Jakarta (Radar96.com) – Pemerintah telah mengeluarkan izin impor daging sapi dan kerbau sebanyak 100.000 ton untuk memenuhi perkiraan kebutuhan daging selama puasa dan Lebaran tahun ini. Volume impor daging kerbau lebih banyak yakni 80.000 ton. Sisanya sebanyak 20.000 ton merupakan kuota daging sapi dari Brasil.
Langkah pemerintah itu pun mendapat perhatian serius dari Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Dengan jaminan tersebut, ia meminta agar pasokan daging saat Ramadhan tak lagi kekurangan. “Dengan jaminan itu, saya meminta pasar juga tidak menaikkan harga daging. Harga penjualan harus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan,” kata mantan Ketua Umum Kadin Jawa Timur itu dalam keterangan tertulisnya (8/3/2021).
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu juga meminta kepada masyarakat untuk tidak berlaku over konsumtif, apalagi saat ini kita masih berada dalam masa prihatin di tengah pandemi Covid-19. “Perekonomian kita belum stabil imbas Covid-19. Jadi saya imbau masyarakat untuk tidak berlaku konsumeristik karena kita masih dalam masa prihatin,” tutur mantan Ketua Umum PSSI itu.
Senator Dapil Jawa Timur itu mengingatkan masyarakat untuk membelanjakan uang mereka sesuai kebutuhan yang diperlukan alias tidak berlebihan. “Menghadapi bulan Ramadhan ini saya mengingatkan kepada masyarakat untuk membelanjakan uangnya pada hal-hal yang lebih dipentingkan, karena kita masih dalam suasana keprihatinan,” ucap LaNyalla.
Ia meminta kepada pemerintah untuk mengendalikan dan mengawasi pasar jelang Ramadhan, sebab biasanya harga-harga mulai tak terkendali pada perayaan hari suci umat Muslim tersebut. “Harga-harga itu biasanya tak terkendali. Ini sudah menjadi tugas pemerintah untuk mengantisipasi kenaikan harga-harga jelang Ramadhan, khususnya daging sapi dengan keluarnya izin impor ini. Jangan sampai impor dilakukan, tetapi harga di pasaran tetap tak terkendali,” katanya.
Dalam kaitan itu, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti juga menggaungkan revolusi pertanian menggunakan teknologi dalam menghadapi perubahan iklim yang belakangan ini melanda sejumlah wilayah di Indonesia, salah satunya Daerah Istimewa Yogyakarta. “Mari kita mulai revolusi pertanian dengan mengevaluasi gagal panen yang disebabkan oleh perubahan iklim dan cuaca,” ujarnya.
Ia juga meminta agar dilakukan evaluasi terhadap model pertanian yang selama ini dilakukan serta menemukan cara melalui teknologi untuk menghadapi perubahan iklim. “Kita bisa bekerjasama dengan negara-negara yang lebih maju di bidang pertanian yang sudah mampu mengembangkan revolusi pertanian, sehingga ketergantungan kepada alam akan berkurang,” tutur alumnus Universitas Brawijaya Malang tersebut.
Bukan tanpa alasan revolusi pertanian berbasis evaluasi terhadap perubahan iklim dan cuaca digaungkan oleh orang nomor satu di kantor Senator tersebut, sebab selama ini model pertanian Indonesia masih bergantung kepada alam. Seperti yang dialami wilayah Yogyakarta yang rentan mengalami kerawanan pangan yang disebabkan oleh gangguan cuaca. (*/mz)