Surabaya, radar96.com – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meresmikan “Langgar Gipo” di Jalan Kalimas Udik 1/51, Surabaya menjadi Cagar Budaya dan Destinasi Kota Lama pada Sabtu (15/6/2024).
Langgar dua lantai dengan luas 209 meter persegi tersebut, merupakan saksi sejarah pergerakan ulama Nahdlatul Ulama (NU), yakni KH Hasan Gipo, Ketua Umum PBNU pertama. Di langgar tersebut, para santri digembleng sebelum berangkat melawan penjajah dan tempat para ulama merumuskan strategi.

Eri Cahyadi mengatakan, Langgar Gipo adalah tempat bersejarah untuk penggemblengan para santri di masa penjajahan, sekaligus tempat bertemunya para ulama, sehingga Eri berharap sejarah dari Langgar Gipo bisa tetap diketahui oleh anak-anak muda, seperti milenial dan Gen Z.

“Saya ingin anak cucu saya kelak atau anak-anak Surabaya, Gen Z dan milenial boleh terus maju tapi jangan melupakan sejarahnya, sehingga hari ini saya tetapkan Langgar Gipo menjadi Cagar Budaya dan lantai duanya menjadi museum,” katanya.
Guna mengenalkan wisata religi bersejarah kepada para pelajar, Eri memastikan mempromosikan Langgar Gipo. Tujuannya, agar para siswa dan anak muda di Surabaya bisa mengenal sejarah kotanya.
“Nanti Insya Allah, saya akan mengajak siswa SD dan SMP yang berada di bawah wewenang Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot Surabaya) untuk menggunjungi Langgar Gipo sebagai wisata religi. Sehingga, nanti akan tahu sejarahnya seperti apa,” paparnya.
Langgar yang dipugar sejak Februari 2024 itu, dalam pengembangannya sebagai wisata religi bersejarah akan melibatkan pihak keluarga keturunan Sagipoddin (pendiri Langgar Gipo), yang tergabung dalam Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA).
“Jadi kalau ada yang berkunjung yang akan menjelaskan sejarahnya adalah pihak keluarga. Saya sudah sowan ke keluarga dan warga sekitar untuk menjadikan Langgar Gipo Cagar Budaya dan destinasi wisata,” imbuhnya.
Selain itu, Eri juga terus berupaya menambah koleksi benda bersejarah dari pihak keluarga untuk diletakkan di museum lantai dua Langgar Gipo.
“Koleksi tambahan dari keluarga nantinya. Kita akan mencari apa yang bisa diletakkan di Langgar Gipo, karena ada beberapa koleksi keluarga belum diletakan di sini. Sehingga, ke depan keluarga akan banyak memasukkan benda bersejarah dan cerita terkait Langgar Gipo,” harapnya.
Dalam waktu dekat, Eri berencana untuk menambah monitor dalam di museum tersebut. Monitor itu akan memuat sejarah berdirinya Langgar Gipo, seperti profile, tokoh-tokoh ulama yang terlibat dan lainnya.
Sementara itu, Generasi kelima dari keturunan Sagipoddin, Abdul Wahid Zain menceritakan bahwa Langgar Gipo sudah berusia 304 tahun pada 2024. Tetapi sejak dibangun, Langgar tersebut baru disertifikasi pada tahun 1830 oleh H Tarmidzi (anak H Sagipoddin/Abdullatif, pendiri Langgar Gipo).
Setelah itu, H Hasan Basri Sagipoddin yang dikenal dengan KH Hasan Gipo (Ketua PBNU pertama) melakukan optimalisasi fungsi langgar sebagai salah satu tempat pergerakan dalam melawan penjajah.
Dari situlah jejak sejarah KH Hasan Gipo yang dikenal sebagai tokoh pergerakan, hingga menjadi ketua umum pertama PBNU bersama KHM Hasyim Asy’ari.
“Selain itu dulunya lantai dua Langgar Gipo ini dijadikan tempat menampung jemaah haji kapal laut asal Jawa Timur sebelum berangkat ke Mekkah. Setelah, jemaah haji sampai di Mekkah di sana juga ditampung di tempat atau rumah milik keluarga Sagipoddin,” jelas Abdul Wahid Zain.
Pada tahun 1996, Yayasan IKSA mulai memfungsikan Langgar Gipo sebagai tempat halal bihalal bani Gipo. Kini, Langgar Gipo menjadi bangunan Cagar Budaya dan Destinasi Wisata Religi.
Sebelumnya, Pemkot Surabaya sudah menetapkan Langgar Gipo sebagai bangunan Cagar Budaya dengan SK Wali Kota Surabaya No 188.45/63/436.1.2/2021 tanggal 21 Februari 2021. (*/gipo)