Surabaya, radar96.com/duta.co – Sedikitnya 150 warga nahdliyin, baik kultural maupun strultural dari Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, mengunjungi Museum NU, Rabu (29/1/25).
Dalam kunjungan itu, peserta didampingi Ketua MWCNU Drs H A Mansur, Drs H Sholeh (Syuriah MWCNU) serta Katib MWCNU KH Pitoyo. Tampak pula Bu Nyai Hj Uswatun Hasanah (Muslimat NU), Anik MK (Fatayat NU) dan Zaenal Farid (GP Ansor Jatirejo).
“Marhaban, selamat datang. Mungkin pertama kali, segenap pimpinan dan warga NU dari Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto bertamu ke Museum NU di Surabaya. Ikut bangga, panjenengan masih ada waktu untuk tadabbur mencari pengetahuan dan pemahaman lebih dalam tentang NU,” kata penjaga Museum NU, Ilham Maulana.
Mereka disambut langsung oleh Ketua Yayasan Museum NU, Mokhammad Kaiyis. Ia menjelaskan prosesi pembangunan gedung bundar Museum NU merupakan amanah Gus Dur yang dikerjakan oleh Cak Anam (Drs Choirul Anam), lalu diresmikan KH Sahal Mahfudz (Rais Aam PBNU) dan dipantau langsung oleh KH Yusuf Hasyim (Pak Ud) yang putra KHM Hasyim Asy’ari.
“Sekarang, kita berada di Gedung Bundar Museum NU. Di depannya, ada Astranawa (Bintang 9), di belakangnya ada guest house Kiai, dan di atas Museum NU rencananya ada menara rukyat. Di Museum NU kita bisa mempelajari dasar pemikiran para muassis NU dalam mendirikan organisasi ini,” jelas Kaiyis.
Menurut Kaiyis yang sehari-hari sebagai Pemred koran Duta Masyarakat itu, setidaknya ada tiga hal penting yang harus dipahami tentang NU.
Pertama, bahwa organisasi ini berdiri atas sokongan umat kepada ulama atau kiai kita. Pengorbanan umat dipatri dalam ianah syahriah (iuran bulanan) yang hari ini dikenal dengan koin (jumputan) nahdliyin. “Sekarang ada LazisNU. Tempat kita menyisihkan sebagian harta untuk perjuangan dan sosial,” jelas anggota Dewan Kehormatan PWI Jatim ini.
Kedua, pemahaman keagamaan (Islam) NU yang moderat menjadi pondasi kuat untuk membangun keutuhan NKRI. “Kita bisa saksikan naskah Resolusi Jihad. Semangat juang demi Indonesia ini, tidak bisa dinafikan. Adalah kiai-kiai NU yang berjibaku menyelamatkan kemerdekaan RI. Karena itu, jangan heran, kalau kemudian bagi nahdliyin: NKRI Harga Mati,” tegasnya.
Ketiga, adalah kiai-kiai NU yang berani mengirim utusan menghadap Raja Saud (tahun 1926) yang kemudian kita kenal dengan Komite Hijaz. Hasilnya, praktek kegamaan dengan diperbolehkannya penganut imam empat (madzahibil arbaah) di Arab Saudi, adalah jerih payah kiai-kiai kita.
“Kelompok Wahabi tidak boleh memonopoli tanah haram, Wahabi tidak boleh menguasai tanah haram (haromain) Makkah dan Madinah. Dan, sekarang kita bisa umroh serta haji dengan khusyuk di tanah suci. Kebijakan Arab Saudi ini bisa dinikmati umat Islam se-dunia,” tegasnya.
Tak kalah menarik adalah ‘ijazah’ khusus dari Gus Muhammad Nasrullah, instruktur PKPNU Jawa Timur, yang menjadi pembicara sebelum rombongan bertandang ke Sunan Ampel, Surabaya. “Mumpung masih di Museum NU, panjenengan bisa tawashul melalui para muassis NU agar seluruh keinginan mendapat ridho Allah Swt,” tegas Gus Nasrul. (*/duta.co)
Sumber: https://duta.co/pertama-sambut-halah-102-nu-mwc-jatirejo-kelilingi-museum-nu-1-gus-nasrul-beri-ijazah-ziarah-muassis