Surabaya (Radar96.com) – Memperingati World Food Day atau Hari Pangan Sedunia (HPS) 2021 yang bertema “Food and Agriculture Organization (FAO)”, yaitu “Our actions are our future – better production, better nutrition, a better environment and a better life”, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menilai perlunya peran masyarakat untuk berpartisipasi aktif mengupayakan penguatan ketahanan pangan.
Oleh karena itu, Gubernur Khofifah mengajak kepada seluruh masyarakat untuk berperan aktif mewujudkan ketahanan pangan di Jatim dengan tiga langkah sederhana yakni : memilih makanan sehat, bercocok tanam di lingkungan sendiri, dan menghargai makanan/lingkungan atau tidak membuang sampah makanan.
Pertama, dengan cara memilih makanan yang sehat, lokal dan musiman. Menurut Khofifah, makanan sehat yang dimaksud adalah makanan yang bernutrisi cukup bagi individu untuk bergerak aktif dan dapat menghindari risiko penyakit.
“Alhamdullilah bahwa di Indonesia pada umumnya dan di Jawa Timur pada khususnya memiliki kekayaan akan sumber daya alam dengan beragam jenis pangan yang melimpah. Ini menjadi syukur kita bersama,” ujar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Sabtu (16/10).
Untuk membantu masyarakat mengakses makanan sehat itu perlu program diversifikasi pangan. Cara tersebut dilakukan untuk mengembangkan potensi sumber pangan lokal, dan mengajak masyarakat untuk memahami bahwa sumber karbohidrat sangat beragam, seperti umbi-umbian, sukun, jagung, dan lainnya yang nilai gizinya setara dengan beras ataupun tepung terigu.
Kedua, berkebun atau bercocok tanam di lingkungan rumah sendiri. Cara tersebut dinilai sangat efektif. Karena ketahanan pangan bisa diraih jika masyarakat memulainya dari level yang terkecil, yaitu membangun ketahanan pangan keluarga.
“Diharapkan setiap rumah tangga bisa mengoptimalisasi sumber daya yang dimiliki, termasuk pekarangannya dalam menyediakan makanan bagi keluarga,” jelasnya.
Ketiga, masyarakat diharapkan dapat lebih menghargai makanan dan lingkungan dengan mengurangi untuk membuang makanan. Termasuk mengurangi sampah makanan adalah hal yang paling sederhana, tetapi memiliki dampak yang sangat besar.
“Food waste, menurut FAO, mengacu kepada makanan yang dibuang, padahal produk makanan atau produk makanan alternatif tersebut masih aman dan bergizi untuk dikonsumsi. Misal, makanan yang tidak kita habiskan karena masalah rasa atau mengambil terlalu banyak,” jelas Khofifah.
Apalagi, menurut data yang ada, Indonesia merupakan produsen sampah makanan terbesar ke-2 di Dunia. Sebanyak 13 juta ton makanan yang terbuang sama dengan kebutuhan pangan 11 persen orang Indonesia atau setara dengan kebutuhan 28 juta jiwa.
Sementara menurut data Bappenas, perkiraan food waste Indonesia berkisar pada angka 23 juta-48 juta ton/tahunnya. Sedang makanan konsumsi yang terbuang di Indonesia bisa mencapai 115-184 kg perorang dalam setahun.
“Perhitungan angka 115 – 184 kg per orang per tahun itu termasuk perhitungan dari food loss, dari sisi produksi. Mulai dari beras ditanam sampai ke piring kita,” jelasnya.
Sementara limbah makanan itu sendiri, ternyata dapat mengakibatkan dampak kerugian ekonomi sebesar Rp213 triliun hingga Rp551 triliun pertahunnya.
Bila jumlah penduduk Jawa Timur pada 2020 mencapai 40.665.700 jiwa (Jatim Dalam Angka/BPS 2021), potensi food waste di Jatim berkisar pada 4.676.555,5 – 7.482.488,8 ton pertahun atau sekitar 15,59 persen – 20,33 persen. Tingginya angka food waste tersebut tentu dapat berdampak pada perekonomian dan sektor lainnya.
