Jombang, radar96.com – Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Ristek Republik Indonesia Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.Sc menyatakan ada tiga persoalan mendasar pada pendidikan tinggi kita.
“Ketiganya adalah inequality of access (ketimpangan akses pendidikan tinggi), inequality of quality (ketimpangan dalam kualitas), serta less relevance of higher education (kurangnya relevansi pendidikan tinggi),” katanya di Jombang, Jawa Timur, Sabtu (4/5/2024).
Dalam sarasehan bertema “Menuju perguruan tinggi NU unggul” yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU) Jawa Timur di Universitas Wahab Hasbullah (UNWAHA) Jombang, ia menjelaskan pemerintah mendorong peningkatan nilai angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi dan memperluas akses pendidikan tinggi berkualitas.
Selain itu, pemerintah juga menemukan suatu dilema saat melihat adanya 1,2 juta pengangguran terdidik berdasarkan data BPS tahun 2022. Juga, ada perubahan landscape dunia kerja bahwa ijazah dan gelar akademik tidak lagi menjadi jaminan untuk memperoleh pekerjaan.
Dengan demikian, pemerintah melalui Kemendikbud Ristek secara serius dalam membenahi hal tersebut dengan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Sejumlah perguruan tinggi kita dorong untuk meningkat pada perangkingan perguruan tinggi global, serta meningkatkan kualitas lulusan yang siap pada profesi tertentu.
Faktor lambannya perguruan tinggi dalam beradaptasi dengan perubahan atau menjadi kurang relevan, nampaknya juga menjadi persoalan serius dewasa ini. Selain itu, juga munculnya model alternatif dalam pendidikan dan pelatihan yang berbasis digital yang karenanya dapat secara fleksibel dan murah dari segi operasionalnya.
Oleh sebab itu, Dirjen Dikti partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak bisa dinafikan. Dari sekitar 9,8 juta mahasiswa Indonesia, hampir 5,1 juta mahasiswa kuliah di perguruan tinggi swasta.
“Dengan demikian, kami di direktorat jenderal pendidikan tinggi ristek berkolaborasi dengan pengelola perguruan tinggi swasta, termasuk perguruan tinggi di lingkungan Nahlatul Ulama untuk bagaimana mengurangi ketimpangan akses layanan pendidikan tinggi, kualitas pendidikan tinggi, dan relevansi pendidikan tinggi tersebut,” katanya.
Dalam sarasehan yang juga menampilkan pembicara Direktur Diktis Kemenag yang diwakili Kasubdit Ketenagaan M. Aziz Hakim, MH., Dewan Eksekutif BAN PT Prof. Dr. Slamet Wahyudi , ST., MT, serta Ketua LPTNU PBNU Prof. H. Ainun Na’im, Ph.D,. M.B.A, itu, Ketua LPTN NU Jawa Timur Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng mendukung dan menyambut baik apa yang disampaikan oleh Dirjen Dikti.
“Di Jawa Timur, sedikitnya ada 104 PTS yang berafiliasi dengan LPTNU Jatim, hal ini tentu tidak sedikit,” kata Jazidie yang juga Rektor Unusa ini.
LPTNU yang didirikan sejak 2010 telah cukup lama membersamai PTS NU untuk turut serta meningkatkan SDM bangsa dalam wadah organisasi Nahdlatul Ulama.
Kegiatan Sarasehan dan Halal Bihalal ini diikuti sedikitnya 200 peserta PTNU se Jawa Timur, Pengurus LPTNU Jawa Timur serta pimpinan Universitas KH. Wahab Hasbullah. Perguruan tinggi ini berada di kawasan Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang yang memiliki 14 ribu santri. (*/lptnu)