Surabaya, radar96.com – Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (Lesbumi NU) memperingati usia 65 tahun pada 21 Syawal (28/3) dengan melakukan refleksi/muhasabah sebagai pengemban misi pencerahan di tengah perubahan masyarakat untuk mengingatkan masyarakat agar mewaspadai jeratan mitos kebudayaan.

“Lesbumi NU turut bertanggung jawab dalam mengemban misi pencerahan di tengah masyarakat yang terus berubah, karena itu Lesbumi NU mewaspadai fenomena budaya yang bisa menjerat misi pencerahan itu,” kata Ketua Lesbumi PWNU Jawa Timur Riadi Ngasiran dalam keterangannya di Surabaya, Rabu.
Mitos kebudayaan yang cenderung membelenggu/menjerat misi pencerahan antara lain pemujaan terhadap karya-karya budaya terdahulu, seperti kecintaan berlebihan terhadap keris dan benda-benda antik lainnya.
“Bila aktivis Lesbumi NU ada yang menyukai benda-benda pusaka seperti keris, maka harus disadari sebagai simbol budaya. Sebagai simbol budaya harus dihormati dan dihargai, sedang tugas Lesbumi NU memberikan penjelasan dari sisi simbol keunggulan kebudayaan yang pernah ada, bukan kemudian diagung-agungkan dengan mempertanyakan capaian karya generasi terkini,” katanya.
Saat kelahiran pada 21 Syawal 1381 H atau 28 Maret 1962 oleh Djamaluddin Malik, Usmar Ismail dan Asrul Sani, Lesbumi singkatan dari Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia. Sejak era pasca-reformasi, Lesbumi mengalami metamorfosis dengan singkatan Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia dengan tambahan NU untuk mempertegas tanggung jawab misi yang diembannya.
“Bila kembali ke akar kata Nahdlatul Ulama, dari ‘nahdlah’ bermakna ‘kebangkitan’ yang dalam konteks pemikiran berarti ‘pencerahan’ sesuai spirit renaisans di Eropa yang diadopsi pencetus nama NU, KH Mas Alwi bin Abdul Aziz,” katanya.
Selain itu, ‘Nahdlatul Ulama’ itu dari akar kata yang termuat dalam salah satu aforisme Syaikh Ibnu Atha’illah Assakandari berbunyi ‘Lâ tashhab man lâ yunhidluka hâluhu wa lâ yadulluka ‘alallâhi maqâluhu (‘Janganlah engkau jadikan sahabat dari orang yang perilakunya tak membangkitkan dan menunjukkanmu kepada Allah’).
“Para ulama pesantren kerap menyampaikan ungkapan dari Kitab Al-Hikam yakni kata ‘yunhidlu’ yang artinya membangkitkan, dan ulama termasuk orang yang bisa membangkitkan ke arah jalan Allah. Nah, berpangkal dari itulah, Lesbumi NU mengemban misi mencerahkan dalam dua sisi: pencerahan dalam pemikiran, pencerahan dalam keruhanian. Selain itu, mengembangkan cara berpikir yang dipandu dari ajaran Ahlussunnah waljamaah,” kata Riadi Ngasiran.
Sudah 65 tahun lalu resmi didirikan Lesbumi NU, badan/lembaga yang saat ini diamanahkan kepada KH Muhammad Jadul Maula, Ketua Lesbumi PBNU itu bertugas untuk menghidupkan dan mengembangkannya. “Bisa jadi karena kelemahan, ketidakmampuan dan keteledoran kita semua, banyak kalangan yang tidak kenal, meragukan, mencuekin atau bahkan meremehkan dan mengenyampingkan Lesbumi,” kata Jadul Maula.
Untuk itu, dalam momentum Harlah ke-65 Lesbumi NU saat ini, dirinya mengimbau dan mengajak pengurus di semua level menyelenggarakan acara selamatan (tumpengan) sederhana atas berdirinya Lesbumi NU ini. Tidak harus banyak orang, cukup minimal ada 7 orang, yang agendanya amaliyah membaca Surat Al-Fatihah 1.000 x dibagi jumlah yang hadir.
“Selanjutnya, amaliyah dzikir-tahlil untuk para auliya dan ulama muassisin dimanapun berada, dan seniman-budayawan Nusantara. Waktunya, bisa Rabu malam Kamis ini, atau besok Senin malam Selasa, atau Kamis malam Jumat, atau malam yang bisa di bulan Syawal ini,” tutur Jadul Maula, pengasuh Pesantren Budaya Kaliopak, Yogyakarta. (*/fpnu)