“Oleh karena itu diharapkan, masyarakat bisa mulai merubah pola pikir dan kondisi saat ini dapat menyadarkan kita agar lebih bijak dalam mengelola makanan,” jelasnya.
Melihat pentingnya kesadaran masyarakat terhadap persoalan pangan, Gubernur Khofifah meminta, agar masyarakat dapat memperkirakan dengan baik jumlah makanan yang diperlukan. Selain itu, dirinya meminta untuk mencermati dalam mengolah makanan dan membeli makanan sesuai kebutuhan.
“Agar apa ? agar tidak ada lagi yang terbuang sebagai bagian dalam upaya untuk mengurangi food waste. Misalnya dengan merencanakan menu makanan di rumah secara seksama, sehingga tidak ada makanan yang menjadi limbah,” jelasnya.
Pada kesempatan ini, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga mengingatkan kepada para generasi muda agar dapat memilih bahan pangan yang sehat, aman, bergizi dan juga bermutu.
“Generasi milenial dapat menjadi duta keamanan pangan dan mengajak lingkungan disekitarnya untuk membeli panganan produk lokal. Atau melakukan inovasi menggunakan produk lokal misalnya porang yang saat ini banyak diminati negara tetangga,” ujar Khofifah.
Mantan Menteri Sosial ini pun mengajak para generasi milenial untuk menjadi konsumen yang cerdas dan kritis dalam hal memilih pangan.
“Generasi milenial adalah generasi emas yang harus menyadari pengetahuan terkait bahan pangan, karena keamanan pangan adalah tanggung jawab kita bersama dan tanggung jawab generasi muda tentunya,” jelas Khofifah.
Ia menambahkah, terlebih para generasi milenial saat ini harus mampu mengajak masyarakat untuk menjaga daya tahan tubuh di masa pandemi Covid-19. Yakni dengan mengkonsumsi pangan gizi seimbang dan cerdas kenali label gizi pada pangan.
“Generasi milenial harus proaktif menjadi agen perubahan. Selain mengkampanyekan kebiasaan baru, harus juga menebarkan semangat untuk membangun hidup sehat dan cerdas dalam memilih pangan yang aman, bermutu, dan bergizi.” kata Gubernur perempuan pertama di Jatim tersebut.
Disisi lain, Khofifah juga berharap, kebutuhan pangan masyarakat harus terpenuhi dan tidak ada lagi masyarakat yang tidak bisa memenuhi gizinya.
“Apalagi saat ini Jatim sudah menjadi provinsi yang swasembada pangan dengan prestasi surplus baik komoditas beras atau jagung. Sebagai provinsi yang memiliki kawasan maritim dan agraris tropis dengan potensi produksi pangan yang sangat beragam dan besar, Jatim sejatinya berpeluang untuk menjadi provinsi besar yang maju dan makmur,” jelas Khofifah.
Selain itu, Gubernur Khofifah juga berpesan pada momentum HPS 2021, agar masyarakat dapat mengoptimalkan pengolahan lahan pertanian yang belum termanfaatkan dengan baik. Dimana penyebabnya pun cukup beragam, diantaranya belum masuknya jalur irigasi, pemilik lahan tinggal di luar provinsi (perantau), atau ketiadaan modal untuk menggarap. Selain itu, ada pula lahan yang baru saja panen namun setelah itu cukup lama dibiarkan.
“Dalam pelaksanaannya, petani dan pemilik lahan bisa bekerjasama dengan berbagai pihak, misalnya kepada TNI yang selama ini sudah banyak berperan dalam mensukseskan program pemerintah. Pemilik lahan akan mendapat bagian dari hasil pengolahan lahannya. Tergantung kesepakatan kedua belah pihak,” pesan Khofifah.(*/hmn)