Jakarta, Radar96.com/NUO – Sebanyak 90 orang muda menggelar forum Temu Kebangsaan (Tembang) 2023 di Pondok Remaja Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Cisarua, Bogor, Jawa Barat, pada 14-16 Juli 2023.
Forum “Tembang” ini digagas lima komunitas yakni Jaringan Gusdurian, Komisi Kepemudaan Waligeraja Indonesia (Komkep KWI), Biro Pemuda dan Remaja (BPR) PGI, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), serta Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu (DPN Peradah).
Dalam forum ini, orang muda menyuarakan soal demokrasi damai di ruang digital. Hal tersebut menjadi tema besar dari pertemuan ini yaitu Orang Muda Mewujudkan Demokrasi Digital yang Damai dan Inklusif, karena pesta demokrasi atau pemilihan umum (Pemilu) 2024 semakin dekat.
“Kami berharap para peserta Forum Tembang 2023 ini dapat berkontribusi aktif dalam membangun demokrasi digital yang kritis, sistematis, dan membawa manfaat bagi kehidupan bersama. Karena peran orang muda sangatlah diperlukan dalam menciptakan keberpihakan terhadap isu sosial (gender, disabilitas, politik identitas, dan inklusivitas) di sekitarnya,” ucap Ketua Panitia Tembang 2023 Erna Samosir dalam rilis yang diterima, Selasa (18/7/2023).
Saat memberikan pidato kunci dalam Tembang 2023, Ketua Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim menyampaikan dua agenda orang muda yang perlu diperhatikan.
“Kedua agenda itu adalah kapasitas atau kemampuan untuk beradaptasi tanpa henti dan mengoreksi kesalahan generasi pendahulu,” katanya melalui tayangan video.
Ia mengingatkan agar generasi muda mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi mutakhir, salah satunya artificial intelligent (AI). Pada masa lalu tidak terbayang ada platform yang digunakan membuat narasi utuh tentang topik melalui internet.
“Untuk membuat narasi, untuk menulis sebuah naskah, menulis esai, diperlukan riset yang serius agar dihasilkan esai yang bagus. Sekarang dengan bantuan AI, seseorang dengan pertanyaan yang tepat dan akurat bisa menghasilkan tulisan yang bagus dengan bantuan AI. Bagi orang yang tidak memiliki kapasitas adaptif, AI ini adalah persoalan serius yang harus disikapi dengan permusuhan, rasa anti, penolakan,” katanya.
Menurut Gaffar, orang muda tak perlu menolak AI. Tetapi justru harus beradaptasi dengan cepat untuk tujuan-tujuan yang produktif. Bahkan harus bisa menjadikan AI sebagai cara untuk mendalami pengetahuan secara cepat.
“Kita harus menggunakan AI bukan untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran hak cipta, misalnya, tapi kita gunakan itu untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lebih terstruktur secara lebih cepat. Artinya, kita kaum muda, menjadi lebih mudah untuk menguasai persoalan karena AI. Tapi hal ini tidak mungkin bisa dicapai tanpa kapasitas adaptif yang bagus,” katanya.
“Generasi Koran”
Gaffar juga mengingatkan bahwa orang muda saat ini merupakan digital native atau penghuni ruang digital. Hal ini berbeda dengan para orang tua atau generasi terdahulu yang merupakan ‘perantau’ di dunia digital. Orang tua terdahulu memiliki literasi digital yang rendah sehingga berpotensi mengakibatkan banyak hal.
“Banyak orang-orang dari generasi terdahulu yang mengira semua pemberitaan yang sampai ke gadget mereka itu adalah benar. Generasi terdahulu itu adalah generasi koran. Kalau mereka membaca koran, mereka biasanya yakin bahwa berita yang disampaikan, benar. Kalau mereka membaca koran dengan nama yang sudah kondang, mereka yakin bahwa berita yang ada di koran itu pasti benar,” jelasnya.
Generasi terdahulu memperlakukan berita di dunia digital yang sampai ke gawai mereka seolah sama dengan berita yang didapat dari koran, majalah, dan televisi. Mereka kemudian menyebarkannya dengan cepat tanpa merasa perlu melakukan konfirmasi.
Menurut Gaffar, rendahnya literasi di kalangan generasi terdahulu sebagai perantau di dunia digital itu menjadi awal terciptanya hoaks atau berita bohong. Akibat dari merebaknya hoaks, relasi sosial bisa terganggu.
