Oleh M Aminuddin *)
Pada paruh pertama dekade 2000-an Pak Dr. Taufikurrahman Saleh SH,
MSI yang telah berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 20 Januari
2023 di kalangan aktivis adalah tokoh papan atas.
Apalagi, antara tahun 1999-2001, tokoh yang akrab disapa “Cak
Opick” adalah Ketua FKB DPR-RI yang yang membuatnya jadi penjaga
gawang utama Gus Dur di parlemen dari serangan-serangan para pihak
yang menggoyang Gus Dur melalui Pansus Bulogate.
Hampir tiap hari, wajah Cak Opick yang Ketua FKUB MPR-RI (2007),
dan Anggota Dewan Pertimbangan PP IKA UA 2017-2021/2021-2025 itu
menghiasi di berita-berita TV seperti ANTV, SCTV, Indosiar, TPI,
terutama acara talk show dan media cetak.
Kontribusi Cak Opick yang Ketua Komisi VI DPR RI 2002-2024, Wakil
Ketua Komisi III DPRRI 2009, dan mantan Pengurus PW GP Ansor itu
dalam perjalanan bangsa pasca reformasi juga sangat banyak.
Dalam kapasitas sebagai anggota Panitia Ad hoc MPR 1999-2004, ia
ikut mengawal spirit reformasi demokrasi yang dituangkan dalam UUD
45 hasil amandemen.
Ketika menjabat Ketua Komisi VI DPR-RI berkat kepiawaian dalam
melakukan lobi-lobi dan negoisasi, ia berhasil menaklukkan sikap
keras PDIP yang semula menolak klausul Keimanan Ketuhanan YME
dimasukkan dalam pasal fungsi dari tujuan pendidikan.
Akhirnya, disepakati pada Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Nasionalterdapat dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
yang berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Banyak carut-marut pendidikan zaman itu berhasil dibantu
penyelesaiannya oleh Cak Opick, termasuk masalah penyelenggaraan
pendirian cabang kampus-kampus lintas daerah lintas provinsi
seperti pendirian kampus UGM di Jakarta.
Kemampuan kepemimpinan sebagai problem solver dan lobbyiest jarang
dimiliki politisi milenial saat ini. Penulis mengenal pertama kali
nama Cak Opick dari KH Maksum Jauhari (Gus Maksum) dari Pondok
Pesantren Lirboyo Kediri sewaktu masih duduk di bangku SMA.
Tapi karena waktu itu belum ada google, maka penulis masih belum
tahu sama sekali gambaran sosok Cak Opik, nama panggilan akrab Pak
Dr. Taufiqurrahman di kalangan aktivis di Surabaya dan di Jakarta.
Setelah lulus SMA ikut ujian masuk perguruan tinggi UMPTN, penulis
mampir ke kantor PWNU Jatim di Jalan Raya Darmo 96, Surabaya, dan
duduk di ruang tamu depan, lalu mengetahui ada sosok orang yang
memakai baju lengan pendek, rapi rambut agak jarang, agak gemuk
baru datang, memberi hormat gaya tentara, terus mengajak salaman
dengan penulis.
Belakangan, penulis baru tahu namanya Pak Taufikurrahman Saleh yang
pernah diceritakan Gus Maksum, Lirboyo. Mulai lihat foto Pak Taufiq
di Jawapos saat pemilu tahun 1992, karena sebagai ketua DPC PPP
Surabaya hingga sering muncul di media. Kemudian mulai sering
ketemu langsung setelah Pemilu 1997 karena sebagai orang dekat
dengan KH Hasyim Muzadi, sering mampir ke kantor PWNU Jatim jl.
Raya Darmo, walaupun hanya sekedar main catur di Ruang Ma’arif NU.
Penulis sering melihat para aktivis terutama mahasiswa Unair hilir
mudik menemui Cak Opick, ada yang minta rekomendasi untuk mendapat
bantuan program dari luar negeri, dan Cak Opick dengan cepat segera
membantunya tanpa pikir panjang. Beliau suka membantu terutama para
aktivis Unair atau aktivis kampus lainnya.
Kebiasaan beliau membantu aktivis masih terbawa saat sudah pindah
ke Jakarta ketika menjabat menjadi Ketua Fraksi dan Pimpinan Komisi
DPR-RI, hampir tiap hari tiada henti silih berganti, terutama para
aktivis PMII meminta bantuan, mulai untuk bayar SPP, sekadar
transportasi pulang, bahkan ada yang untuk keperluan kontrak
basecamp para aktivis. Hampir tidak ada satupun yg ditolak.
Bahkan sebagian ada yang diberi tanpa meminta, tapi supaya yang
diberi tidak tersinggung, biasanya beliau bertanya terlebih dahulu
ke saya atau pihak lain yang tahu jika diberi, apakah yang
bersangkutan memang membutuhkan.
Seperti dialami Firdaus sebelum jadi anggota DPRD PKB/Gerindra,
saya ajak menginap di rumah Cak Opick di Perumahan DPR/MPR Kalibata
Jakarta. Cak Opick sempat bertanya kepada saya, “Itu kalau saya
kasih sangu pantes nggak?”.
Atau, terkadang Cak Opick akan bertanya dengan gaya bercanda pada
orang yang akan diberi: “Saya dulu punya utang kamu berapa?”
