Jakarta (Radar96.com/NUO)- Tokoh Nahdlatul Ulama yang selama ini melakukan pendampingan untuk masyarakat Wadas, KH M. Imam Aziz, melakukan pertemuan dengan Komnas HAM dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, di Puri Gedeh, Semarang, Jumat (11/2/2022).
Dalam pertemuan tersebut, Imam Aziz merekomendasikan enam hal yang harus dilakukan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
- menghentikan segala bentuk kekerasan
- menarik polisi organik dari lokasi untuk memastikan pemulihan dari kekerasan kemarin.
“Catatan, harus menggunakan mekanisme sipil bukan pendekatan keamanan,” tegas Imam Aziz. - Gubernur Ganjar Pranowo dituntut untuk membuka dialog dengan warga dan meminta maaf secara langsung yang akan diagendakan dalam waktu dekat tanpa bicara dulu soal ganti rugi atau soal proyek bendung dan galian.
- siapkan mekanisme penyelesaian optimal yang sekiranya bisa berorientasi pada warga Wadas yang menjadi korban pembangunan.
- mengkaji kembali penggunaan UU pengadaan tanah untuk pembangunan ketika digunakan sebagai landasan hukum untuk penggalian Wadas yang bukan tapak bendungan.
- mekanisme pendekatan program dalam memaksimalkan hadirnya negara di sekte-sekte proyek strategis nasional.
Imam Aziz juga mengungkapkan bahwa warga Wadas sejak awal hingga saat ini secara tegas dan konsisten menolak rencana pertambangan batu andesit untuk memasok material pembangunan Bendungan Bener. “Bukan menolak pembangunan Bendungan Bener,” tegas Ketua PBNU periode 2015-2021 ini.
Solusi
Menurut Imam Aziz, solusi dari konflik agraria di Wadas adalah dengan menghentikan rencana pertambangan batu andesit untuk suplai material pembangunan Bendungan Bener.
Solusi lainnya, kata Imam, ialah mengeluarkan Desa Wadas dari Izin Penetapan Lokasi (IPL) pembangunan Bendungan Bener. Terlebih, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO) sejak awal telah memiliki alternatif lokasi rencana pertambangan selain di Desa Wadas.
“Apabila pemerintah tetap memaksakan Wadas sebagai lokasi pertambangan untuk suplai material Bendungan Bener, maka pembangunan Bendungan Bener akan terhambat akibat konflik sosial yang saat ini sedang terjadi di Wadas,” jelas Imam.
Lebih dari itu, lanjut Imam, konsekuensi dari terhambatnya pembangunan Bendungan Bener adalah terhambatnya suplai air ke Bandara Yogyakarta International Airport dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur.
Dalam pertemuan tersebut, Ganjar menjelaskan tiga agenda pokok yang dibicarakan ialah evaluasi teknis, evaluasi pendekatan, dan pemulihan kondisi warga.
- evaluasi teknis mesti segera dilakukan guna menyelesaikan persoalan yang masih ada. Termasuk cara pendekatan agar tidak terjadi kekerasan. Evaluasi teknis yang dilakukan, kata dia, antara lain terkait isu lingkungan, isu penambangan, dan melibatkan BBWS dan BPN sebagai institusi yang mengerjakan.
- cara-cara yang cenderung mengedepankan kekerasan dan represif tidak boleh lagi terjadi di Desa Wadas dan itu juga sudah disepakati oleh Polda Jawa Tengah.
- memperbaiki kondisi psikologis warga di Wadas agar kembali guyub rukun, setelah informasi terjadinya perundungan di tengah-tengah warga yang pro dan kontra.
Untuk itu, Ganjar dalam waktu dekat juga akan kembali mengunjungi Desa Wadas guna berdialog dan membangun komunikasi yang lebih komprehensif dengan warga di sana. “Kita akan coba ngobrol dengan warga, sehingga mereka betul-betul nyaman bisa berkomunikasi, dan saling membuka diri dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang ada,” kata dia.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara meminta Ganjar untuk menyiapkan alternatif solusi terkait konflik agraria di Desa Wadas. “Solusi itu baik dari bagaimana teknik penambangan, izinnya seperti apa, informasi yang harus disampaikan ke masyarakat seperti apa, termasuk metode sosialisasi,” papar Beka.
