Surabaya, Radar96.com – Rois Syuriah PBNU, Prof Mohammad Nuh, DEA, menyatakan Nahdlatul Ulama (NU) memasuki usia 100 tahun atau 1 abad, yang bisa dimaknai sebagai reuni akbar antara para muassis, para pendiri, para pejuang, dan para pendahulu yang dulu kala.
“Sebagai anak cucu yang lama tidak bertemu ‘orang tua’, tentu perlu menyambutnya dengan luar biasa,” katanya usai menjadi keynote speaker dalam diskusi ilmiah ‘Menyambut 1 Abad NU: Arah Pendidikan NU di Era Digital’ yang digelar Wartawan Pendidikan NU bersama Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Sabtu (4/2) sore.
Oleh karena itu, Ketua Umum Yarsis itu menjelaskan untuk menutup 100 tahun ini dan menyambut 100 tahun yang akan datang, harus berlomba untuk meraih prestasi.
“Memberikan prestasi tadi itu maknanya apa yang bisa kita berikan (manfaat) bagi masyarakat. Warga NU bisa mengetahui manfaat yang paling besar bagi masyarakat jika mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat,” katanya.
“Kalau kita enggak tahu yang dibutuhkan masyarakat, bagaimana cara kita bisa bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu kita harus belajar dengan baik apa yang dibutuhkan masyarakat,” tegasnya.
Prof Nuh mengungkapkan setidaknya ada 3 kebutuhan masyarakat saat ini. Yakni, kebutuhan tentang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
“Kalau semua itu kita bisa kita dapatkan maka ya kehadiran kita (NU) ini memberikan manfaat. Orang itu kalau selalu memberikan manfaat maka itu Insya Allah umurnya termasuk umur sosialnya akan panjang,” tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris LP Ma’arif Jawa Timur, Sunan Fanani, mengungkapkan, Nahdlatul Ulama (NU) saat ini telah menyiapkan sumber daya yang profesional dalam menciptakan anak didik yang berkualitas.
Menurutnya, di tengah persaingan global mau tidak mau NU harus hadir dalam upaya menciptakan kualitas pendidikan yang lebih baik.
“Maka dari itu yang dilakukan NU dijadikan sebagai alat utama untuk perubahan budaya di masyarakat,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam diskusi ilmiah itu.
Sunan menuturkan, LP Ma’arif NU telah langkah-langkah untuk menghadapi era digital. Adapun ketiga langkah tersebut, yakni melakukan analisa akan kebutuhan dan kondisi.
“Karena kita tahu lembaga pendidikan di lingkungan NU itu tidak semuanya sama. Jadi mereka berbeda kualitasnya,” ujar Sunan.
Selanjutnya, kata Sunan, melakukan analisa tentang kebutuhan di masing-masing lembaga itu sesuai dengan kebutuhan yang mereka inginkan.
“Jadi antar sekolah nantinya akan berbeda. Saya berikan contoh bahwa hari ini sekolah di Jombang tentunya berbeda dengan mereka yang ada di Malang. Maka dari itu LP Ma’arif juga akan menyiapkan program yang dibutuhkan masing-masing sekolah di daerah,” jelasnya.
Yang terakhir, bagaimana menciptakan prestasi dengan cara memperbanyak upaya melibatkan anak didik LP Ma’arif NU dalam olimpiade, baik nasional maupun internasional.
“Tujuannya adalah untuk membiasakan anak muda NU untuk bisa bersaing dengan masyarakat global,” tegasnya.
Diskusi tersebut juga menghadirkan M. Adri Budi, Prinsipal Manager Inovasi Jawa Timur, yang menyoroti tingkatan kualitas pembelajaran di ruang madrasah.
Dengan adanya tingkatan pembelajaran apapun bentuknya, digital maupun non digital, akan mempengaruhi perilaku anak hingga perilaku guru.
“Otomatis akan berdampak pula pada perangkat-perangkat lain yang harus disiapkan di madrasah. Kelas yang nyaman akan turut pula berdampak pada aktivitas belajar anak di kelas,” kata Adri.
Menurut Adri, di masa pandemi ada banyak guru yang telah membuat tutorial khusus untuk perangkat pembelajaran.
“Di masa pandemi guru lebih kreatif dan inovatif menyiapkan media ajar,” tandasnya.
Adapun Prof Dr Ir Achmad Jazidie, M.Eng, Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) Jatim, menuturkan sejatinya warga Nahdliyin
sudah mengerahkan segala upaya dalam memobilisasi massa. Namun terkadang masih agak tidak profesional.
“Kita harus bisa menjadi orang-orang yang profesional. Apalagi di era teknologi ini tantangan menjadi tidak ringan,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam diskusi yang dihadiri kalangan guru, mahasiswa, dan dosen.
Menurutnya, salah satu cara untuk menjawab tantangan tersebut adalah memperbaiki bidang pendidikan terutama di jenjang perguruan tinggi.
“Hindari juga gesekan. (Diakui atau tidak) kita ini masih sering gegeran (ribut) sendiri,” tukas rektor Unusa ini.
Diskusi ilmiah yang dihadiri mahasiswa, guru, dan wartawan pendidikan di Surabaya itu bertujuan memberi kontribusi pada peringatan “Satu Abad NU” dari komunitas media. (*/unusa)