PBNU dukung Mendikbud lawan intoleransi dan kekerasan seksual

Bagikan yuk..!

Jakarta (Radar96.com/NUO) – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung upaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk melawan tiga ‘dosa besar’ di dunia pendidikan yakni : intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual.

Pernyataan itu diungkapkan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat menerima kunjungan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (20/1/2022).

“NU akan mendukung penuh kampanye Kemendikbudristek terkait tiga ‘dosa besar’ di dunia pendidikan tersebut,” ungkap Gus Yahya, yang menyebut upaya yang dilakukan Kemendikbudristek ini adalah sesuatu yang menarik.

Karena, Masalah intoleransi di dunia pendidikan bukanlah kasus baru, pun kasus intoleransi dan kekerasan seksual. Ketiga hal tersebut sudah terjadi sejak lama. “Itu merupakan salah satu hal yang menarik. Dan kami sepakat terhadap kampanye Kemendikbudristek dalam melawan perilaku-perilaku tidak layak di dunia pendidikan, yang berfokus pada perilaku intoleran, pelecehan seksual, dan perundungan,” ucapnya.

Menurut tokoh yang pernah menjabat sebagai Juru Bicara (Jubir) Presiden ke-4 RI itu, hal-hal tersebut juga tidak dapat ditampik, karena kenyataannya memang banyak terjadi di lingkungan pendidikan. PBNU dan Kemendikbudristek bersinergi dalam melawan itu semua.

Iklan

“Pertama, harus kita akui bahwa itu semua ada termasuk di lembaga-lembaga pendidikan NU. Kedua, ini memang harus kita lawan, dan NU akan mendukung penuh upaya itu,” ujar alumni Pondok Pesantren Al Munawir Krapyak, Yogyakarta itu.

Ancaman intolerasi di sekolah dalam penelitian Wahid Foundation, gejala intoleransi dan radikalisme di dunia pendidikan terus meningkat. Dari hasil survei dilaporkan, pada tahun 2018 sebanyak 64,25 persen dari 923 pengurus Rohis sekolah setuju bahwa siswa Muslim dilarang memilih pemimpin dari kalangan non-Muslim.

Iklan

Beberapa dari banyak kasus intoleransi ini sangat bertentangan dengan pasal 4 Bab 3 UU Nomor 20 tahun 2003 karena secara prinsip penyelenggaraannya pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Untuk kasus Perundungan (bullying) juga meningkat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan bahwa sepanjang 2011-2019 kasus perundungan di lingkungan pendidikan dan media sosial mencapai 2.473 kasus dan trennya terus mengalami peningkatan.

Data perundungan juga menjadi riset Programme for International Students Assessment (PISA) 2018 yang hasilnya menunjukkan 41,1 persen murid mengaku pernah mengalami bullying. Mirisnya, Indonesia bertengger di posisi kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang siswanya paling banyak mengalami perundungan.

Untuk kasus Kekerasan Seksual, KPAI juga mencatat, sebanyak 18 kasus kekerasan seksual terjadi sepanjang Januari-Desember 2021. Berdasarkan data, 55 persen pelaku kekerasan seksual dilakukan oleh guru dan korban termuda berusia 3 tahun.

Sementara, data Kemendikbudristek mengungkapkan angka kekerasan seksual terhadap perempuan meningkat tahun ini. Hingga Juli 2021, telah terjadi 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka ini melampaui catatan 2020, yakni 2.400 kasus.

Kemendikbud menilai kasus kekerasan seksual yang terungkap hanyalah ‘puncak gunung es’ dari banyak kasus yang terjadi di Indonesia. Mirisnya pihak kampus kerap kebingungan menangani kasus ini karena memang tidak ada pedoman dan panduan terkait hal itu.

Oleh karena itu, diterbitkanlah Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual sebagai langkah yang progresif untuk menghilangkan tingginya kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi.

Hal itu juga disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, dalam jumpa persnya di Gedung PBNU, setelah diterima oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dan beberapa pengurus lainnya.

“Silaturrahim kami kali ini ke PBNU untuk membicarakan semua jenis kerja sama yang sudah dilakukan sebelumnya, dan juga potensi kerja sama ke depan. Kita punya banyak sekali persepsi dan visi yang sama, khususnya mengenai pendidikan,” kata Nadiem.

Sektor pendidikan, menurutnya, sangatlah penting. Karenanya, dalam kerja sama kali ini, pihaknya mengupayakan transformasi pendidikan yang bukan saja mengedepankan kualitas akan tetapi memprioritaskan juga penanaman karakteristik moral yang baik.

“Kami berupaya mentransformasikan, bukan hanya kualitas pendidikan tapi juga kualitas akhlak,” ujar Nadiem yang ‘diamini’ oleh Ketum PBNU Gus Yahya yang juga memiliki pandangan sama soal pendidikan.

Sebagai informasi, NU telah mendirikan divisi pendidikan yang terorganisir dan tetap berada dalam naungan NU yang diberi nama Lembaga pendidikan Ma’arif NU (LP Ma’arif NU). Lembaga ini merupakan salah satu departemen di lingkungan NU yang didirikan dengan tujuan mewujudkan cita-cita pendidikan NU.

Lembaga yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan-kebijakan pendidikan NU itu menaungi total 20.136 sekolah dan juga madrasah di seluruh wilayah Indonesia. Rinciannya, sekolah ada 7.462 atau 39 persen, dan madrasah 12.674 atau 61 persen. (*/NUO)

Sumber:
*) https://www.nu.or.id/nasional/pbnu-dukung-kemendikbud-perangi-tiga-dosa-besar-di-dunia-pendidikan-RDUJc
*) Sumber: https://www.nu.or.id/nasional/perkuat-kerja-sama-menteri-nadiem-sowan-pbnu-OvdIr

Iklan

BeritaTerkait

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *