Pamekasan (Radar96.com) – Wakil Sekretaris PW GP Ansor Jatim, Mahathir Muhammad, menilai Madura kehilangan ulama muda yang visioner dengan wafatnya pengasuh Pondok Pesantren (PP) Mambaul Ulum, Bata-Bata, Desa Panaan, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur, RKH. M. Thohir Abdul Hamid (Lora Thohir) pada Sabtu (3/7) pukul 17.23 WIB.
“Saya tidak dekat dengan Lora RKH. M. Thohir Abdul Hamid, hanya beberapa kali bertemu beliau. Terakhir, saya bertemu beliau sekitar tiga minggu lalu, ketika saya mendampingi Mas Emil Elestianto Dardak (Wakil Gubernur Jawa Timur) melakukan kunjungan silaturahmi ke pesantren beliau pada tiga minggu lalu,” katanya di Pamekasan, Minggu.
Dalam pertemuan pada tiga minggu lalu tersebut, Wagub Jatim Emil Dardak dan Lora Thohir berdiskusi cukup lama. Dimulai dengan menyampaikan salam dari Ibu Gubernur Jawa Timur, lalu mendiskusikan update situasi dan kondisi Covid-19, hingga berlanjut membahas tentang sektor ekonomi, sosial dan pendidikan.
“Diskusi sangat gayeng sekali, apalagi Mas Emil dan Lora Thohir ternyata memiliki kesamaan, yaitu sama-sama penggemar Manchester United. Mas Emil sangat mengagumi Lora Thohir, salah satunya tentang pesantrennya yang berwawasan global. Bayangkan dalam pesantren beliau ada 12 bahasa yang diajarkan mulai Bahasa Inggris, Arab, Perancis, Mandarin, Korea, bahkan Rusia,” katanya.
Lora Thohir yang belum berusia 40 tahun itu juga sosok yang peduli memikirkan ekonomi umat, terbukti beberapa ikhtiar gerakan usaha telah dilakukannya untuk mewujudkan mimpi sektor ekonomi umat. “Saya menilai Lora Thohir adalah potret ulama muda Madura yang visioner. Ulama muda yang sederhana, humble, egaliter, dan haus akan ilmu pengetahuan,” katanya.
Menurut Mahathir, pandangan politik Lora Thohir juga sangat luas dan bernas, terbuka dalam pemikiran, argumentasinya berdalil, serta selalu adaptif dan “update” dalam kemajuan. Sosoknya berwawasan global, namun tidak kehilangan akar tradisionalnya.
“Gagasan-gagasannya segar, kreatif, global serta memiliki perspektif dan spirit baru dalam kemajuan dunia pesantren. Beliau sosok yang moderat, menjaga tradisi pesantren, namun haus ilmu, hingga terus bergerak melampaui batas geografis untuk mengirim para santrinya menuntut ilmu,” katanya.
Salah satunya yang bisa dilihat dari gerakannya adalah almarhum men-diaspora santrinya ke berbagai perguruan tinggi negeri bonafit di dalam negeri dan luar negeri. Diaspora ini tentunya membawa dampak positif bagi kemajuan pesantrennya.
“Lihat pesantrennya, memiliki 12 bahasa asing. Beliau juga sangat adaptif dalam perubahan, mulai perkembangan teknologi informasi dan banyak lainnya. Sampai-sampai beberapa santrinya dikursuskan menjadi barista (ahli pencicip rasa), maka tak heran jika bertamu kepada beliau, aneka jenis minuman ala cafe disajikan kepada tamu,” katanya.
Dalam kenangan pertemuan tersebut, Lora Thohir meminta Wagub Emil Dardak untuk hadir dalam acara “Pekan Mengaji” yang merupakan agenda besar dan tahunan dari Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata yang diikuti oleh santri dan alumni dari seluruh pelosok negeri, bahkan dunia.
“Mas Emil siap hadir dalam acara pekan mengaji itu. Acara itu merupakan wujud ikhtiar beliau tentang komitmen pesantren dalam pendidikan agar tidak tertinggal dari roda kemajuan peradaban. Tak tanggung-tanggung 30 narasumber kaliber nasional dan internasional diundang untuk mentraformasikan pengetahuan kepada para santri dan alumni,” katanya.
Namun, acara tersebut belum terlaksana sudah ada kabar dari Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak bahwa Lora Thohir meninggal dunia pada hari Sabtu (3/7) pukul 17.23 WIB. “Berita duka tersebut, tak terasa membuat air mata saya menetes deras, masih tak percaya bahwa Lora Thohir yang merupakan ‘Cahaya Madura’ itu telah meninggalkan kita semua,” katanya. (*)