia

08/02/2023
radar96.com | Berkarakter dan Edukatifradar96.com | Berkarakter dan Edukatif
Follow US
© 2024 radar96.com. All Rights Reserved.
  • Tentang Kami
  • Pasang Iklan di Radar96
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Susunan Redaksi
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?