Sumenep (Radar96.com) – Ketua PCNU Sumenep, KH A Pandji Taufiq menyinggung gerakan terorisme yang baru-baru ini terjadi di Sumenep, karena berita penangkapan terduga teroris membuatnya ditelepon banyak wartawan lokal dan nasional berkaitan sikap PCNU Sumenep. Sementara iut, LTMNU Pamekasan melakukan labelisasi Masjid sebagai Masjid NU.
Ia menyampaikan hal itu dalam acara Bahtsul Masail dan Konsolidasi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep yang digelar di Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Rubaru di Masjid Al-Irsyad, tepatnya di kediaman Kades Karang Nangkah, Dusun Langgar, Desa Karang Nangkah, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep, Ahad (14/11/2021) .
Terkait sikap PCNU Sumenep, ia mengaku tidak terkejut dengan penangkapan terduga teroris di Sumenep. Sinyal gerakan terorisme di Sumenep dalam amatannya sudah lama ada, sejak tahun 2014. “2014, kami sudah membaca gerakan terorisme di Sumenep konkrit dan massif. Kalau ada yang tertangkap saat ini kami tidak terkejut,” ujarnya.
Bahkan, pihaknya bersama jajaran pengurus secara terbatas, sudah lama berdiskusi tentang gerakan tersebut. Hanya diskusi semacam itu belum mengemuka ke publik, karena situasinya yang belum memungkinkan. Saat itu berbicara hal ormas yang baru dibubarkan saja dianggap tidak care dengan sesama ormas Islam.
Selain itu, dirinya juga membaca sejak lama para ekstremis yang menggerakkan ekstremisme di Madura, sering memberi pengajian di Madura seperti Abu Husna alias Abdurrahim bin Toyib. Dia tersangka teroris yang ditangkap Polisi Diraja Malaysia pada 31 Januari 2021. Pernah mengajar di Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki. Juga pendiri Jamaah Ansharul Khilafah (JAK), mantan Pemimpin Divisi Pendidikan Kelompok teror Jamaah Islamiyah (JI). Ada juga temannya Noordin M Top yang berbahaya.
“Itu kabar lama sekali, hanya kita tak mawas diri. Dan baru terkejut setelah ada penangkapan terduga teroris,” tambahnya.
Menghadapi gerakan ekstrimis seperti itu, NU Sumenep tidak mengambil jalan khutbah yang vulgar. Karena bagi yang tidak paham, perlawanan dengan khutbah akan dibaca bertentangan dengan gerakan Islam radikal lainnya. Jangankan NU, aparat sekalipun akan sulit menyentuhnya sebelum menemukan alat bukti yang cukup.
“Karenanya kami berharap agar warga NU selalu waspada. Setidaknya yang dilakukan adalah memberikan pengetahuan kepada warga lainnya bahwa gerakan JI sekarang ini benar-benar marak dan massif bergentayangan dengan menggunakan jubah agama, berkedok surga,” ungkapnya.
Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk itu menjelaskan penggunaan jubah agama yang memiliki beberapa ciri. Pertama, berkedok rumah tahfidz Qur’an. “Memang rumah tahfidz, tapi ada rumah tahfidz yang menjadi sarang gerakan fundamentalis dan teroris,” ungkapnya tegas.
Karena itu dirinya mengimbau agar warga NU tidak sembarangan memondokkan anaknya ke lembaga tahfidz Al-Qur’an yang tidak jelas sanad keguruannya.
“Telusuri dengan teliti, sejak kapan pesantren tahfidz itu ada. Tiba-tiba datang atau sudah lama berdirinya, sanadnya kemana, kepada siapa? Nyambung tidak dengan guru-guru dan pesantren kita. Karena sanad bagi NU tiang utama,” jelasnya.
Tak hanya itu, Kiai Pandji menyatakan, Kiai Azaim sejak lama mensinyalir bahwa ada lembaga Tahfidz di luar daerah yang sengaja mengonsentrasikan pendidikannya pada tahfidzul Qur’an. Lulusannya disiapkan akan dikirim ke Jawa Timur. Menghadapi gerakan seperti itu, katanya, jangan dimusuhi, melainkan lawan dengan cara mengabarkan pada warga NU agar tidak dipilih menjadi guru.
