Oleh Maksum Zuber *)
Dari arena peringatan satu abad NU, berjubel dan berdesak-desakan ummat manusia bukan karena histeris dan ketakutan akibat perang, intimidasi dan diskriminasi di dunia sana.
Tapi karena suasana keberkahan dan kegembiraan dari nilai-nilai dan washilah masyayih Nahdlatul Ulama yang ditanamkan kepada warga Nahdliyin di jagad Nusantara Indonesia.
Akibat dari nilai-nilai “ Hubbul Wathon Minal Iman“ yang ditanamkan para pendiri NU dan kyai-kyai pondok pesantren di lingkungan Nahdliyin telah menjadi watak dan perilaku warga nahdliyin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Warga Nahdliyin yang berproses melalui pondok pesantren yang disebut santri telah menjadi perekat dan pemersatu bangsa dimanapun berada, baik yang ada di dalam negeri (Indonesia) maupun diluar jagad nusantara (luar negeri) akan selalu tertanam nilai-nilai dasar tersebut dalam berbangsa dan bernegara yakni “ Hubbul Wathon Minal Iman “ artinya Mencintai Bangsa dan Negara sebagian dari Iman, ini yang tertanam.
“Belajarlah dari nilai-nilai dan doktrin NU untuk menciptakan dunia yang damai“.
Wahai Dunia, engkau sedang tidak baik-baik saja, perang Ukraina berlangsung sejak 24 Februari 2022, Pemerintah Rusia menyatakan bahwa Perang Dunia III dengan Barat telah dimulai, setelah AS ikut campur dalam Perang Ukraina.
Pembawa acara 60 menit di Saluran TV Rusia Olgas Kbayeva mengatakan bahwa operasi militer khusus di Ukraina semakin memanas. Perang sesungguhnya telah dimulai, dan itu adalah Perang Dunia III.
Dalam sebuah kanal YouTube berjudul “Dunia Gempar! Putin Secara Resmi Umumkan Perang Dunia III dengan NATO” berdurasi 9.55 menit yang diunggah 5 hari yang lalu, juru bicara Kremlin juga mengatakan bahwa negara-negara barat telah memasok senjata ke Ukraina yang kini digunakan dalam Perang melawan Rusia.
Sementara itu ilmuwan politik Kementerian Luar Negeri Rusia, Vladimir Alfatov mengatakan, akan menghabisi siapa saja yang ikut campur dalam Perang Ukraina. Alfatov juga mengangkat momok Perang Nuklir.
Para Masyayih (pendiri) Nahdlatul Ulama telah memberi contoh kepedulian terhadap perdamaian dunia melalui Komite Hijaz, diplomasi ala santri dengan kedalaman Ilmu para Ulama NU dan kekuatan nilai-nilai Ahli Sunnah Wal Jamaah An-Nahdliyah yang diutus menghadap ke Kerajaan Arab Saudi menjadi adalah cara-cara NU menyelesaikan perbedaan dan ketegangan dunia Islam saat itu.
Pra kelahiran NU masa itu demi mempertahankan keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban, para ulama / kyai kalangan pesantren membentuk Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah dan kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H atau bertepatan dengan 31 Januari 1926. Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
KH. Hasyim Asy’ari merumuskan Kitab Qanun Asasi atau prinsip dasar, kemudian merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Satu Abad NU 2023 atau Hari Lahir Nahdlatul Ulama berdasarkan penanggalan Qamariyah atau Hijriah, NU saat ini tengah memasuki usia 100 tahun atau satu abad, pada 31 Januari 1926 Masehi, bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H di Surabaya, Jawa Timur.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melaksanakan rangkaian perayaan Satu Abad NU dengan berbagai kegiatan adapun resepsi puncaknya di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, pada Selasa, 7 Februari 2023.
Sebagai rangkaian kegiatan satu abad NU dilaksanakan Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I di Surabaya pada Senin (6/2/2023) yang selanjutnya Piagam Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I tersedia dalam 2 versi bahasa, yaitu Bahasa Arab dan Indonesia.
