Lampung (Radar96.com) – Keketuaan Prof. Dr. M. Nuh DEA sebagai Ketua Panitia Pengarah (SC) Muktamar Ke-34 NU di Lampung mendapat apresiasi dari banyak pihak, terutama saat memimpin sidang pleno tatib dan tabulasi AHWA (Ahlul Walii Wal Aqdi) atau Tim Sembilan yang menentukan kiai sepuh yang mengemban tugas sebagai Rais Aam PBNU periode mendatang.
“Kepiawaian Pak Nuh dalam memimpin sidang menujukkan bahwa beliau mempunyai kemampuan sempurna untuk memahami, mengendalikan, dan mengevaluasi emosi peserta sidang,” kata Wakil Ketua PWNU Jatim, DR H Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), di Lampung, Jumat (24/12).
Menurut pengasuh PP An-Nur 1 Bululawang Malang itu, dua agenda persidangan pleno penting di Muktamar NU hari Rabu dan Kamis (22-23/12) menunjukkan Kecerdasan emosional (EQ) Prof. Dr. M. Nuh DEA dalam memahami, menafsirkan, dan menanggapi emosi orang lain.
“Bayangkan sebuah pleno yang dihadiri ribuan orang dan berlangsung keras, diwarnai hujan interupsi dan teriakan keras yang membuat sidang harus di-skors puluhan kali. Saya yakin tidak semua orang akan mampu sesabar itu menghadapi sekian banyak orang yang ngeyel tidak bisa mau saling mengerti ketika orang lain bicara dan berebut microphone,” katanya.
Para psikolog menyebut kemampuan ini sebagai kecerdasan emosional, dan beberapa ahli bahkan menyatakan bahwa kecerdasan itu lebih penting daripada IQ dalam keseluruhan kesuksesan dalam hidup.
“Misalnya, ketika pembahasan tentang keabsahan peserta sidang tatib, sekelompok pria maju bareng di sisi kanan dan kiri panggung, saling berdebat dan ada yang saling menudingkan jari sambil mengatakan ketidaksetujuan pada pembahasan rapat pleno tersebut. Pak Nuh tetap tenang dan berulang kali men-skors sidang sambil tetap tersenyum untuk mengendalikan situasi,” katanya.
Ketika hujan interupsi semakin gencar, Pak Nuh mendinginkan situasi dengan melakukan skors, lalu turun panggung melakukan lobi kepada tokoh dua kandidat yang bersaing di arena, situasi pun akhirnya terkendali dengan trik melakukan “pending” (penangguhan) di satu bagian yang disengketakan.
“Sungguh, tidak mudah untuk bisa memahamkan banyak orang, biasanya orang dengan EQ rendah akan suka berdebat tentang sesuatu yang remeh, sementara menolak untuk mendengarkan apa yang orang lain katakan. Bahkan jika Anda memberi mereka bukti bahwa mereka salah, mereka akan berargumen bahwa fakta Anda yang salah,” katanya.
Dalam sidang kadang ada orang yang merasa mereka harus selalu menang dengan segala cara dan merasa tidak mungkin untuk hanya “setuju untuk tidak setuju”. Ketidakmampuan untuk mengatasi situasi bermuatan emosi dapat menjadikan sidang berakhir dengan baku hantam.
“Saya melihat kesabaran dan kecerdasan Pak Nuh patut diacungi jempol, dengan sangat ramah dan rendah hati, beliau dapat mengolah dan membelokkan emosi peserta sidang, sehingga mampu menyelesaikan rapat pleno tatib yang sangat alot sampai malam hari,” katanya.
Contoh lain, dalam sidang tabulasi AHWA di Unila (23/12), sebelum dimulai penghitungan suara, Gus Fahrur berbicara kepada petugas persidangan agar menyetujui klausul untuk mengesampingkan usulan sejumlah PCNU yang dianggap bermasalah keabsahannya sesuai keputusan rapat pleno tatib.
Petugas persidangan yang masih berusia muda itu menolak dengan nada agak keras, sehingga terjadi silang pendapat beberapa saat, lalu Gus Fahrur berinisiatif menelepon panitia untuk memberikan penjelasan sesuai kesepakatan sidang pleno tatib sebelumnya.
Pihak panitia persidangan tetap bersikukuh menolak untuk memisahkan berkas usulan dari PCNU yang bermasalah, hingga hampir dua jam tidak ada titik temu, karena saling ngotot/bersikeras, padahal dalam rapat pleno sebelumnya sudah disepakati untuk di-pending dan diselesaikan di sidang abitrase secara terpisah.
Akhirnya, Pak Nuh datang dan memberikan keputusan tepat sesuai keputusan pleno sehingga penghitungan dapat segera dimulai, bahkan Pak Nuh memimpin sendiri proses awal pembukaan kotak suara dengan sangat santun dan melegakan semua pihak.
“Masak, buka kotak suara saja perlu bantuan Profesor Nuh…hahaa.. Alhamdulillah, rapat tabulasi rekap suara AHWA segera dimulai dan berlangsung lebih cepat dari waktu yang diperkirakan dengan menghasilkan data yang valid secara manual,” katanya.
Namun, panitia sidang terlambat menyiapkan form berita acara, sehingga para saksi harus sabar menunggu, sehingga Pak Nuh meminta ditampilkan segera ditampilkan di layar saja, namun panitia agak berbelit tidak langsung kepada data akhir, sehingga Gus Fahrur meminta interupsi dan Pak Nuh langsung meminta data akhir yang sesuai dengan rekap saksi dan semua peserta sidang menjadi puas dan merasa senang. “Terima kasih, Pak Nuh,” katanya. (*/pna)