Seperti yang dialami Romadhon Sukardi waktu aktif di NU Jatim dan
main ke Jakarta. Semula dia sempat bingung, karena memang Cak Opick
hampir mustahil kalau berutang ke Cak Romadhon, karena ekonominya
mapan lebih dulu. Cak Romadhon baru nyadar itu kode Cak Opick jika
mau ngasih sangu.
Kejadian yang hampir sama dialami Ridwan, aktivis di PMII
komisariat hukum Unair ketika basecamp kontrakannya bersama
sahabat-sahabat aktivis sudah habis. Dia bilang mau pinjam duit Cak
Opick yang akan dikembalikan dengan perjanjian tertulis. Cak Opick
bilang sudah nanti saya beresi, nggak usah pinjam, padahal untuk
ukuran waktu itu jumlah yg diminta cukup lumayan.
Cak Opick juga bukan politsi kaya raya. Padahal Cak Opick adalah
Senior HMI yang paling dihormati ketika itu. Tapi Cak Opick adalah
ketua Dewan Pembina PMII Komisariat Hukum UNAIR, sekaligus donatur
utama PMII. Jadilah Cak Opick payung bersama HMI dan PMII di
Surabaya.
Ada prinsip Cak Opick yang tak banyak dimiliki politisi lain. Sikap
tulus, kasih sayang pada sesama. Berusaha bersikap negarawan dan
menghindari dendam, mendatangi orang lebih baik daripada didatangi.
Prinsip itu bisa dilihat banyak hal, termasuk pengalaman Pak Asfar
(Dosen Politik Unair) konsultan pemenangan Pak Masfuk (lawan Cak
Opick) di pilbup pilkada Lamongan. Otomatis sutradara kemenangan
Pak Masfuk mengalahkan Cak Opick.
Setelah Pilbup Lamongan justru Pak Asfar sering diservis Cak Opick
jika di Jakarta, biasanya di seputaran Senayan City. Penulis
sendiri akrab dengan Cak Opick ketika penulis masih menjadi Wakil
Ketua LPBH PWNU JATIM dan pengurus PW GP Ansor Jatim.
Ketika beliau mulai menjadi anggota DPR di Jakarta, penulis sedang
di Kantor LPBHNU JATIM Jl. Raya Darmo, ditelepon untuk segera ke
Jakarta, membantu collecting data disertasinya tentang Dana BLBI
dalam krisis 98.
Hampir bersamaan juga, penulis masuk kepengurusan Pimpinan Pusat GP
ANSOR di Jakarta hasil kongres Boyolali sehingga penulis juga harus
tinggal di Jakarta ditambah lagi setelah itu penulis diangkat
menjadi Staf Ahli MPR RI/DPR-RI. Walaupun pengangkatan penulis
adalah seleksi resmi melalui kompetisi tak ada kaitan sama sekali
dengan cak Opick tapi membuat interaksi komunikasi makin sering.
Rumah dinas Cak Opick di Kalibata sering jadi guest house menginap
para aktivis dari rombongan mahasiswa dengan jumlah sampai puluhan
orang, termasuk Prof Mohammad Nuh DEA sewaktu menjabat Rektor ITS
sebelum jadi Menkominfo Mendikbud, semua dilayani dengan senang
hati.
Selain banyak berkiprah di parlemen juga adalah Dewan Penasehat, ad
hoc di lembaga Institute for Strategic and Development Studies
(ISDS) yangg dinisiasi para alumni UNAIR di Jakarta thn 2004
dikediaman alm. Menteri Agama Laksamana Muda TNI Dr. dr. Tarmizi
Taher (alumni FK Unair).
Sejak berdirinya sudah banyak kegiatan yang dilakukan dari mulai
Kerjasama dg UNESCO PBB yang headquater-nya di Paris Perancis, kerjasama dengan KPU, Kemendagri dan roadshow kajian masalah strategis.
Banyak dari rangkaian kegiatan itu Cak Opick menjadi narasumbernya,
termasuk di Universitas Paramadina, di Fisip UNAIR, Talk show
siaran nasional di studio TVRI Senayan, dan sebagainya. Ini adalah salah satu arsip Pak Taufikurrahman Saleh, SH, MSI (Cak Opick) dalam acara Talk show DPD RI dalam perubahan ketatanegaraan di Indonesia di studio TVRI Senayan di Live secara nasional kerjasama dengan DPD RI.
Acara juga tak terlepas dari peran Cak Opick yang melobby ketua
DPD RI waktu itu, Prof.Dr. Ginanjar Kartasasmita (Mantan Kepala
Bappenas/Mentamben). Tapi karena pada hari H pelaksanaan, Cak
Opick ada acara di luar kota, maka pengambilan gambar On the Tape sehari sebelumnya.
Narasumber acara ini jJuga Telah berpulang ke
rahmatullah, seperti Bang Ferry Mursyidan Baldan (Mantan
Menteri BPN/Pertanahan) pada 2 Desember 2022 di Jakarta. Juga, Pak Arbi Sanit yang menyusul berpulang ke Rahmatullah. Yang masih hidup adalah Yasonna Laoly (Menkumham), Ihsan Leulembah (Ketua Kelompok DPD RI di MPR RI) dan Syaifullah Maksum (anggota DPR RI FPKB). (*)
*) Penulis adalah Peneliti Institute for Strategic and Develop Studies (ISDS), Pengurus Pusat GP ANSOR Departemen Hubungan Luar Negeri periode 2001-2005, Wakil Ketua LPBH PWNU Jatim 1996, Staf Ahli Pusat pengkajian MPR-RI 2005, dan Staf Ahli DPR-RI 2008-2009.



