Jakarta (Radar96.com) – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj meminta masyarakat agar jangan membenturkan vaksinasi dengan dalih membela keimanan, karena hal itu (membenturkan) itu adalah perbuatan yang dapat mendatangkan mudarat. Tidak ada bahaya yang lebih dahsyat bagi agama Islam, kecuali informasi salah yang disampaikan pembela Islam ketimbang berita dari para pembenci Islam itu sendiri.
“Lebih besar bahayanya orang yang seolah-olah membela tapi tidak dengan cara yang benar (emosional), tidak berdasarkan ilmu pengetahuan. Itu kata Imam Ghazali,” tutur Kiai Said pada peringatan Harlah ke-23 PKB, Jumat (23/07/2021).
Menurut dia, virus Covid-19 itu ada dan berbahaya karena dapat menulari siapa saja dengan cepat. Karenanya, sebuah tanda tanya besar apabila masih ada kiai atau pemuka agama Islam yang tidak percaya Covid-19 hingga menolak program vaksinasi.
“Barangkali mereka membela iman dan saking imannya sampai tidak percaya hal-hal di luar iman. Itu bahaya,” tutur Kiai asal Cirebon itu. Hingga kini, pihaknya masih terus-menerus berusaha mengedukasi masyarakat agar peduli dan mau tahu dampak bahaya yang dapat disebabkan oleh Covid-19.
Selain itu, ia juga mengajak agar masyarakat mau divaksinasi supaya herd immunity (kekebalan kelompok) segera tercapai. “Oleh karena itu, saya sudah dua tahun ini tidak berhenti menyadarkan warga NU tentang bahayanya virus Covid-19. Virus itu ada dan sangat bahaya. Maka ayo kita sukseskan vaksinasi,” ajak Kiai Said.
Kiai Said juga khawatir, ketika mengetahui masih ada beberapa kiai yang tidak percaya Covid-19, bahkan berprasangka buruk terhadap vaksinasi. Jika sikap itu dibiarkan maka lambat laun kepercayaan masyarakat akan terkikis. Akibatnya, menimbulkan bahaya lain yang lebih besar.
“Itu ada beberapa kiai yang masih tidak percaya Covid-19, masih suudzan dengan kebijakan vaksinasi. Itu nanti bahayanya akan kembali kepada kita,” papar alumni Universitas Umm Al-Quro, Makkah, Arab Saudi itu.
Mengutip Surat Al-Asr, ia menerangkan bahwa terdapat klasifikasi dalam membedakan keimanan seseorang, yaitu Syad dan Musyahadah. “Seseorang yang hatinya sudah musyahadah bila diintimidasi hatinya tidak akan goyah. Walaupun belum tahu konsekuensinya apa,” terang kiai kelahiran 3 Juli 1953 ini.
Selain itu, ia mengajak masyarakat bahwa keimanan juga memiliki dua sisi, yakni Iman bi Rububiyatillah sebagai dasar keimanan seseorang menyakini adanya Allah. Lalu, Iman bi Ulihiyatillah sikap tawazuh (menghadap/memohon) hanya kepada Allah.
“Oleh karena itu, keduanya harus kita perkuat sebagai tanda orang beriman yang sudah mencapai martabatul istiqomah (martabat keistiqamahan),” jelas peraih penghargaan Republika sebagai Tokoh Perubahan dalam mengawal keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berperan aktif dalam perdamaian dunia, khususnya di kawasan Timur Tengah itu.
Pada tahun 1918, para kiai NU masa itu, seperti Syaichona Cholil (Bangkalan) dan KH Hasyim Asy’ari (Jombang) sudah memberikan amalan doa tertentu kepada masyarakat untuk menangkal Flu Spanyol. Tahun itu, korban tewas mencapai 50 juta orang, sedangkan Covid-19 hanya mencatat 5 juta korban tewas/meninggal pada kurun 2020-2021.
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/130337/ketua-umum-pbnu-jangan-benturkan-keimanan-dan-vaksinasi