Surabaya, radar96.com – Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur membahas produk halal dalam Pengajian Strategis: Penguatan Ekosistem Industri Halal Nasional dan Regional di Gedung Utama PWNU Jatim pada 27 April 2025 bersama sejumlah pakar/pembicara, diantaranya, Haikal Hasan atau Babe Haikal (Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, BPJPH), H Faisol Riza (Wamen Perindustrian), dan Busrul Iman (Dirut Bank Jatim).

“Dalam forum yang sekaligus Halal Bihalal keluarga besar ISNU Jatim itu mengupas sejumlah permasalahan, seperti arah kebijakan nasional terkait industri halal, dan identifikasi strategi pembangunan industri halal di daerah, khususnya Jawa Timur. Juga membangun sinergi antara pemerintah pusat, daerah, perbankan, dan pelaku industri dalam pengembangan industri halal,” kata Plt Ketua PW ISNU Jatim, Prof Dr KH Afif Hasbullah, dalam keterangannya di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, Jawa Timur memiliki potensi besar dalam produksi bahan baku halal, seperti produk pertanian, perikanan, dan peternakan. “Visi Jawa Timur untuk menjadi ‘Gerbang Nusantara Baru’ semakin memperkuat urgensi pengembangan industri halal di provinsi ini,” kata kiai Afif, yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Matholiul Anwar, Karanggeneng, Lamongan. Jatim itu.
Sebagai salah satu pusat perdagangan dan ekonomi utama di Indonesia bagian timur, katanya, Jawa Timur memiliki infrastruktur dan konektivitas yang mendukung pertumbuhan industri halal yang berorientasi ekspor. “Alhamdulillah, Kiai Kikin Abdul Hakim (Ketua PWNU Jatim) telah menyatakan dukungannya atas program-program ISNU Jatim. Semua ini sebagai ikhtiar ISNU, sebagai badan otonom NU dalam mengabdikan diri di tengah-tengah masyarakat, serta membuktikan kehadiran NU,” tuturnya.
Pada bagian lain, Ketua Panitia Kajian Strategis ISNU Jatim, Prof Dr Zumrotul Mukaffa, mengingatkan bahwa Indonesia, sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, memiliki potensi pasar industri halal yang sangat besar. “Forum ini diharapkan dapat menjembatani pemahaman keagamaan yang mendalam dengan pengembangan industri halal yang berdaya saing, melalui dialog konstruktif dengan para pemangku kebijakan, pelaku usaha, dan pakar di bidang terkait,” katanya.
Staf Ahli Wakil Presiden RI periode 2019-2024 itu mengharapkan kegiatan ini dapat memberikan kontribusi pemikiran yang signifikan dalam mewujudkan visi Jawa Timur sebagai pusat industri halal yang berkontribusi pada kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan data dari State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023/2024 yang dirilis oleh Dinar Standard dan Salaam Gateway, mencatat pengeluaran konsumen muslim global di berbagai sektor halal mencapai US$ 2,29 triliun pada tahun 2022 dan diproyeksikan terus meningkat.
“Sektor-sektor utama yang berkontribusi meliputi makanan dan minuman halal, fashion muslim, media dan rekreasi halal, farmasi halal, kosmetik halal, serta keuangan syariah,” tutur Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) itu.
Di tingkat nasional, Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa ekonomi dan keuangan syariah Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2023, aset keuangan syariah Indonesia tumbuh sebesar 15-17% (perkiraan BI), melampaui pertumbuhan aset keuangan konvensional. Hal ini mengindikasikan meningkatnya kesadaran dan preferensi masyarakat terhadap produk dan layanan halal.
Menurut dia, Jawa Timur, dengan populasi Muslim yang signifikan dan sumber daya alam yang melimpah, memiliki posisi strategis dalam pengembangan industri halal nasional. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Jawa Timur adalah Muslim, menciptakan pasar domestik yang kuat untuk produk dan layanan halal.
“Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dalam berbagai kesempatan telah menegaskan komitmen pemerintah provinsi untuk menjadikan Jawa Timur sebagai pusat industri halal yang berdaya saing global. Salah satu langkah strategis yang telah dicanangkan adalah pengembangan kawasan industri halal terintegrasi dan peningkatan kapasitas pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor halal,” katanya.
Namun, pengembangan industri halal di Indonesia, termasuk di Jawa Timur, masih menghadapi berbagai tantangan, diantaranya tingkat literasi dan kesadaran masyarakat mengenai produk halal yang perlu ditingkatkan, kebutuhan akan standardisasi dan sertifikasi halal yang efisien dan terjangkau, serta akses permodalan yang memadai bagi pelaku usaha halal, terutama UMKM. Selain itu, integrasi antara sektor industri halal dengan sektor pariwisata halal juga perlu dioptimalkan untuk menarik wisatawan muslim domestik dan mancanegara.
Dalam konteks kajian keislaman, isu-isu kontemporer terkait halal tidak hanya terbatas pada aspek fiqih makanan dan minuman, tetapi juga merambah ke sektor-sektor lain seperti keuangan syariah, etika bisnis Islam, dan gaya hidup halal (halal lifestyle).
“Diskursus mengenai interpretasi konsep halal yang relevan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi menjadi penting untuk adanya panduan yang komprehensif bagi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Menyadari urgensi dan potensi strategis ini, ISNU Jatim terpanggil untuk menyelenggarakan Pengajian Strategis,” katanya. (*/isnu)