Lalu Kiai Pandji menjelaskan ciri yang kedua, sudah ada pondok beraliran wahabi masuk ke daerah Sumenep, bahkan ada Taman Kanak-kanak (TK) berafiliasi pada wahabi yang sudah ada lima lembaga. “Sudah 3 tahun lalu kita mendengar ada pawai khilafah anak-anak PAUD. Periksa dengan teliti, jangan-jangan beraliran wahabi,” tambahnya.
Yang ketiga, mereka menyiapkan beasiswa gratis belajar di dalam dan luar negeri. Ia imbau agar warga NU tidak mudah tergiur dengan beasiswa gratis.
“Periksa dulu dari mana beasiswa itu. Jangan-jangan dari gerakan takfiri atau gerakan jihadis. Warga harus waspada terutama kita sebagai warga NU,” imbuhnya.
Untuk memantau gerakan seperti itu yang paling tahu adalah pengurus MWCNU dan Ranting NU yang setiap saat dekat dengan warga. Menurut mantan pengurus BPM Annuqayah ini, gerakan terorisme di Sumenep bukan hanya menyusup ke lembaga pendidikan, tapi juga menyusup ke institusi pemerintahan.
“Sudah ada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terpapar gerakan radikal. Tidak mau pada bentuk NKRI, mau mendirikan negara Islam. Herannya, pada uang gaji dari negara dia mau, tapi negaranya ditentang,” sergahnya.
Tak hanya itu, beliau juga sebut, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), institusi TNI/Polri pun sudah 17 persen terpapar gerakan khilafah. Ada yang dengan vulgar melakukan
gerakan perlawanan mau membuat negara khilafah. Ada yang masuk menggunakan perubahan institusi. Bahkan masih ada partai yang tidak suka dengan asas negara.
“Mungkin warga tidak tahu, atau tau tapi sengaja mendukung partai yang gerakannya mendukung negara khilafah,” ujarnya.
Tak hanya TNI Polri dan Partai, gerakan fundamentalis menurutnya sudah masuk juga ke BUMN di daerah. Ada pemberian santunan yang memihak pada jaringan tertentu. Bahkan gerakan ekstrimisme ini disebutnya dengan tegas sudah masuk ke PLN, Telkom. Dalam kondisi di mana sudah banyak
institusi dimasuki kaum radikal, warga NU ini sepertinya masih terlalu jujur dan pede sekali. Seperti tak menaruh kecurigaan apa-apa.
“NU ini pemilik lapangan, ketika bergerak, jangan menjadi bahan tertawaan, sekali bergerak harus membuat gerakan lawan tak berkutik,” pintanya.
Kemudian Kiai Pandji mengenang bahwa dulu disebut antek PKI. Sebagai pribadi, dirinya tak tersinggung, tapi sebagai organisasi sudah barang tentu tersinggung, karena organisasi NU dalam sejarahnya pernah
melawan PKI.
“Tak usah ditanya, sebagai ormas NU kita pasti tersinggung, tapi carikan cara paling elegan agar gerakan kita tidak frontal,” tuturnya.
Berangkat dari kasus tahun lalu, secara kuantitas, NU pemilik lapangan. Cara yang paling tepat untuk menyikapinya adalah berbuat dengan cara NU. Artinya gerakannya tak usah di depan panggung. Kalau sudah di panggung, maka yang dibidik tidak kena, malahan akan kehilangan muka.
“NU itu sekali bertindak, selesai. Bukan juga dalam pengertian targetnya masuk jeratan hukum, tapi sadar dan mengikuti langkah kita. Untuk mencapai itu semua, konsolidasi kewargaan menjadi sangat penting. Warga NU bukan hanya mayoritas di atas jumlah, tapi diharapkan mayoritas dalam amal kebajikan,” pungkasnya sambil menasehati.
Pamekasan amankan Masjid
Sementara itu, Pengurus Cabang (PC) Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Pamekasan, Jawa Timur melakukan sejumlah cara untuk mencegah paham di luar Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) an-Nahdliyah. Salah satunya memberikan label/tanda (labelisasi) masjid yang menjadi anggota.
