Kairo, Mesir (Radar96.com) -Konferensi Fatwa Internasional ke-6 yang digelar Dâr Al Iftâ’ Mesir di Cairo, Selasa (3/8/2021), menjadi ajang para mufti dunia untuk membahas berbagai persoalan yang berkembang di tengah masyarakat dunia.
Dari catatan panitia, konferensi kali ini dihadiri oleh mufti dan delegasi lembaga fatwa dari 85 negara. Inilah konferensi ulama terbesar selama pandemi Covid-19.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftachul Akhyar mendapatkan kesempatan menjadi salah satu pembicara yang diminta mengawali sesi panel yang dipandu oleh Menteri Agama Pakistan Noor-ul-Haq Qadri, Selasa (3/8) pagi waktu Cairo.
Selain Kiai Miftah, sesi panel tersebut diisi oleh Sekretaris Jenderal Darul Fatwa Australia Syeikh Salim Ulwan Al-Husayni, Sekretaris Jenderal Urusan Islam Republik Ghana Syeikh Ali Jamal Banghûro, Menteri Wakaf Yaman Syeikh Mohamed Ahmed Shabiba, Mufti Republik Kosovo Syeikh Nuaim Trenova, Mufti Rwanda Syeikh Salim Hatimana, Mufti Macedonia Syeikh Syakir Fatahu, dan Mufti Estonia Syeikh Ildar Hazrat Muhammedshin.
Dalam paparannya, Kiai Miftah mengingatkan para mufti dunia terhadap tanggung jawab mereka sebagai ulama.
“Semua manusia dalam keadaan mabuk, kecuali para ulama, namun para ulama pun dalam keadaan bingung, kecuali mereka yang mengamalkan ilmunya,” ujar Kiai Miftah mengawali paparannya di hadapan para mufti.
Kiai Miftah menyampaikan tiga tanggung jawab yang layaknya dimiliki seorang ulama. Pertama adalah tanggung jawab kepada diri sendiri. Kedua, tanggung jawab kepada umat dan bangsa. Dan terakhir, tanggung jawab kepada Allah SWT.
“Kita perlu menghidupkan kembali mas’uliyah (rasa tanggung jawab) para ulama yang semakin menipis terhadap ketiga hal tersebut,” tandas Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini.
Mengutip Sahabat Ibnu Mas’ud, Kiai Miftah mengingatkan, seandainya para ahli ilmu menjaga ilmu mereka dan meletakkannya kepada ahlinya, maka mereka akan dapat memimpin dan memandu penduduk zaman itu. Namun mereka menyerahkan ilmu itu kepada para pemilik dunia agar mereka dapat bagian dunia itu dari mereka, maka mereka telah menghinakan ahli ilmu.
Dalam makalahnya, Kiai Miftah juga menjelaskan peran MUI dalam proses pemberian fatwa kepada umat Islam Indonesia. Mulai dari fatwa atas kehalalan suatu produk, problem aktual, hingga fatwa seputar pandemi Covid-19. Juga tantangan lembaga fatwa di era digital.
Pada sesi yang sama, mayoritas pembicara menyoroti ancaman terorisme dan ekstremisme yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir, seperti tersebarnya berbagai pendapat keagamaan yang bersifat ekstrem di jagat internet.
Sekretaris Jenderal Darul Fatwa Australia Syeikh Salim Ulwan Al-Husayni, misalnya, mendorong para ulama dan mufti di seluruh dunia untuk memanfaatkan internet dan berbagai platform media sosial untuk menyebarkan pemahaman Islam moderat.
Menurut Syeikh Salim, jika para ulama tidak memanfaatkan internet untuk penyampaian fatwa dan ajaran Islam yang moderat kepada umat, pasti akan kalah cepat dibandingkan gerakan ekstremisme dan terorisme yang berkembang di tengah-tengah masyakarat.
Di Mesir, KH Miftachul Akhyar juga menghadiri Pelantikan Pengurus PCINU Mesir, Pengurus IPSNU Pagar Nusa, Pengurus Lembaga Kajian SAS Centre NU Mesir, sekaligus Peresmian Sekretariat PCINU Mesir yang akan diselenggarakan secara hybrid (luring dan daring) di Sekretariat PCINU Mesir, Darrasah, Rabu (4/8). (*/nh)