Komnas HAM, kata dia, terus mengawasi dan siap memfasilitasi dialog antara Pemprov Jateng dengan warga Desa Wadas. “Pak Gubernur berkomitmen untuk menjalankan itu semua dan Komnas HAM nanti juga akan terus mengawasi bagaimana pelaksanaan komitmen dari Pak Gubernur,” tegas Beka.
Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan, pihaknya telah menarik sebanyak 250 personel kepolisian dari Desa Wadas. “Satgas kita sudah ditarik. Pengukuran sudah selesai,” ujar Ahmad Luthfi, Jumat (11/2/2022) dikutip dari ANTARA.
Namun, saat ini masih ada polisi yang berjaga dan ditugaskan di wilayah itu. “Anggota kepolisian yang tersisa di Wadas saat ini berada di bawah kendali Kapolres untuk pemeliharaan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat atau kamtibmas di sana,” kata Luthfi.
NU: Haram, Perampasan Tanah Rakyat oleh Negara
Konflik lahan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah kembali terjadi. Kericuhan terjadi saat akan dilaksanakan pengukuran lahan yang diamankan oleh ribuan aparat kepolisian pada Selasa (8/2/2022).
Suasana semakin memanas ketika puluhan warga yang diduga melakukan provokasi ditangkapi oleh polisi. Warga Desa Wadas menolak pengambilalihan lahan atau tanah untuk rencana proyek bendungan dan tambang yang menjadi proyek strategis nasional (PSN) tersebut. Selain dapat merusak lingkungan dan ekosistem, juga dapat menghilangkan ruang hidup masyarakat.
Kekhawatiran masyarakat Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah Nomor 509/41/2018, Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batuan andesit material pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Pertambangan akan menempati lahan seluas 145 hektare di Desa Wadas dengan tambahan 8,64 hektare lahan sebagai akses jalan menuju proyek.
Dikutip dari laman walhi.or.id, pertambangan akan dilakukan menggunakan metode peledak (blasting) yang diperkirakan menghabiskan 5.300 ton dinamit. Namun, rencana penambangan tersebut tidak disetujui masyarakat Wadas, lantaran dapat mengancam 27 sumber mata air dan lahan pertanian sebagai sumber mata pencaharian penduduk setempat.
Kendati mendapat penolakan dari warga, rencana pembangunan pertambangan terus berlangsung. Ribuan aparat kepolisian dikerahkan mendatangi Desa Wadas untuk mengawal tim pengukuran lahan tambang batuan andesit, Selasa (8/2/2022). Kericuhan antara pihak kepolisian dengan warga tak terelakkan.
Konflik agraria dan terkait lahan sendiri telah dibahas oleh NU dalam forum tertinggi Muktamar ke-34 NU pada 22-24 Desember 2021 di Lampung. Secara spesifik, NU menyoroti perampasan tanah dan pengambilalihan lahan rakyat oleh negara atau pemerintah. Persoalan tersebut dibahas secara mendalam pada Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi’iyah, pada 22 Desember 2021 di Pesantren Darussa’adah Lampung Tengah.
Dalam Bahtsul Masail Muktamar NU tersebut diputuskan bahwa tindakan pengambilan tanah rakyat oleh negara secara tegas dinyatakan haram. Keputusan tersebut kemudian disampaikan oleh Ketua Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi’iyah Muktamar ke-34 NU KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) saat membacakan isi fatwa perampasan tanah rakyat yang dilakukan oleh negara dalam sidang pleno hasil-hasil komisi.
“Tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha’ (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka pemerintah haram mengambil tanah tersebut,” kata Gus Ghofur dalam sidang pleno hasil-hasil komisi di Gedung Serbaguna Universitas Lampung, Bandarlampung, Jumat (24/12/2021).
Selain itu, Komisi Bahsul Masail Waqi’iyah juga tidak memperbolehkan adanya pendekatan kekerasan dalam upaya pengambilan lahan negara yang telah diokupasi masyarakat. Upaya pengambilalihan lahan wajib dilakukan dengan cara yang baik tanpa ada unsur kekerasan.
Sumber:
*) https://www.nu.or.id/nasional/nu-nyatakan-perampasan-tanah-rakyat-oleh-negara-hukumnya-haram-cQpbS
*) https://www.nu.or.id/nasional/bertemu-ganjar-dan-komnas-ham-tokoh-nu-rekomendasikan-enam-hal-untuk-wadas-fJCQI