Piagam dibacakan oleh KH Musthofa Bisri (Gus Mus) dan Yenny Wahid di acara Puncak Resepsi Harlah 1 Abad NU yang digelar di Gelora Delta Sidoarjo, Selasa (7/2/2023) sebagai
“Tekad satu Abad Nahdlatul Ulama “ yang isinya ;
Isi dan makna Piagam “Tekad Satu Abad Nahdlatul Ulama“ bukan pernyataan biasa, bukan sekedar merangkai kata-kata tapi para kyai/ulama Nahdlatul Ulama telah mengambil saripati dari proses bagaimana para kyai/ulama menjalankannya dengan seksama menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap digdaya melawan pihak-pihak yang ingin menghancurkan dengan mengadu domba baik melalui “proxy war“ mampu tertangkal sehingga kami bisa merasakan Indonesia hari ini.
Piagam “Tekad satu Abad Nahdlatul Ulama“ untuk Serukan Perdamaian Dunia :
Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa pandangan lama yang berakar pada tradisi fiqih klasik, yaitu adanya cita-cita untuk menyatukan umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara Khilafah harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat.
Cita-cita mendirikan kembali negara Khilafah yang dianggap bisa menyatukan umat Islam sedunia, namun dalam hubungan berhadap-hadapan dengan non-Muslim bukanlah hal yang pantas diusahakan dan dijadikan sebagai sebuah aspirasi.
Sebagaimana terbukti akhir-akhir ini melalui upaya mendirikan negara ISIS. Usaha semacam ini niscaya akan berakhir dalam kekacauan dan justru berlawanan dengan tujuan-tujuan pokok agama atau maqashidu syariah yang tergambar dalam lima prinsip; menjaga nyawa, menjaga agama, menjaga akal, menjaga keluarga, dan menjaga harta.
Dalam kenyataannya, usaha-usaha untuk mendirikan kembali negara Khilafah, nyata-nyata bertabrakan dengan tujuan-tujuan pokok agama tersebut. Ini dikarenakan usaha semacam ini akan menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial politik. Lebih dari itu, jika pun akhirnya berhasil, usaha-usaha ini juga akan menyebabkan runtuhnya sistem negara-bangsa serta menyebabkan konflik berbau kekerasan yang akan menimpa sebagian besar wilayah di dunia.
Sejarah menunjukkan, kekacauan karena perang pada akhirnya akan selalu didampingi dengan penghancuran yang luas atas rumah ibadah, hilangnya nyawa manusia, hancurnya akhlak, keluarga, dan harta benda.
Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, cara yang paling tepat dan manjur untuk mewujudkan kemaslahatan umat Islam sedunia (al-ummah al-islamiyyah) adalah dengan memperkuat kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh umat manusia, baik muslim atau non-Muslim serta mengakui adanya persaudaraan seluruh manusia, anak cucu Adam (ukhuwah basyariyyah).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berikut piagamnya memanglah tidak sempurna dan harus diakui masih mengandung masalah hingga saat ini. Namun demikian, piagam PBB itu dimaksudkan sejak awal sebagai upaya untuk mengakhiri perang yang amat merusak dan praktik-praktik biadab yang mencirikan hubungan internasional sepanjang sejarah manusia. Karena itu, Piagam PBB dan PBB itu sendiri bisa menjadi dasar yang paling kokoh dan yang tersedia untuk mengembangkan fiqih baru guna menegakkan masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis.
Daripada bercita-cita dan berusaha untuk menyatupadukan seluruh umat Islam dalam negara tunggal sedunia, yaitu negara khilafah, Nahdlatul Ulama memilih jalan lain, mengajak umat Islam untuk menempuh visi baru, mengembangkan wacana baru tentang fiqih, yaitu fiqih yang akan dapat mencegah eksploitasi atas identitas, menangkal penyebaran kebencian antargolongan, mendukung solidaritas, dan saling menghargai perbedaan di antara manusia, budaya, dan bangsa-bangsa di dunia, serta mendukung lahirnya tatanan dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis, tatanan yang didasarkan pada penghargaan atas hak-hak yang setara serta martabat setiap umat manusia.
Visi yang seperti inilah yang justru akan mampu mewujudkan tujuan-tujuan pokok syariah.
*) Penulis adalah Sekjen Pimpinan Pusat IPNU 1991-1995.