Oleh Ahmad Inung *)
“I would like to be remembered as a man who won the heavyweight title three times. Who was humorous and who treated everyone right. As a man who never looked down on those who looked up to him, and who helped as many people as he could. As a man who stood up for his beliefs no matter what. As a man who tried to unite all humankind through faith and love. And if all that’s too much, then I guess I’d settle for being remembered only as a great boxer who became a leader and a champion of his people. And I wouldn’t even mind if folks forgot how pretty I was”
** Muhammad Ali **
(“Aku ingin dikenang sebagai laki-laki yang merebut gelar tinju kelas berat tiga kali. Laki-laki penuh humor yang memperlakukan setiap orang dengan baik. Laki-laki yang tidak pernah merendahkan orang yang menghormatinya. Yang membantu sebanyak mungkin orang lain. Laki-laki yang membela keyakinannya, apa pun yang terjadi. Laki-laki yang berupaya menyatukan umat manusia melalui iman dan cinta. Jika itu terlalu banyak, aku lebih senang dikenang sebagai petinju besar yang menjadi pemimpin dan pemenang bagi kaumnya. Dan aku sama sekali tidak keberatan jika orang-orang melupakan kegantenganku” Muhammad Ali)
Apa yang akan dikenang sebagai kebaikan dalam hidup ini? Apa saja kisah orang-orang di masa lalu yang hingga kini masih terus kita kenang sebagai kebaikan dan menginspirasi hidup kita? Jawaban kita atas pertanyaan ini akan sangat menentukan bagaimana cara kita menghayati dan menjalani hidup.
Banyak orang besar yang namanya disebut-sebut karena kemenangannya dalam berbagai pertempuran. Ada juga orang-orang yang dikenang karena berbagai tindakan mulia dalam hidupnya sekalipun mungkin ia dikalahkan oleh musuh-musuhnya.
Hidup bukan hanya tentang persaingan dan peperangan, di mana cerita akhirnya tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah. Betapa miskin, kering dan menyedihkannya jika hidup semata-mata tentang mengalahkan atau dikalahkan, membunuh atau dibunuh.
Hidup adalah sebuah jembatan yang terentang dari titik kebinatangan menuju pada kemuliaan terbaik. Ibarat sebuah kanvas, di atasnya miliaran goresan membentuk sebuah gambar yang utuh. Ibarat sebuah buku, setiap halamannya memiliki beragam kisah yang secara keseluruhan merangkai sebuah kisah besar yang disebut kisah anak cucu Adam.
Di dalamnya ada tangis dan tawa; kesetiaan dan pengkhianatan; persaudaraan dan permusuhan; konflik dan perdamaian; kerja sama dan perlombaan. Lihatlah ke sekeliling! Kita akan melihat seorang sahabat yang menjabat tangan dan mendekap erat sahabatnya yang hendak pergi jauh.
Di saat yang sama, kita mendengar kabar bagaimana seseorang membunuh sahabatnya sendiri hanya karena persoalan cinta. Ironi! Di malam hari, kita disuguhi berita orang-orang besar yang seakan tidak memiliki kisah lain yang bisa dinarasikan ke ruang publik selain cerita perlombaan untuk mengalahkan dan menyingkirkan.
Setiap detik, arus kehidupan terus mengalir. Tidak ada peristiwa yang sama. Perlombaan hanyalah salah satu dari ribuan kisah hidup manusia. Orang ke luar rumah tak selalu untuk menundukkan seseorang. Ada orang yang ingin bertemu orang lain untuk menyatukan energi, melakukan kerja sama, di mana kegagalan dan kesuksesan akan ditanggung bersama.
Jadi, jangan menyederhanakan kehidupan semata-mata tentang persaingan dan perlombaan yang muaranya selalu tentang siapa yang jadi pemenangnya.
Kesalahan dalam memandang hidup sebagai semata-mata persaingan membuat kita melihat kemenangan adalah puncak kebaikan. Karena kemenangan adalah puncak kebaikan, maka kekalahan dianggap sebagai serendah-rendahnya keburukan. Karena itu, maka kemenangan harus dicapai berapapun harganya, dan kekalahan harus dihindari bagaimanapun caranya.
Mari belajar dari sejarah orang-orang besar. Muhammad Ali memiliki catatan menang-kalah 56-5 (37 menang KO) selama berkarir sebagai petinju. George Foreman memiliki rekor bertinju 76 menang (68 menang KO) dan 5 kali kalah. Kalau membandingkan rekor bertinju Muhammad Ali dengan George Foreman, jelas sekali Foreman memiliki jumlah kemenangan yang jauh lebih banyak.
Tapi, siapakah yang dikenang sebagai legenda tinju kelas berat? Ali pernah dikalahkan oleh Joe Frazier, Ken Norton, Leon Spinks, Larry Holmes, dan Trevor Berbick. Apakah kelima nama itu mengalahkan kebesaran nama Muhammad Ali, baik di dalam maupun di luar ring? Sama sekali tidak!.
Begitu juga dengan Gus Dur. Dia dikalahkan oleh para musuh politiknya. Dia dijungkalkan dari posisinya sebagai presiden Republik Indonesia. Bahkan, yang paling ironi, dia disingkirkan dari partai yang didirikannya. Gus Dur berusaha melawan. Tapi Sejarah akhirnya mencatat: Gus Dur kalah.
Tapi apakah hanya karena kekalahan itu kemudian Gus Dur bukan sosok mulia yang kebaikannya layak dikenang dan diteladani? Gus Dur tetaplah pribadi yang hidupnya akan terus menjadi kenangan baik.
Banyak nabi yang dikalahkan, bahkan dibunuh, oleh kaumnya. Bahkan, sejarah perseteruan purba baik-buruk dikisahkan sebagai kemenangan kejahatan (Qabil atau Kain) atas kebaikan (Habil atau Abel). Dalam kisah Qabil-Habil, kebaikan dinarasikan sebagai keikhlasan dalam menjalani hidup sebagai hamba Tuhan, sedang keburukan atau kejahatan adalah kedengkian yang didorong oleh kerakusan untuk mengambil dan menguasai sesuatu yang bukan miliknya.
Seluruh kisah ini memberi Pelajaran kepada kita bahwa kebaikan tidak ditentukan apakah kita dikalahkan atau mengalahkan. Kebaikan ditentukan bagaimana cara kita menjalani kehidupan. Menang atau kalah hanya sebuah konsekuensi logis ketika kita sedang menjalani kisah persaingan dalam hidup.
Menang atau kalah tidak menentukan kualitas hidup kita. Kisah persaingan hanya sebagian kecil dari keseluruhan hidup kita. Yang menjadi taruhan adalah apakah kita menjalani hidup dengan kebaikan atau keburukan; kejujuran atau kebohongan; kesetiaan atau pengkhianatan; cinta kasih atau permusuhan dan kebencian. (*)
*) Ahmad Zainul Hamdi, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama, Guru Besar Sosiologi Agama UIN Sunan Ampel
*) Sumber Tulisan dari kiriman penulis, tapi penulis juga menyertakan pemuatan tulisan di:
https://arina.id/perspektif/ar-Pnddd/kenangan-dan-kemenangan