Oleh: Dr. Hisnindarsyah
Kita semua berduka atas insiden tragis yang terjadi di Pondok Pesantren Khoziny, Buduran. Rasa duka dan kehilangan mendalam kami sampaikan kepada keluarga korban, santri, serta seluruh civitas pesantren yang terdampak. Semoga para korban diberikan tempat terbaik di sisi-Nya dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan serta kesabaran. Musibah ini menjadi momen refleksi dan perenungan bagi kita semua, bahwa keselamatan dan keamanan adalah pondasi dasar dalam proses pendidikan dan pengasuhan santri.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pembinaan keagamaan memiliki peran sentral dalam membentuk generasi bangsa. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan lingkungan, pesantren juga menghadapi berbagai risiko.
Mitigasi risiko adalah serangkaian langkah untuk mengurangi atau menghilangkan dampak negatif kovddari potensi bahaya yang mengintai. Sehingga tercipta lingkungan belajar yang aman, sehat, dan bermartabat bagi para santri.
Langkah mitigasi risiko di lingkungan pesantren
Yang pertama adalah mengidentifikasi Risiko.
Langkah awal mitigasi ini adalah mengenali potensi risiko di lingkungan pesantren. Risiko-risiko tersebut mencakup : Risiko struktural bangunan (atap mudah roboh, dinding rapuh, kabel listrik semrawut), risiko kesehatan (sanitasi buruk, ventilasi tidak memadai), risiko lingkungan rawan bencana (banjir, gempa, longsor), risiko operasional (tidak adanya prosedur tanggap darurat, pelatihan kebencanaan, atau alat pemadam kebakaran), serta risiko sosial dan psikologis (seperti tekanan mental santri karena overkapasitas, kurangnya ruang terbuka, atau sistem disiplin yang belum sehat).
Kedua adalah menganalisis dan Memprioritaskan Risiko.
Setelah risiko dikenali, analisis dilakukan untuk menilai tingkat bahaya dan dampaknya. Analisis ini penting untuk mengetahui mana yang paling mendesak ditangani. Tidak semua risiko bisa ditangani sekaligus, apalagi di tengah keterbatasan dana dan sumber daya. Oleh karena itu, pengelola pesantren perlu menyusun prioritas. Mana yang paling membahayakan nyawa? Mana yang membutuhkan biaya kecil tapi berdampak besar? Mana yang bisa dikerjakan gotong-royong? Prinsip utamanya adalah mengutamakan keselamatan jiwa.
Yang ketiga adalah Menerapkan Solusi. Solusi yang diterapkan telah disesuaikan dengan jenis risiko yang dihadapi. Misalnya : renovasi dan penguatan bangunan yang sudah rusak, menyediakan alat keselamatan (APAR, jalur evakuasi, alarm darurat), menjadwalkan pelatihan rutin untuk santri dan pengurus mengenai tanggap bencana, serta menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) evakuasi. Penerapan solusi dapat dilakukan secara gotong royong, bekerja sama dengan lembaga lain.
Yang keempat adalah memantau dan Mengevaluasi Risiko. Mitigasi bukan kegiatan satu kali saja. Namun harus ada sistem evaluasi dan pemantauan berkala untuk memastikan bahwa upaya yang sudah dilakukan tetap efektif. Pesantren bisa membuat tim khusus (semacam Satgas Mitigasi) yang bertugas memantau kondisi bangunan, melakukan pengecekan alat keselamatan, serta mencatat potensi risiko baru yang mungkin muncul.
Pentingnya Kolaborasi dan Pendampingan
Masih banyaknya pesantren berdiri di pelosok, mandiri, dan dengan anggaran yang sangat terbatas. Dibangun tanpa perencanaan infrastruktur yang memadai dan minim pendampingan dari pihak profesional. Sehingga sangat jelas bahwa pesantren tidak bisa berjalan sendiri dalam hal mitigasi risiko.
Di sinilah pentingnya kolaborasi antar pihak, seperti pemerintah daerah dan pusat untuk membuat kebijakan dan pengawasan yang berpihak pada keselamatan pesantren. Juga kolaborasi antar lembaga pendidikan, seperti kampus yang bisa memberikan pendampingan akademik dan teknis. Serta kolaborasi Ormas dan media massa, yang bisa menjadi mitra dalam advokasi, pelatihan, dan penyebaran edukasi.
Gerakan Nasional Ayo Mondok (GAMN) bersama Perhimpunan Dokter Nahdatul Ulama ( PDNU) turut hadir sebagai gerakan strategis kolaborasi. Sebagai bagian dari respon cepat terhadap tragedi Buduran, tim GNAM menginisiasi pembentukan Posko Peduli Khoziny. Kegiatan utama Posko antara lain: Melakukan penanganan Trauma Healing. GNAM dan PDNU bisa bekerja sama dengan kampus yang memiliki program studi Psikologi untuk mengirimkan relawan pendampingan dan terapi psikologis bagi para korban.
Selanjutnya, pendampingan Komunikasi. Dalam situasi krisis, komunikasi yang salah dapat berujung pada fitnah atau tekanan sosial yang semakin menyulitkan. GNAM dan PDNU siap menjadi juru bicara atau pendamping komunikasi untuk membantu pengasuh pesantren menghadapi media dan publik, dengan narasi yang empatik dan jernih.
Berikutnya adalah Advokasi Hukum. GNAM dan PDNU juga dapat menghadirkan pendamping hukum bagi pengasuh pondok untuk bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam proses penyelidikan, sambil memastikan hak-hak hukum pesantren tetap terlindungi.
Pembentukan Media Center. Posko ini juga bisa difungsikan sebagai pusat informasi (media center) agar arus berita tidak liar dan tetap satu arah. Semua perkembangan, klarifikasi, dan pernyataan resmi akan disampaikan satu pintu untuk menjaga stabilitas dan ketenangan publik.
Urgensi Mitigasi Resiko Ponpes
ATragedi Buduran adalah alarm keras bagi semua pihak. Dengan mengedepankan prinsip mitigasi risiko dan aksi kolaboratif, kita bisa mencegah kejadian tersebut berulang kembali. Gernas Ayo Mondok Nasional dan PDNU siap menjadi bagian dari ikhtiar besar ini. Menjembatani, mendampingi, dan menguatkan pesantren agar tidak hanya kuat secara spiritual, tapi juga kokoh secara struktural dan manajerial. Marilah kita bersatu dan bergerak bersama, demi keselamatan dan keberlangsungan pesantren di Indonesia.
*) Penulis adalah Pengurus Pusat Gerakan Nasional Ayo Mondok, Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter NU/PDNU
Artikel ini juga ditayankan di Kolom Opini Jawa Pos kamis 2 Oktober 2025