Kesiapan tersebut disampaikan KH Abdul Qodir Damanhuri pada pertemuan bulanan bersama sejumlah takmir masjid di Masjid Ainul Yaqin, jalan Jalmak Pamekasan, Jumat (7/2/2020).
“Salah satu terobosan yang disampaikan Ketua PCNU Pamekasan adalah masjid yang tergabung dengan kami segera dilebelisasi untuk mencegah paham wahabi masuk, dan dalam waktu yang dekat gagasan tersebut akan kami laksanakan,” kata Sekretaris PC LTMNU Pamekasan tersebut.
Ia melanjutkan labelisasi masjid tersebut melalui stiker dan tanda khusus agar warga dan pihak lain bisa mengenal dan memastikan bahwa masjid dimaksud adalah di bawah NU. “Selain stiker nama masjid dan logo NU, kami juga akan memasang teks bilal Jumat karena takut ada yang tidak hapal,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, kesiapannya dalam melabelisasi masjid tersebut berangkat atas kesadaran mengingat beberapa bulan yang lalu salah satu masjid yang berada di dekat jantung Kota Pamekasan dimasuki Salafi-Wahabi. “Kemarin sempat kejadian, tapi alhamdulillah di masjid itu sudah kami isi dari takmir yang Nahdliyin,” tuturnya.
Tidak semata itu yang akan dilakukan, juga akan dilakukan aksi nyata dalam memberdayakan takmir dan petugas masjid. “Doakan, insyaallah kami akan melakukan pelatihan bilal secara intensif agar tidak dikusai oleh orang Wahabi,” ungkapnya.
Hingga kini ada puluhan masjid yang tercatat bergabung dalam naungan PC LTMNU Pamekasan, lanjutnya. Sementara itu, KH Khodari mengajak ketua takmir masjid yang hadir agar meningkatkan kinerja dalam merawat baitullah.
“Kinerja para takmir harus terus ditingkatkan, jangan sampai enteng sebab kelalaian itulah yang membuat orang Wahabi masuk dengan mudah,” tutur Ketua PC LTMNU Pamekasan ini.
Ia juga mengajak agar takmir lebih istikamah dalam memakmurkan masjid, bukan ditentukan oleh bangunan fisik yang megah dan sejenisnya. “Ingat, kemakmuran masjid itu bukan dinilai dari seberapa megahnya bangunan, tetapi seberapa banyak jamaah yang istikamah ke masjid tersebut,” tegasnya.
Tidak hanya Pamekasan, Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Bluto, Sumenep, Madura, saat dilantik oleh Katib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep, KH Muhammad Bahrul, di Masjid Al-Huda Kampung Bangsamah, Dusun Bara’ Lorong, Rabu (10/11/2021) malam, juga dibaiat, untuk melanjutkan nilai-nilai perjuangan ala thoriqoti jam’iyati Nahdlatil Ulama.
“Melalui pengabdian di NU, kita akan menjaga amaliyah NU dari rongrongan kelompok lain. Ingat, pengabdian ini murni dan tidak ada gajinya,” ungkapnya dalam acara yang disambungkan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang mendatangkan KH Ismail selaku penceramah.
Di kesempatan yang berbeda, Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Bluto, Mosa berharap pada pengurus terlantik untuk memberikan langkah-langkah strategis dan konkret guna menjalankan program ranting ke depan.
“Semoga NU tetap menjadi benteng bagi setiap paham radikalisme. Apalagi salah satu warga Sumenep saat ini terduga terorisme. Berita yang tersiar di media cetak atau pun elektronik menjadi tugas di akar umput untuk menjaga aqidah NU,” pintanya.
Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror yang menggeledah di Jl dr Cipto Desa Kolor, Kabupaten Sumenep adalah bagian ikhtiar untuk menangkap seseorang yang terduga menjadi anggota Jamaah Islamiyah (JI), sehingga pengurus NU harus menguatkan amaliyah, fikrah, dan harakah ke-NU-an, sebab terorisme bisa mencuci otak generasi muda kita lewat beragam cara,” tandasnya. (*/NUO)
Sumber:
*) https://jatim.nu.or.id/read/ketua-nu-sumenep-sikapi-gerakan-terorisme
*) https://nu.or.id/daerah/pc-ltmnu-pamekasan-ajak-takmir-amankan-masjid-P3NBk