Surabaya (Radar96.com) – Sebanyak lima kabupaten di Provinsi Jawa Timur menjadi pilot project atau percontohan program nasional percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem, yakni Bangkalan, Sumenep, Probolinggo, Bojonegoro, dan Lamongan.
Pemilihan lima kabupaten tersebut disampaikan Wakil Presiden RI KH. Ma’ruf Amin selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dalam Rakor Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem bersama dengan Gubernur dan Bupati/Walikota dari 7 provinsi yang menjadi percontohan atau pilot project program ini secara virtual.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa hadir secara virtual bersama Bupati Sumenep Achmad Fauzi, Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron , Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, beberapa Kepala OPD di lingkungan Pemprov Jatim serta Kepala BAPPEDA dari lima kabupaten di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa. (28/9).
Untuk diketahui, kemiskinan ekstrem sendiri mengacu pada definisi Bank Dunia dan PBB, yaitu kondisi dimana kesejahteraan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan yakni memiliki pengeluaran perkapita per hari di bawah US $ 1,9 PPP (Purchasing Power Parity). PPP ini dihitung oleh Bank Dunia dengan membandingkan harga komoditas antar negara.
Program percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem ini merupakan program dari pemerintah pusat dimana pada Tahap I tahun 2021 ini ada 7 provinsi yang ditunjuk menjadi pilot project yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Maluku, Papua dan Papua Barat.
Dari 7 provinsi tersebut masing-masing ditunjuk 5 kab/kota sebagai lokus percontohan, sehingga total ada 35 kab/kota seluruh Indonesia yang menjadi pilot project. Selanjutnya, dari tiap kabupaten tersebut akan dipilih kembali 5 kecamatan, dan dari tiap kecamatan akan dipilih 5 desa. Untuk selanjutnya, pada tahap kedua nantinya program ini akan dilakukan di 25 kab/kota.
Dalam arahannya, Wakil Presiden Wakil Presiden RI KH. Ma’ruf Amin menekankan upaya pemerintah untuk mencapai target menghilangkan kemiskinan ekstrem pada akhir tahun 2024. Penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Suistanable Development Goals (SDG’s) yang memuat komitmen global untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem pada tahun 2030.
“Namun, Bapak Presiden menugaskan kita semua untuk dapat menuntaskannya enam tahun lebih cepat, yaitu pada akhir tahun 2024. Oleh karena itu maka penanganan kemiskinan ekstrem ini menjadi tugas dan tanggungjawab kita bersama untuk menyelesaikannya” kata Wapres.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, kemiskinan ekstrem Jatim tahun 2021 mencapai angka 4,4% dengan jumlah penduduk miskin ekstrem sebesar 1.746.990 jiwa. Jumlah ini 38,20% dari jumlah penduduk miskin Jatim.
Berdasarkan data SUSENAS Maret 2020 dan Maret 2021, Persentase penduduk miskin ekstrem Jatim pada tahun 2020 sebesar 4,5% , kemudian di tahun 2021 sebesar 4,4%. Persentase penduduk miskin Jatim pada tahun 2020 sebesar 11,09% , kemudian di tahun 2021 sebesar 11,40%.
Kemudian jumlah penduduk miskin ekstrem Jatim tahun 2020 sebanyak 1.812.210 orang (nasional 10,54 juta orang), kemudian tahun 2021 sebesar 1.746.990 orang (nasional 10,86 juta orang). Sedangkan jumlah penduduk miskin Jatim tahun 2020 sebanyak 4.419.100 orang (nasional 26,42 juta orang), kemudian tahun 2021 sebanyak 4.572.730 orang (nasional 27,54 juta orang).
Lebih lanjut diterangkan Khofifah, angka persentase kemiskinan pedesaan Jatim turun 0,11 poin persen (September 2020-Maret 2021). Jumlah penduduk miskin pedesaan Jatim turun sebesar 33.330 jiwa (September 2020-Maret 2021).
Sedangkan persentase kemiskinan perkotaan Jatim naik 0,01 poin persen (September 2020-Maret 2021). Jumlah penduduk miskin perkotaan Jatim naik sebesar 20.080 jiwa (September 2020-Maret 2021).
“Di tengah pandemi Covid-19, ekonomi masyarakat pedesaan relatif lebih tahan banting dibanding perkotaan. Masyarakat pedesaan lebih banyak bergerak di sektor agro atau pertanian, sedangkan masyarakat perkotaan bergantung di sektor perdagangan dan jasa,” katanya.
Untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan ekstrem di Jatim terutama pada lima kabupaten prioritas atau pilot project tersebut, kata Khofifah, Pemprov Jatim memfokuskan pada tiga strategi program yakni menurunkan beban pengeluaran, meningkatkan pendapatan dan meminimalkan wilayah kantong kemiskinan.
“Upaya ini melibatkan berbagai OPD lintas sektor yang ada di Pemprov Jatim. Hal ini tentunya membutuhkan konvergensi pendanaan baik dari pusat, APBD provinsi, APBD kab/kota serta CSR,” katanya.
Tidak hanya itu, lanjut Khofifah, untuk program di TA. 2022, Pemprov Jatim juga mengusulkan program penanggulangan kemiskinan ekstrem di Jatim. Yakni melalui program elektrifikasi, program Renovasi Rumah Tinggal Layak Huni (Rutilahu), program Bansos Usaha Ekonomi Produktif Kelompok Usaha Bersama (KUBE), serta program pemberdayaan usaha perempuan (JATIM PUSPA).
Pemprov Jatim sendiri, tambah dia, telah memiliki best practice program yang selama ini telah berjalan. Seperti PKH-Plus dengan sasaran masyarakat Jatim berusia 70 tahun atau lebih dalam program PKH. Nilai bantuannya sebesar Rp. 2 juta per orang/tahun dan diberikan bertahap masing-masing tahap Rp. 500 ribu.
“Ada juga program Desa Berdaya dengan penerimanya yakni desa mandiri untuk pengembangan desa tematik. Juga program pengembangan BUMDesa untuk peningkatan kapasitas dan permodalan. BPUM untuk usaha mikro serta penguatan kemandirian dan kemajuan desa,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Khofifah mengatakan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Jatim juga membaik. Indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, sedangkan indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Khofifah memaparkan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) pada Maret 2021 sebesar 1,841 turun 0,129 poin terhadap September 2020, dan naik 0,023 terhadap Maret 2020. Penurunan P1 ini mengindikasikan rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung naik mendekati garis kemiskinan. Kenaikan Indeks Kedalaman (Maret 2021-September 2020) untuk kemiskinan pedesaan sebesar 0,2 poin lebih tinggi dibanding perkotaan yang naik sebesar 0,06 poin.
Kemudian Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Jatim pada Maret 2021 sebesar 0,429 turun 0,1 poin terhadap September 2020 dan turun 0,001 poin terhadap Maret 2020. Penurunan P2 ini mengindikasikan rata-rata ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin semakin menipis. Kenaikan Indeks (Maret 2021-September 2020) untuk kemiskinan pedesaan sebesar 0,122 poin lebih tinggi dibandingkan perkotaan yang naik sebesar 0,079 poin.
“Kami berharap tentunya dengan gotong royong, kolaborasi dan kerjasama yang baik dari seluruh elemen pemerintahan, stakeholder termasuk masyarakat, maka upaya percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem nol persen di akhir 2021 sesuai target dari Bapak Presiden, insyaAllah dapat terwujud,” pungkasnya. (*/hmn)