“Jadikan literasi digital itu sebagai alat bagi kaum muda untuk memainkan fungsi-fungsi perekat sosial, bukan untuk melakukan peretakan sosial. Gunakan dunia digital untuk menciptakan ikatan-ikatan sosial baru, ikatan-ikatan sosial yang lebih kuat di masyarakat sehingga masyarakat kita kian lama kian baik, bukan kian buruk, bukan kian ambar,” jelasnya.
Dalam forum Tembang 2023 itu hadir pula Komite Pengarah dari Komkep KWI Romo Frans Kristi Adi Prasetya. Ia menyampaikan pesan yang dikutipnya dari kalimat tokoh suci umat Katolik, Paus Fransiskus. Romo Kristi juga mengingatkan orang muda agar tidak terjebak pada algoritma digital.
“Kamu boleh bertanya siapa aku, siapa aku. Tapi mulailah sekarang bertanya, untuk siapa aku ada. Jangan sampai di tengah kebebasan digital ini, aku yang semakin otonom, ‘aku klik maka aku ada’, justru makin terkurung dalam algoritma digital yang semakin membuat aku egois, terkotak-kotak, lalu abai pada kemanusiaan, penderitaan sesama, dan ketidakadilan,” jelasnya.
Penyelenggaraan Temu Kebangsaan Orang Muda 2023 tahun ini diisi dengan seminar, talkshow, dan bermain peran sesuai dengan isu yang sedang berkembang di Indonesia pada masa sekarang. Di antaranya soal demokrasi digital, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI).
Di hari terakhir, para orang muda yang menjadi peserta Tembang 2023 ini menyusun poin-poin deklarasi dan membuat rencana tindak lanjut untuk dilaksanakan dalam jangka waktu hingga satu tahun ke depan.
Berikut poin-poin deklarasi yang disampaikan:
a. Menggunakan hak suara kami dalam PEMILU 2024.
Mengimplementasikan nilai kemanusiaan dalam kehidupan.
Mendorong terpenuhinya kebebasan beragama dan berkeyakinan melalui kampanye atau advokasi di media sosial.
b. Mendukung kesiapan orang muda yang inklusif dan berdaya saing secara profesional. Sebagai informasi, Temu Kebangsaan (Tembang) merupakan ruang pertemuan orang-orang muda di Indonesia. Sejak 2016, Tembang hadir untuk mempertemukan aktor-aktor gerakan orang muda yang berasal dari latar belakang berbeda, mendiskusikan tantangan, memetakan strategi, dan merumuskan solusi sebagai buah pikir bersama.
Hingga 2023, Tembang telah memiliki enam angkatan dan menghasilkan lebih dari 500 orang Alumni Tembang yang memiliki perspektif keberagaman. Alumni Tembang mempunyai komitmen untuk terus mendorong penyelenggaraan ruang pertemuan ini sebagai upaya merawat keberagaman dan menciptakan orang muda yang peka terhadap isu kebangsaan yang berkembang.
Para peserta berasal dari lembaga yang menginisiasi forum Tembang hingga masyarakat umum. Selain itu, para peserta tidak hanya hadir dengan keragaman agama/keyakinan, suku, gender, tapi juga asal daerah yang beragam. Mereka berasal dari Jabodetabek, Bali, Kalimantan, Ambon, hingga Makassar.
Di forum itu digelar sesi seminar yang diisi oleh Pendiri Koneksi Indonesia Inklusif (Konekin) Marthella Sirait. Ia hadir membawa materi tentang inklusivitas dan aksesibilitas bagi kaum disabilitas, serta berbagai tantangannya di Indonesia. Hadir juga Direktur Kemitraan Total Politik Cakra Yudi Putra yang membincang topik demokrasi digital.
Kemudian hadir Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (KKC PGI) Pendeta Jimmy Sormin dalam sesi talkshow. Ia mendiskusikan topik kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB). Lalu ada Moudy Chyntia yang menyajikan topik GEDSI sekaligus pengalamannya bersama LSM yang ia dirikan yaitu Metamorfosis. (*/NUO)
Sumber:
*) https://www.nu.or.id/nasional/jelang-pilpres-2024-temu-kebangsaan-orang-muda-suarakan-demokrasi-damai-di-ruang-digital-7TDqU