Santri dari Pesantren Al-Anwar, Karangmangu, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, yang diasuh almarhum KH. Maimoen Zubair, yakni KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha’), pernah mengulas tentang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam pengajiannya. Menurut beliau, organisasi apa pun sejatinya hanya bersifat musiman. Artinya, organisasi itu tidak akan berlangsung lama.
HTI adalah organisasi yang mempunyai misi menyatukan umat Islam. Sebuah cita-cita yang secara teori baik. Tapi yang perlu diingat, HTI bukan satu-satunya. Sudah banyak organisasi yang berdiri dengan misi serupa, termasuk Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, atau Ikhwanul Muslimin di Mesir, dan Partai Bath di Iraq.
Dalam banyak kesempatan, organisasi-organisasi itu selalu menyuarakan persatuan umat Islam. Misalnya dengan menyitir ayat al-Qur’an, “wa’tashimu bihablillahi jami’a wala tafarraqu” (dan, berpegangteguhlah pada tali agama Allah dan janganlah berpecah-belah).
HTI juga begitu. Dengan menggunakan ayat yang sama mereka mengajak umat Islam bersatu dan tidak berpecah-belah. Lucunya, ajakan tersebut mereka sampaikan dengan mengatasnamakan organisasi. Sementara keberadaan organisasi itu sendiri adalah bukti adanya perpecahan di antara umat.
Dengan kata lain, pengikut HTI berkoar-koar mengajak umat Islam bersatu, padahal diri mereka sendiri adalah bukti perpecahan di antara umat Islam.
Menurut Gus Baha’ yang ahli tafsir, hadis, dan fikih itu, jika orang-orang HTI legowo, harusnya mereka tidak usah mendirikan organisasi. Tinggal bergabung saja dengan wadah yang sudah ada. Entah ikut NU atau Muhammadiyah. Sebab cita-citanya sama, yaitu menyatukan umat Islam.
“Dengan membuat organisasi sendiri, dengan nama sendiri, itu sudah menambah jumlah perpecahan,” terang Gus Baha’ tentang organisasi musiman yang bersifat politik (mendirikan Negara Islam dan menargetkan kepemimpinan/kekuasaan).
Gambarannya begini. Kalau yang ada hanya NU dan Muhammadiyah, perpecahan di kalangan umat Islam Indonesia hanya dua kelompok. Tapi dengan mendirikan HTI maka perpecahan itu menjadi tiga. Semakin banyak pecahnya maka semakin sulit bersatunya.
Logika Menjebak
Dengan jernih, Gus Baha’ membongkar trik-trik ulama Wahabi dalam mendiskreditkan ulama-ulama Sunny dengan logika yang menjebak, misalnya soal bid’ah yang membandingkan antara Imam Syafi’i dengan Nabi Muhammad.
“Mau ikut Nabi atau Imam Syafi’i?,” begitulah pertanyaan diajukan sehingga orang yang awam akan mudah terkecoh, padahal persoalan yang disajikan tidak sesederhana itu.
Menurutnya, banyak hal yang tidak diamalkan dan diajarkan langsung oleh Nabi, tetapi dilakukan oleh para sahabat, dan Nabi Muhammad membenarkan amaliah mereka itu. Dengan demikian, soal bid’ah ini tidak sederhana, sehingga Imam Syafi’i kemudian membaginya dalam dua kategori: bid’ah yang baik dan yang buruk.
Gus Baha juga membahas soal tuduhan kafir kepada warga Nahdliyin yang tahlilan. Ia menunjukkan kesesatan berpikir dalam tuduhan yang ngawur ini.
“Orang yang 80 tahun kafir, lalu mengucap ‘laa ilaaha illallah’, makai ia menjadi mukmin. Lha, kita yang selalu membaca ‘la ilaaha illallah’ dalam tahlilan, kok dicap kafir? Ini mazhab yang aneh!,” ujarnya, lugas.
Yang menyenangkan, kedalaman ilmu Gus Baha’ yang hafal Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in, sampai Sahih Muslim, lengkap dengan sanad dan matannya itu dibarengi dengan sikap tawaduknya yang dalam. Sekalipun, ia bisa menguliti kesalahan pendapat yang menyerang NU, tak pernah ia menyerang seseorang atau menyinggung pribadi seseorang di majelis pengajiannya.
Gus Baha adalah bukti bahwa pesantren-pesantren NU terus produktif menghasilkan ulama. Kajiannya yang bernas, menambah rasa optimisme bahwa NU akan terus berkembang dan memandu Islam di Nusantara dan dunia. Pesantren NU tak akan pernah kekurangan orang alim. Tugas para aktivis media di lingkungan NU adalah bagaimana memberi panggung kepada para ulama ini. Agar umat Islam tidak terus menerus terkecoh oleh ulama karbitan yang “serba bisa” menjawab seluruh masalah keagamaan jamaahnya.
Sumber :
https://nupinggiran.com/gus-baha-hti-adalah-bukti-nyata-perpecahan-umat-islam/ (Ahmad Dina, 22 November 2018)
https://www.suaraislam.co/gus-baha-dan-otoritas-keilmuan-ulama-nu/ (Iip D Yahya)