Surabaya. Radar96.com. Kegiatan pelatihan literasi berita untuk publik melawan mis/ disinformasi yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Pusat di Hotel Kampin Surabaya pada Rabu (28/09/22) siang tadi cukup menarik dan suasana sangat hidup. Peserta yang terdiri dari para pimpinan media siber, humas instansi-instansi pemerintah dan perusahaan swasta, dosen ilmu komunikasi, dan mahasiswa jurusan ilmu komunikasi tampak antusias dalam bertanya. Salah satunya M Subhan, Pemimpin Redaksi Radar96.com.
Alumnus Stikosa-AWS itu menanyakan tentang perkembangan usaha yang dilakukan oleh Dewan Pers untuk menjadikan pemilik platform global (bisnis media internasional) sebagai subyek hukum di Indonesia. Alasannya, pertama, selama ini banyak terjadi kekisruhan di tengah masyarakat yang bersumber dari media sosial, namun pemilik bisnisnya yang ada di luar negeri tidak tersentuh hukum di Indonesia. Kedua, di negara-negara maju, mereka sudah diberlakukan sebagai subyek hukum di negaranya, sehingga kalau ada masalah yang bersumber dari media sosial, maka pemilik bisnisnya akan turut bertanggung jawab di muka hukum. Ketiga, Dewan Pers sudah pernah menyampaikan sedang mengusahakan hal itu. Untuk itulah dalam kesempatan tersebut Subhan ingin tahu perkembangannya sudah sampai di mana.
Ketua Komisi Kemitraan dan Infrastruktur Organisasi Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, membenarkan tentang pertanyaan itu bahwa Dewan Pers telah sekian lama mengusahakannya. Namun hingga sejauh ini semakin tidak jelas nasibnya.
Menurut Sapto, pada mulanya ada keinginan untuk dibuatkan undang-undang tersendiri tentang hal itu. Namun setelah dipandang akan terlalu lama karena prosesnya harus melalui DPR, maka diarahkan untuk melalui Keputusan Presiden (Keppres) saja agar lebih cepat. Draf pun sudah dikomunikasikan ke Kominfo, lalu dibawa ke Sekretariat Negara (Sekneg). Dari Sekneg mendapatkan arahan untuk dibentuk lembaga baru yang menaunginya.
Nah, dari sanalah akhirnya semua menjadi semakin tidak jelas sampai sekarang. Di satu sisi akan dibentuk lembaga baru, sedangkan sisi yang lain presiden pernah mengatakan tidak akan ada lembaga baru. Maka Keppres yang ditunggu itupun semakin tidak jelas nasibnya.
“Sudah satu-dua tahun ini, Keppres yang ditunggu itu belum selesai,” jelas Sapto.