Banten (Radar96.com) – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendukung tindakan hukum untuk aliran Hakeko Balakasuta di Banten, yang dilakukan Polda Banten, karena aliran itu dipastikan tidak ada kaitanya dengan ajaran agama Islam atau aliran sesat.
“Kami mendukung tindakan hukum yang dilakukan Polri dengan harapan ada edukasi publik yang terukur, tentu dalam penegakan hukumnya juga melibatkan ahli di bidang agama,” kata Anggota Kompolnas, H. Mohammad Dawam, dalam keterangannya, Selasa (16/3/2021).
Hakeko Balakasuta di Banten dipastikan aliran sesat karena Islam tidak mengenal lagi ada utusan Allah sebagai Rasul setelah Nabi Muhammad, dan tidak ada Syahadat selain yang sudah baku: Asyhadu An Laa Ilaaha Ilaa Allahu, Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.
Terkait aliran sesat itu, Polda Banten sudah menangkap 16 orang diduga pengikut aliran sesat itu yang menjalankan ritual berendam di rawa tanpa busana, termasuk diantaranya ada tiga orang anak di bawah umur. Pelaku mengaku diperintah Arya sebagai Ketua Kauman aliran Balakasuta.
Aliran itu mewajibkan pengikut baru membaca kalimat Syahadat ala Hakekok Balakasuta, yakni “Sahadatan ala ila ha illah wasahadatan ala saidin muhammad ama sepuh”. Ama Sepuh yang dimaksud adalah Arya yang mendaku dapat memberikan keselamatan dunia akhirat dan menjadikan pengikutnya kaya raya.
Menurut Dawam, tindakan hukum yang dilakukan Polri itu diharapkan tidak ada aliran-aliran baru lagi di Indonesia yang justru bertentangan dengan prinsip dan ajaran dasar agama.
“Islam hanya mengenal bentuk Syahadat yang sudah baku: Asyhadu An Laa Ilaaha Ilaa Allahu, Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah. Jadi, dalam Islam tidak dikenal lagi ada utusan Allah sebagai Rasul setelah Nabi Muhammad,” katanya.
Bila dikemudian hari ada orang yang mengaku sebagai utusan Allah sebagaimana pimpinan aliran hakikok itu, maka dipastikan bukan ajaran Islam.
“Ajaran Islam itu selalu mengacu pada tiga aspek, yakni Cara ber-Iman atau Tauhid, yakni keyakinan dan ideologi seseorang; Cara ber-Islam atau Syariat seseorang, yakni tata cara penegakan hukum yg mengatur baik kehidupan pribadi dan sosial; dan Cara ber-Ihsan, yakni etika dan akhlak mulia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” katanya.
Dari ketiga aspek diatas harus dilaksanakan dengan cara, proses dan mekanisme yang baik dan tidak melanggar hukum. Pemahaman ber-Islam yang benar pasti melalui cara, proses dan mekanisme yang benar, baik, tidak melanggar hukum dan bahkan menginspirasi pihak lain untuk sama sama melakukan perbaikan, baik personal maupun kenegaraan. (*/mz)